Memuja Simbol

Dr Wadji MPd

Oleh:
Dr Wadji MPd, Dosen Universitas PGRI Kanjuruhan Malang
Acapkali simbol-simbol keagaman menjadi pembatas relasi sosial, meskipun di depan Allah manusia yang paling mulia adalah mereka yang paling bertakwa. Takwa tak dapat diukur dari simbol yang diusung, apalagi dengan gerakan membela simbol dengan mengatasnamakan membela Allah.
Perbedaan madzab seringkali menimbulkan konflik yang lebih tajam dibandingkan dengan relasi antar agama. Bagi mereka perbedaan yang terjadi di luar agamanya bisa dimaklumi, namun perbedaan madzab dianggapnya sebagai duri dalam daging.
Benang merah antara Quran dan kitab-kitab pendahulunya antara lain kita jumpai dalam ayat tentang puasa. Allah berfirman dalam Quran 2:183, “Hai orang yang beriman! Diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu. Semoga kamu bertakwa (kepada Tuhan)”.
Tujuan berpuasa adalah agar manusia terbebas dari segala macam pengaruh keburukan, yang puncaknya adalah menjadi insan yang bertakwa. Oleh karenanya, dalam ayat yang sama disebutkan bahwa kewajiban puasa telah diperintahkan pula kepada umat-umat terdahulu.
Apa yang dimaksud umat-umat terdahulu dalam konteks Quran adalah agama-agama Semitik atau Abrahamik, yakni Yahudi dan Kristen, karena Islam lahir dalam konteks budaya yang nyaris sama. Ini adalah bukti bahwa Islam lahir bukan dalam konteks kekosongan budaya, namun Islam lahir berlatar belakang agama-agama tersebut.
Dalam Quran 29:58 Allah berfirman, “Dan orang-orang yang beriman dan beramal salih, kepada mereka akan Kami berikan perumahan di Surga, serambi yang tinggi, di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka berdiam di dalamnya selama-lamanya. Balasan yang nikmat bagi orang beramal baik”.
Sejak zaman Perjanjian Lama, para nabi telah mengritik dan melawan praktik kesalihan palsu yang dilakukan pada zamannya. Keseimbangan antara hablumminallah dan hablumminannas menjadi perhatian serius para nabi sejak zaman dulu.
Dalam Kitab Nabi Yesaya (58:6-7) Allah berfirman, “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!”
Setiap nabi mengemban misi suci, yakni revolusi akhlak. Yang ditonjolkan oleh para nabi bukanlah simbol-simbol, terlebih simbol-simbol yang tujuan di baliknya adalah pemecah belah umat. Biarlah simbol-simbol itu ada dan menghiasi indahnya Nusantara kita. Jangan sampai kita terjebak dalam pemujaan terhadap simbol, namun lupa akan hakikat simbol yang kita puja. Selamat berpuasa. [*]

Rate this article!
Memuja Simbol,5 / 5 ( 1votes )
Tags: