Menakar Kebijakan Paket Ekonomi Presiden

Nur Qomara, S.Ag-1Oleh :
Nur Qomar
Aktif sebagai jurnalis di Ibu Kota dan pendidik, tinggal di Lamongan

Paket ekonomi yang di keluarkan presiden masih menjadi pro kontra,dalam tayangan tv pakar ekonomi dan staf menteri keuangan Indonesia beradu argument.Opini-opini public pun terbentuk dengan paket kebijakan ekonomi ini, pemerintahan terlihat sangat tidak kompak dalam pengatasan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang semakin melemah.
Pemerintah terlihat salah langkah karena kebijakanya dulu menaikkan BBM padahal BBM adalah pendongkrak bagaimana kebutuhan masyarakat menjadi meningkat.Menurut pakar ekonom yang berada dalam siaran tv 11 september 2015 lalu menyebutkan bahwa pemerintah selalu menyalahkan factor eksternal.
Opini publik yang terbentuk akan membahayakan pemerintahan karena di kawatirkan public menjadi tidak percaya kepada pemerintah,Sehingga lebih baik di gelar sebuah diskusi antara pemerintah dan para pakar ekonom agar dapat jalan keluar untuk masalah ini. Karena mereka menunggu paket kebijakan pemerintah yang mampu melakukan perubahan trend yang selama ini menurun dan lambat menjadi trend positif dan lebih cepat.
Dan setelah ditunggu berbulan-bulan, akhirnya pada tanggal 9 September 2015, Presiden Jokowi didampingi oleh Menko Perekonomian dan sejumlah Anggota Kabinet Kerja, melalui televisi nasional mengumumkan sebuah Paket Kebijakan Ekonomi. Yang intinya Presiden mengatakan paket ini berisi 3 langkah. Pertama, mendorong daya saingindustri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, penegakan hukum dan kepastian berusaha.
Ada 89 peraturan yg akan dirubah dari 154 yang masuk ke tim sehingga dapat menghilangkan duplikasi, memangkas peraturan yang tidak relevan atau menghambat daya saing. Untuk itu sedang disiapkan 17 rancangan PP, 11 rancangan Perpres, 2 rancangan Inpres, 63 rancangan peraturan BI, dan 5 aturan lain. Selain itu akan dilakukan percepatan penyederhanaan perijinan dan prosedur perijinan, kualitas pelayananberbasis sistem elektronik. Paket deregulasi diharapkan selesai pada bulan September-Oktober.
Kedua, mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan hambatan dan sumbatan dalam perijinan, penyelesaian tata ruang dan penyediaan lahan, dan mempercepat pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan memperkuat peran pemda dalam penyelesian proyek strategis dimaksud.
Ketiga, meningkatkan investasi di bidang properti, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Semua paket ini dimaksudkan untuk meningkatkan fondasi sektor riil, memperkuat daya saing industri nasional, mengembangkan koperasi dan UMKM, memperlancar perdagangan antar daerah, menggairahkan pariwisata, meningkatkan penghasilan nelayan dan mengurangi beban biaya operasi nelayan dengan konversi BBM ke elpiji.
Jadi, kebijakan ekonomi yang dibutuhkan tidak hanya kebijakan yang memberi dampak pada jangka menengah dan panjang, tetapi justru lebih urgent adalah kebijakan ekonomi yang berdampak segera/ instan untuk menahan atau bahkan merubah trend penurunan indikator ekonomi.
Tentu kita bersyukur karena Presiden Jokowi telah mencanangkan program Trisakti-Nawacita untuk 5 tahun ke depan, pada akhir tahun 2014 lalu, dan sebagian telah tampak berhasil dimulai pelaksanaannya, seperti pelayanan perijinan satu atap dan pembangunan sejumlah infrastruktur jalan tol, LRT, waduk, dsb.
Tetapi semua ini diakui sebagai program yang dampaknya jangka menengah dan panjang. Oleh karenanya, penulis pelajari bahwa paket kebijakan ekonomi yang baru saja disampaikan oleh pemerintah, masih lebih banyak berdampak jangka menengah dan panjang. Artinya percepatan pelaksanaan program Nawacita saja. Padahal yang dibutuhkan pasar adalah paket kebijakan yang fokus menahan pelemahan kurs dan kenaikan harga-harga atau inflasi, dan menjaga daya saing dunia usaha dan daya beli masyarakat.
Peluncuran paket kebijakan ekonomi, untuk merespons perekonomian nasional yang lesu. Paket itu terkait dengan deregulasi, yakni revisi terhadap 89 peraturan (dari 154 peraturan yang ada), melonggarkan syarat membuka rekening dolar AS bagi warga asing di Indonesia, juga pemberiaan insentif kepada usaha sektor pariwisata.
Banyak pihak menyambut positif paket itu, meski tetap saja ada yang mengatakan bahwa paket tersebut belum tentu efektif. Untuk menarik investor, misalnya, pemerintah mempermudah perizinan investasi sebagaimana sering dikemukakan oleh Presiden Jokowi. Dalam hal mempermudah pengurusan izin investasi, sesungguhnya tidak semata soal syarat administratif, tetapi juga terkait dengan kesiapan personel pelayanan.
Kita tahu, pengurusan perizinan selalu melibatkan personel lintas instansi. Banyak pengusaha mengeluh, kurangnya koordinasi dan tiadanya standar pelayanan yang sama antara satu instansi dan instansi lainnya kerap menjadi kendala. Selain faktor perizinan, ada faktor lain yang juga perlu serius ditangani. Sebut, misalnya, soal kepastian hukum dan keprofesionalan birokrasi. Masing sangat hangat kasus investasi pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan investor dari Jepang dan Tiongkok, tiba-tiba Presiden Jokowi mengatakan proyek tersebut dibatalkan.
Sangat mungkin terjadi tarik-menarik yang alot dan seru antara investor dari Tiongkok dan dari Jepang dalam proyek tersebut. Kalau itu yang terjadi tentu pemerintah Indonesia harus bisa menengahi agar proyek bisa segera berjalan. Tapi, tentang pembatalan itu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa proyek tersebut dibatalkan karena akan memprioritaskan proyek kereta cepat jarak jauh, Jakarta-Surabaya, misalnya.
Jadi, bisa saja paket yang diluncurkan pemerintah kali ini sangat menarik secara teori. Persoalannya ada pada pelaksanaannya. Belum lagi ketika investor sudah oke, masih ada persoalan lain tentang pembebasan lahan untuk infrastukturnya, bukan tidak mungkin juga akan menghadapi sejumlah kendala yang perlu ada kebijakan untuk mengatasinya.
Itu soal investasi. Kebijakan lain tentang pelonggaran aturan orang asing membuka rekening dolar sampai senilai US$50 ribu, secara terori juga bagus. Untuk apa? Untuk menambah jumlah dolar di perbankan nasional.
Pertanyaannya, apa iya orang asing membutuhkan kemudahan itu? Apa keuntungan mereka membuka rekening dolar di bank-bank Indonesia? Apalagi, selama ini bisa jadi mereka menggunakan kartu ATM dalam bertransaksi. Kecuali, misalnya, dalam upaya menarik simpanan dolar AS bagi orang asing itu disertai iming-iming pajak yang lebih rendah, atau iming-iming lainnya.
Dengan begitu, persoalannya tak berhenti pada kebijakan di atas kertas. Koordinasi lintas instansi, keprofesionalan birokrasi, pemberian intensif lain bagi investor dan pelaksanaan di lapangan adalah tantangan berikutnya yang harus menjadi perhatian pemerintah. Kalau hal-hal seperti itu tidak juga diatasi, paket sebaik apa pun akan sia-sia. Mudah-mudahan tidak.

                                                                                                                   —————— *** —————–

Tags: