Memuliakan Martabat Guru

karikatur guru (1)Ke-arif-an guru masih tetap diharapkan, selalu. Khususnya di sekolah saat mengajar. Terasa semakin tidak mudah melaksanakan ke-profesi-an sebagai pendidik, terutama saat menghadapi situasi murid nakal. Berbagai situasi tidak menguntungkan masih melingkupi kerja guru, karena kebijakan pemerintah yan berubah-ubah. Sampai harus menghadapi kriminalisasi dari orangtua murid. Tetapi harus diakui, perhatian terhadap (kesejahteraan) guru makin meningkat.
Martabat guru masih menjadi yang tertinggi dibanding profesi lain. Ke-mulia-an guru, di-paradigma-kan masih diatas tentara. Semua menghormati guru, telah menjadi perilaku sejak lama. Bahkan seluruh penjahat juga takluk pada guru. Lebih lagi pada paradigma agama, guru dianggap sebagai “wakil” Tuhan untuk menjaga martabat kemanusiaan tetap pada derajat yang luhur. Guru memikul beban (berat) membangun etika sosial
Tetapi sejak lama pula kemuliaan guru belum cukup inharent dengan tingkat kesejahteraan. Banyak guru (terutama sekolah swasta) terpaksa nyambi menjadi kuli bangunan, sampai menjadi pemulung. Padahal sejatinya, guru berhak memperoleh imbalan yang lebih layak sebagai jaminan kesejahteraan. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah meng-amanatkan penghasilan guru yang pantas dan memadai. Tercantum pada pasal 40 ayat (1).
Hanya sebagian kecil (khususnya guru PNS) yang telah menerima penghasilan pantas. Termasuk penghasilan setelah mengurus ke-administrasi-an sertifikasi. Tetapi sebagian terbesar guru (60%) masih hidup dalam tingkat kesejahteraan yang rendah. Pada beberapa situasi sosial, rendahnya kesejahteraan guru dapat menyebabkan perasaan inferior (rendah diri).
Rendahnya kesejahteraan juga berujung pada kemampuan guru dalam up-date ke-ilmu-an. Tidak mampu meng-akses pengetauan baru melaui sarana teknologi informasi. Misalnya, guru SMP swasta di desa, akan keberatan (secara ekonomi) untuk berlangganan paket layanan internet seharga Rp 60 ribu per-bulan. Pada masa kini, up-grade pengetahuan (dan berbagai informasi lain) melaui internet, merupakan keniscayaan.
Sedangkan up-grade (penambahan) pengetahuan guru, juga diamanatkan UU Sisdiknas. Yakni, pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas. Bahkan pada pasal 43 ayat (1), pendidik berhak memperoleh promosi dan penghargaan. Tetapi pelaksanaan amanat UU Sisdiknas, terasa masih memihak guru-guru PNS, atau guru pada daerah perkotaan.
Tiada murid bodoh ditangan guru ber-dedikasi. Begitu pula tiada kecerdasan yang bisa digali oleh guru yang “biasa-biasa saja.” Paradigma itu sejak lama diyakini kalangan ke-pendidik-an. Bahkan konon, guru sejati menempatkan kepentingan murid diatas kepentingan (kesejahteraan) dirinya. Itulah sebabnya profesi guru dianggap paling mulia, melebihi tentara dan dokter.
Tidak semua orang (yang tergolong cerdik pandai) bisa menjadi guru. Melainkan dibutuhkan minat dan persyaratan khusus ke-guru-an. Karena itu terdapat pendidikan tinggi yang secara khusus mematangkan minat seseorang untuk menjadi guru. Guru yang tidak kompeten (secara keilmuan maupun mental), tentu saja tidak dapat mewujudkan tujuan pendidikan sebagaimana diamanatkan Konstitusi.
UUD pasal 31 ayat (3) menyatakan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa….” Prioritasnya adalah moralitas murid.
Tujuan pendidikan di-breakdown dalam UU Sisdiknas. Pada pasal 40 ayat (2) huruf a, mengamanatkan: “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.” Tetapi banyak pendidik tidak cerdas, guru yang tidak menyenangkan, hanya tex book thinking.
Pada peringatan hari guru 2016, patut dijadikan momentum peningkatan kompetensi. Serta melindungi guru dari ancaman kriminalisasi.. Pada sisi lain, masih banyak guru harus berjuang keras melawan infrastruktur wilayah, dan infrastruktur kependidikan. Namun pemerintah (terutama Pemerintah Daerah) belum sepenuh setengah hati memenuhi hak layanan pendidikan.

                                                                                                         ——— 000 ———

Rate this article!
Memuliakan Martabat Guru,5 / 5 ( 1votes )
Tags: