Memutus Manajemen Glamour Travel Haji dan Umroh

(Mengamankan Harapan (dan Dana) Jamaah)

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan senior, penggiat dakwah sosial politik

Memasuki bulan Ramadhan, semakin banyak tawaran berangkat ibadah umroh, dengan iming-iming meraih lebih banyak pahala. Kanjeng Nabi Muhammad SAW menyebut ibadah umroh sebagai “haji kecil,” yang bisa dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun. Bagai gayung bersambut dengan pengharapan masyarakat Indonesia yang ingin meningkatkan ibadah. Namun mesti waspada, karena semakin banyak penipuan penyelenggaraan ibadah umroh.
Sekitar Rp 4 trilyun tabungan masyarakat kelas menengah ke bawah yang dikumpulkan bertahun-tahun, lenyap, ditilap penyelenggara umroh. Ironisnya, yang menilap, bukan perusahaan abal-abal. Melainkan PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh) yang telah sukses memberangkatkan ribuan jamaah. Namun banyak PPIU berubah manajemen. Terutama kalangan direksi (dan pemilik saham) menjalani hidup glamour. Di berbagai pertemuan, direksi PPIH dilayani setara VVIP.
Maka pemerintah perlu menyelidiki (secara seksama) perubahan manajemen penyelenggara umroh. Konon penyelenggara umroh menjadi “sapi perah,” berbagai pihak, di dalam negeri maupun di Arab Saudi. Termasuk pengurusan visa, walau pemerintah Arab Saudi, meng-gratis-kan biaya visa (untuk umroh pertama). Serta menjadi sasaran empuk perusahaan maskapai penerbangan. Di dalam negeri, jajaran direksi tampil menjadi tokoh masyarakat. Tak jarang, menjadi idola parpol (partai politik). Sampai berlanjut menjadi “bos” berbagai kegiatan parpol.
Bisnis penyelenggaraan ibadah umroh, kini tergolong sangat menggiurkan. Sampai kalangan perbankan (dan pemodal per-orangan) bersedia menyediakan dana talangan. Sebab peminat umroh (calon jamaah), bisa digaransi sebagai konsumen yang jujur, dan memiliki cadangan keuangan memadai. Sehingga banyak pihak pebisnis, bersedia berbagi keuntungan yang berlimpah. Hampir seluruh kalangan, lintas profesi, lintas strata-sosial, dan lintas usia, bisa melaksanakan ibadah umroh.
Dengan rata-rata harga umroh sebesar Rp 22,5 juta, diiperkirakan, setiap calon jamaah umroh akan memberi keuntungan sekitar Rp 4 juta. Kalkulasinya, biaya transportasi Indonesia ke Arab Saudi (pergi pulang) sekitar Rp 15 juta. Sudah termasuk transportasi lokal di Madinah dan Makkah, untuk city tour. Serta tambahan akomodasi lain (penginapan dan kosumsi) selama 8 hari, sekitar Rp 3,5 juta. Di Makkah, maupun di Madinah, setiap kamar hotel diisi setidaknya tiga jamaah.
Selain melalui tabungan per-orangan, umroh sering pula dilaksanakan dengan metode MLM (multi level marketing). Harga umroh MLM dipagu sebesar Rp 33 juta. Sistem ini menjanjikan usaha bersama sekaligus ibadah. Dengan harga Rp 33 juta, plus bunga tabungan, MLM umroh, bukan tergolong murah. Bahkan di berbagai pasar tradisional juga dilakukan “arisan” umroh antar-pedagang. Terdapat pula metode “talangan.”
Satu Juta Jamaah
Sistem talangan, hanya membayar 2 kali angsuran (total sekitar Rp 4 juta) bisa berangkat dulu. Sisanya (sekitar Rp 30 juta) dibayar secara cicilan setelah pulang umroh. Uniknya, seluruh cara umroh, memperoleh respons positif masyarakat. Tren umroh telah dimulai sejak satu dekade silam. Selain melalui tabungan per-orangan, umroh juga sering dilaksanakan sebagai hadiah. Antaralain disebabkan antrean ibadah haji sampai menunggu sekitar 15 tahun (rata-rata nasional).
Karena itu sebagian masyarakat, memilih melaksanakan “haji kecil” (umroh). Walau tak sama, tetapi setidaknya umroh bisa mengobati kerinduan untuk bertemu Baitullah. Kerinduan ber-ibadah, telah membentuk pangsa pasar besar. Indonesia tercatat sebagai negara pengirim jamaah umroh terbesar sedunia. Peminat umroh Indonesia mencapai satu juta orang per-tahun! Bisnis ini meliputi anggaran segar (sedikitnya) bernilai Rp 25 trilyun per-tahun.
Kementerian Agama, mem-pagu biaya perjalanan umroh sebesar Rp 20 juta. Biaya tersebut belum termasuk pengurusan paspor, dan suntik (wajib) meningitis. Kenyataannya, hampir tiada penyelenggara bisnis umroh yang memasang tarif Rp 20 juta. Patokan harga umroh paket 9 hari (termasuk hari berangkat dan hari pulang) bertarif antara Rp 24 juta hingga Rp 26 juta. Bahkan dengan sistem talangan (dan MLM), biasa mencapai Rp 34 juta.
Ingat, penyelenggara umroh yang bermasalah memasang tarif konservatif. Hanya Rp 18 juta. Namun, jadwal pemberangkatan tak kunjung diumumkan. Ternyata, penyelenggara umroh meminta tambahan percepatan pemberangkatan sebesar Rp 15 juta per-jamaah. Menjadi ribut, menimbulkan kegaduhan sosial nasional. Sekitar 86 ribu calon jamaah yang menyetor dana umroh sebesar Rp 18 juta, gagal diberangkatkan. Meliputi anggaran jamaah sekitar Rp 1,8 trilyun.
Penyelenggara umroh yang berpusat di Makasar (Sulawesi Selatan), memiliki calon jamaah yang tersebar di 15 propinsi. Kini sedang diusut oleh Polda Sulsel, dengan menyertakan Kementerian Agama. Travel yang lain (berpusat di Depok, Jawa Barat) juga membuat kegaduhan, menyebabkan 63 ribu calon jamaah gagal berangkat. Total anggaran yang terlanjur disetor sebesar Rp 905 milyar.
Beberapa PPIU kini berurusan dengan Kepolisian Daerah setempat. Sebanyak 26 izin PPIU telah dicabut, dan tidak diperpanjang. Selain Polda Sulsel, Polda lain yang tengah sibuk mengusut PPIU, diantaranya, Polda Jabar, Polda Metro (Jakarta), Polda Jateng, dan Polda Jatim. Menyusul kemudian, Polda NTB, dan Polda di pulau Sumatera, dan Kalimantan. Total jumlah korban penipuan jamaah (umroh) sebanyak 200 ribu orang, dengan perkiraan dan penggelapan dana sekitar Rp 3,6 trilyun.
Jamaah Kelas Grass-root
Setiap penyelenggara umroh, (skala menengah sampai besar), umumnya memiliki calon jamaah sebanyak 2000-an orang setahun. Keuntungannya mencapai Rp 8 milyar per-tahun. Yang skala kecil (biasanya oleh tokoh masyarakat dan pesantren), ditaksir setidaknya memberangkatkan 200-an jamaah. Keuntungan yang besar, menyebabkan penyelenggara umroh menjadi “incaran” berbagai pihak. Tak terkecuali oleh oknum Kementerian Agama, dan Kedutaan Arab Saudi.
Dengan pangsa pasar sebanyak satu juta jamaah, potensi dana segar yang ditunaikan oleh jamaah sekitar Rp 25 trilyun per-tahun! Jumlah ini belum termasuk ongkos suntik meningitis (dan influenza). Pemerintah memperoleh biaya suntik (dan penerbitan buku kuning) sebesar Rp 360 ribu. Sehingga untuk satu juta jamaah, potensinya sebesar Rp 360 miyar se-tahun. Pemerintah juga menerima biaya pengurusan paspor (melalui Imigrasi) sebesar Rp 360 ribu per-jamaah, sehingga potensi penerimaan mencapai Rp 360 milyar.
Bagi-bagi rezeki pada proses pemberangkatan umroh, menjadi keniscayaan. Dinikmati pemerintah, dan pengusaha PPIU, Juga pedagang cinderamata umroh, di dalam negeri. Karena biasanya cinderamata umroh telah disiapkan oleh keluarga jamaah, sebelum kedatangan. Termasuk kostum umroh (dan kopor pakaian) telah dibeli di dalam negeri, sebelum berangkat. Sedangkan cinderamata yang dibeli di Arab Saudi, biasanya hanya berupa sedikit korma, sedikit coklat Arab, kacang Arab, dan air zam-zam.
Jamaah umroh, bagai dermawan kaya. Walau sebenarnya biaya umroh dikumpulkan selama beberapa waktu cukup lama. Realitanya, pedagang (kecil) sayur di pasar tradisional, juga ingin menunaikan ibadah umroh dengan cara menabung. Begitu pula dengan petani, dan kalangan ASN (Aparatur Sipil Negara), harus menabung selama beberapa tahun. Harus diakui, hanya kalangan buruh (pabrik) yang cukup sulit memiliki tabungan untuk umroh, kecuali memperoleh hadiah.
Lebih separuh jamaah umroh tergolong grass-root. Bukan golongan kaya, dan “awam” secara ke-agama-an. Menilik penyelenggaraan umroh yang disertai perlindungan calon jamaah yang memadai, kini Kementerian Agama kini juga membuka diri untuk mengurus umroh. Penyelenggaraan oleh swasta dapat menyimpangi niat luhur beribadah. Seperti penyelenggara swasta, Kementerian Agama juga melayani biaya umroh secara angsuran, melalui tabungan umroh pada bank-bank yang ditunjuk.
Jika biayanya tidak kelewat mahal (dibanding swasta), masyarakat pasti lebih tenteram mendaftar umroh yang diselenggarakan pemerintah. Penyelenggaraan umroh, memerlukan “kehadiran negara” sebagai hak masyarakat memperoleh perlindungan. Karena pemerintah juga memperoleh manfaat (pendapatan) dari proses umroh. Melalui pajak, retribusi, dan biaya ke-administrasi-an lain. Pada ujungnya, negara juga memperoleh manfaat dengan semakin terwujudnya ke-saleh-an sosial.
——— 000 ———

Tags: