“Men-disiplin-kan” Anggaran

Karikatur APBDTarget penerimaan negara (diperkirakan) tidak tercapai. Karena itu belanja negara bakal di-disiplin-kan. Pengeluaran Kementerian dan Lembaga Negara dikepras. Bahkan pertumbuhan ekonomi diprediksi turun. Sedangkan defisit neraca naik menjadi 2,5% dari PDB. Tim ekonomi nasional (bersama Bappenas), sedang menyisir pos anggaran tidak prioritas yang bisa dikurangi.
Namun terhadap pos prioritas malah diharapkan dibelanjakan secepat-cepatnya dengan resapan sebesar-besarnya. Antaralain, anggaran pendidikan, dan anggaran kesehatan. Beberapa proyek infrastruktur juga perlu dikebut. Misalnya, pembangunan tol laut, serta pembukaan lahan pertanian baru satu juta hektar. Masih banyak lahan “tidur” milik negara yang akan di-kreasi untuk tanaman pangan.
Koreksi defisit neraca akan menjadi patokan. Yakni sekitar Rp 313 trilyun lebih, atau sekitar 2,5% PDB (Produk Domestik Bruto). Berarti naik 0,15% dibanding prediksi APBN-P (APBN Perubahan) 2016. Memang masih dalam level “aman,” asalkan dijaga ketat, agar tidak lebih menjulang. Antaralain dengan mengurangi impor dan menggenjot ekspor. Juga perlu mewaspadai utang swasta, yang setiap saat bisa menjadi “sumbu ledak” krisis keuangan.
Tetapi potensi “ke-tertidur-an” bukan hanya pada lahan. Melainkan juga pada anggaran. Saat ini tercatat dana “tidur” lebih dari Rp 200 trilyun (per-Juni 2016). Itu hanya milik pemerintah daerah (propinsi serta kabupaten dan kota). Biasanya, anggaran milik daerah tersimpan di bank BUMN dan BUMD. Bahkan banyak daerah berlomba-lomba memperbesar penyertaan modal (saham) di bank milik daerah setempat.
“Dana tidur,”  agaknya, semakin menjadi tren. Semester kedua tahun (2015) lalu, telah disepakati untuk menggelontorkan “dana tidur” sebesar Rp 730 trilyun. Dana itu milik Kementerian, dan Lembaga Negara, serta milik Pemerintah Daerah. Di-ingingkan bisa terserap maksimal sampai akhir tahun, sebagai stimulus percepatan pertumbuhan ekonomi. Realitanya juga tidak maksimal. Diantaranya disebabkan ke-khawatiran kesalahan pada kinerja keuangan. Bisa berujung urusan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Presiden Jokowi telah memanggil Gubernur seluruh Indonesia. Instruksinya, meningkatkan kinerja keuangan. Tujuannya agar APBD bisa terserap maksimal (kalau mungkin sampai 100%). Sebab sampai memasuki akhir triwulan ketiga, rata-rata masih dibawah 40%. Terutama pada daerah dengan APBD besar (Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur). Serta pada daerah yang nyaris “langganan” tipikor (antaralain Riau).
Merespons kekhawatiran daerah, presiden meminta agar tidak terjadi “kriminalisasi” kebijakan di daerah. Pada tataran internal audit keuangan juga diperlukan re-orientasi. Tak cukup hanya oleh pemeriksa internal. Melainkan juga prosedur kenegaraan (oleh BPK, Badan Pemeriksa Keuangan). Temuan BPK tidak serta-merta dianggap sebagai tindakan kriminal. Melainkan kesalahan administrasi yang harus diperbaiki.
Sudah banyak pejabat eselon II-B maupun eselon III, menolak menjadi pimpinan proyek. Khawatir masuk penjara. Karena itu diharapkan, pemerintah pusat memberikan pendampingan. Khususnya oleh Kejaksaan Agung.  Pendampingan dilakukan sejak awal, mulai tahap lelang hingga eksekusi (pembayaran). Sehingga yang berniat korupsi pasti akan cepat diketahui, sejak dini.
Tetapi disiplin anggaran, bukan hanya berkait dengan ancaman tipikor (tindak pidana korupsi). Melainkan pendapatan negara berkurang, meleset dari perkiraan APBN. Bisa menyusut lebih dari Rp 200 trilyun. Itu menjadi pekerjaan pemerintah, pintar-pintar berhemat. Antaralain, mengurangi belanja seluruh Kementerian dan  Lembaga Negara, sampai Rp 133 trilyun. Sekitar Rp 70 trilyun sisanya, akan menjadi beban pagu defisit anggaran.
Sebenarnya, penurunan pendapatan negara telah di-antisipasi melalui perubahan APBN (APBN-P) 2016. Belanja Negara turun tipis sekitar 0,6%. Begitu pula pendapatan diturunkan 0,48%. Konsekuensinya defisit bertambah menjadi Rp 296,723 triliun. Men-disiplin-kan anggaran, niscaya bermakna penghematan. Namun yang utama, adalah visi pelaksana anggaran, dan membangun pemerintahan bersih (bebas KKN).

                                                                                                    —————– *** ——————

Rate this article!
Tags: