Mempersoalkan Manajemen Mutu Pendidikan

Oleh :
Maswan
Penulis adalah Dosen Unisnu Jepara, Mahasiswa S3 Manajemen Kependidikan Unnes, Asesor BAP-SM Prov. Jateng.

Undang undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No 20 tahun 2003, menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat dan bangsa.
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan tersebut, komponen penting adalah tenaga pendidik (guru) yang melakukan proses pembelajaran di kelas. Begitu pun, guru akan dapat tugas secara profesional, sangat dibutuhkan sistem manajemen pendidikan baik dan terpadu.
Dalam proses manajemen pendidikan, guru yang dianggap sebagai komponen penting, maka harus mempunyai ketajaman berpikir cerdas (smart), mempunyai kharisma, kreatif dan inovatif serta mempunyai etos kerja yang tinggi. Guru adalah salah satu komponen penting dalam pelaksanaan manajemen pendidikan di sekolah.
Jabatan atau pekerjaan guru disebut sebagai profesi, mengandung konsekuensi logis bahwa siapa pun yang menjadi guru harus profesional dalam bidang pendidikan dan keguruan. Pertanyaannya, sekarang ini apakah guru sudah benar-benar menjadi tenaga pendidik secara profesional? Jawabnya, tentu belum semua guru menjadi pendidik profesional.
Mengapa demikian? Karena persyaratan untuk menjadi pendidik profesional harus mempunyai sertifikat pendidik. Dan untuk memperoleh sertifikat pendidik persyaratan akademik, harus mempunyai ijazah minimal strata satu (S-1) yang dikeluarkan oleh Lembaga Pencetak Tenaga Kependidikan (LPTK) dari sebuah perguruan tinggi. Kondisi inilah yang menyebabkan hambatan kemajuan dan mutu pendidikan belum tercapai. Dan jika dirunut lebih jauh, maka sumber penyebab utama metidak berhasilan pendidikan nasional karena faktor manajemen pendidikan yang belum tertata secara baik.
Kelemahan Manajemen
Nanang Fatah (2009) Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistemik berusaha memahami mengapa dan bagaimana   orang   bekerjasama.   Dikatakan   kiat   karena   manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu profesi, manajer dan para profesional dituntut oleh suatu kode etik. Dan halini dibutuhkan manajemen mutu pendidikan.
Manajemen  mutu  pendidikan  tidak  lepas  dari  tiga  model  yaitu: input, proses dan output. Dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dengan menggunakan model ini, ada beberapa kriteria dan karakteristik pendidikan (sekolah) yang harus dilakukan secara terpadu. Terutama dalam proses pelaksanaan di sekolah, manajemen harus dibangun dengan langkah-langkah strategis.
Menurut Hendyat Soetopo (2005) ada dua faktor yang menyebabkan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil. Pertama strategi penanganan pendidikan selama ini masih  bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, maka secara otomatis lembaga pendidikan   akan menghasilkan output yang bermutu. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented. Akibatnya,  banyak  faktor  yang  diproyeksikan  di  tingkat  makro  dan  tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (madrasah), sehingga hal ini memberikan pemahaman bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan  faktor  proses pendidikan.
Di samping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda, maka dalam hal ini manajer pendidikan dan guru sebagai pelaksana teknik di kelas (sekolah) haruslah profesional (cerdas, kreatif, dinamis dan inovatif).
Agar proses peningkatan mutu terkontrol maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut. Pemikiran ini mendorong munculnya pendekatan baru,  yakni pengelolaan  peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan.   Manajemen peningkatan mutu pendidikan, yang selama ini diterapkan harus dikaji ulang apakah semua proses manajenrial di institusi pendidikan sudah dilakukan.
————- *** —————

Tags: