Menag Tetap Tolak Pencairan Dana Wakaf

Sidoarjo, Bhirawa
Usaha keras Pansus Lumpur Lapindo menemui jalan terjal setelah Menteri Agama belum menyetujui pencairan dana wakaf senilai lebih Rp60 miliar. Dana wakaf itu sebagai ganti bangunan masjid dan mushola di luar peta terdampak lumpur.
Kewajiban Nadhir (pengelola wakaf) untuk mendapatkan lahan pengganti sebelum menerima dana dari pemerintah sebagai hambatan besar. Sebab dari sekitar 53 masjid itu tidak satupun sanggup membeli lahan pengganti dengan uangnya sendiri. Kemampuan membeli tanah setelah menunggu pencairan dari pemerintah. Pemeringah juga tidak berani gegabah sebelum payung hukumnya jelas, yakni membeli lahan pengganti dulu baru dikeluarkan uang penggantinya.
Rupanya dua kutub antara kepentingan pemerintah dengan Pansus DPRD Sidoarjo ini tidak menemui titik temu. Ketua Pansus, Mahmud, mengingatkan, bahwa pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) sudah turun tahun 2014 yakni pemerintah segera membayarkan uang wakaf. ”Uangnya sudah dialokasikan, perlu deskresi (terobosan) Menteri Agama untuk menyetujui pencairan uang,” ujarnya.
Tidak ada jalan lain selain perlu terobosan Menteri Agama. Sesuai UU memang diatur tempat ibadah yang terkena bencana ini akan diberi pengganti dengan ketentuan pengelolah masjid harus mendapatkan lahan pengganti dulu. ”Kalau menjalankan aturan seperti ini, mana ada nadhir yang mampu membeli tanah dulu dengan uangnya sendiri. Tanah di Sidoarjo sudah sangat mahal,” terangnya.
Wakil Ketua Pansus, Dhamron Chudlori menegaskan, para nadhir sudah sepakat akan menunjuk dua nadhir sebagai penerima uang pengganti tempat ibadah senilai lebih Rp60 miliar. Diyakini bahwa keputusan menunjuk dua orang itu tidak akan menimbulkan masalah. ”Mana ada nadhir yang macam-macam dengan uang itu, justru nadhir akan menjaga dan mewujudkan bangunan masjid sesuai dengan nilai bantuan itu,” terangnya.
Namun anggota dewan lain, mengaku pesimis dengan upaya Pansus. Sudah dari dulu Pansus mengupayakan Menteri Agama menyetujui pencairan dana itu. Sebab tidak mungkin menteri berani melakukan perbuatan gegabah karena akan mudah terseret pidana. Sudah jelas aturan bahwa nadhir harus lebih dulu mendapatkan tanah pengganti, baru setelah itu dibayar. Aturan ini bila ditabrak pasti akan bermasalah hukum.
Mungkin saja saat ini Menteri Agama akan aman-aman, saja. Tetapi setelah tidak menjabat dikuatirkan akan menyeret dirinya ke kubangan hukum. Seperti yang dilakukan mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan dalam mobil listrik. Dulu Dahlan Iskan juga aman saja ketika presidennya masih dijabat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tetapi berganti rezim, masalah itu baru muncul. Hingga sekarang Dahlan menjadi pesakitan di kejaksaan. [hds]

Tags: