Menambah Geopark Dunia

Foto: ilustrasi gunung bromo

Ke-wisata-an nasional menambah area dalam “10 Bali Baru,” sebagai tujuan wisata global (dunia) melalui penilaian UNESCO. Geopark Maros di Sulawesi Selatan akan menjadi taman bumi ke-enam yang diakui sebagai warisan dunia. Taman-bumi alamiah (geopark) akan menjadi kekayaan alam yang bisa mendatangkan devisa. Sekaligus meningkatkan perekonomian kerakyatan tingkat lokal, dan pendapatan asli daerah (PAD).

Pemandangan alam yang asli dan asri masih menjadi andalan sektor pariwisata skala domestik dan global. Hanya diperlukan investasi kecil membangun sarana dan prasarana dasar. Antara lain, sarana jalan menuju area wisata. Serta pengelolaan, dan perlindungan lingkungan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Termasuk keberanian mendaftarkan geopark ke institusi global, IGGP (International Geoscience and Geopark Programme) yang dibawahkan UNESCO.

Negara-negara di seluruh dunia juga meng-utamakan wisata alam sebagai tambang devisa. Pantai dengan ombak landai, dan ombak besar dikelola sebagai sarana rekreasi. Begitu pula hutan kota, dan hutang lindung. Sampai air terjun di pedalaman juga dikelola sebagai wahana wisata lokal dan global. Sebagian ditambah pertunjukan festival seni berbasis kearifan lokal. Serta didukung penonjolan budaya (arsitektur moderen, kuna, dan primitif).

Berkah alam hujan tropis Indonesia telah memberikan nuansa alam indah dengan aneka ragam jenis pohon, rerumputan, aneka bunga, sampai hutan lebat. Juga keindahan di dasar laut dengan ke-anekaragam-an hayati. Geopark Maros, di Pangkajene kepulauan (Pangkep) Sulawesi Selatan, bagai miniatur komplet keindahan Indonesia.

Kawasan geopark Maros terbentang di Maros sampai kepulauan Spermonde. Luas kawasan karst mencapai 43 ribu hektar. Terhampar batuan purba yang menyimpan kekayaan geologi. Terdapat batu gamping, koral, gamping bioklastik, dan kalkarenit, berdiri bagai benteng yang kokoh. Banyak gua. Serta jejak kehidupan manusia pra-sejarah yang hidup di gua Sumpangbita, dengan tanca cap tangan. Beragam kupu-kupu dalam berbagai ukuran berada di sekitar air terjun, melengkapi keindahan tempat wisata.

Geopark Maros berada di Taman Nasional Bantimurung – Bulusaraung, sebenarnya telah dibangun sebagai lokasi wisata. Seorang antropolog sekaligus ahli biologi kesohor Britania Raya, Alfred Russel Wallace, menghabiskan sebagian hidupnya di Bantimurung. Wallace, sejak pertengahan abad ke-19, menyatakan kawasan Taman Nasional Bantimurung sebagai “The Kingdom of Butterfly,” kerajaan kupu-kupu. Ada yang berukuran raksasa (21 inchi).

Beberapa jenis kupu-kupu unik hanya ditemukan di Bantimurung, tidak terdapat di belahan dunia yang lain. Diantaranya, Troides Helena Linne, Troides Hypolitus Cramer, dan Troides Haliphron Boisduval. Wallace berhasil menjadi ahli biologi asal-usul hewan, bersahabat karib dengan Charles Darwin Evolusi. Alfred Russel Wallace menyelesaikan penulisan teorinya tentang fauna (hewan). Dikenal sebagai “garis Wallace,” ditulis di Bantimurung, Maros.

Sejak tahun 2004 kawasan Bantimurung – Bulusaraung, ditetapkan sebagai Taman Nasional. Sekaligus kawasan penelitian geo-science, dan cagar budaya. Tetapi belum didukung prasarana akomodasi memadai. Juga masih diperlukan advokasi dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Terutama ekspose budaya etnis (seni tari dan musik khas Maros). Serta diperlukan penunjuk jalan, dari pusat kota kabupaten Maros, dan Makasar.

Sebelum Maros, terdapat Kaldera Toba, ditetapkan UNESCO sebagai Global Geopark pada sidang di Lombok, awal September 2019. Taman-bumi kelas dunia lainnya yang terdapat di Indonesia, adalah kawasan gunung Batur (Bali), Cileteuh (Sukabumi, Jawa Barat), Gunung Sewu (perbatasan Pacitan, Jawa Timur, dengan Wonogiri di Jawa Tengah), dan kawasan Rinjani (Lombok, Nusa Tenggara Barat).

Indonesia menyokong dunia dengan enam geopark, dan taman nasional yang belum diseleksi UNESCO. Geopark sekaligus sebagai biosfer yang “mendinginkan” atmosfir bumi.

——— 000 ———

Rate this article!
Menambah Geopark Dunia,5 / 5 ( 1votes )
Tags: