Menandai Jalan Rusak

Jalan Rusak (1)Sudah sangat banyak korban kecelakaan lalulintas (lakalantas), disebabkan jalan yang rusak. Indonesia masih menempati urutan teratas dalam jumlah lakalantas. Kecenderungan lakalantas menunjukkan meningkat selama tiga tahun terakhir. Antaralain disebabkan kondisi jalan yang buruk (bergelombang) dan tidak dilengkapi penerangan jalan umum (PJU). Bisakah lakalantas dikurangi melalui kampanye gerakan nasional keselamatan di jalan?
Untuk itu dibutuhkan upaya lebih sistemik dan masif. Bukan hanya (terutama) penegakan disiplin lalulintas. Melainkan juga kepatuhan penyelenggara jalan (pemerintah dan swasta pengelola jalan tol). Angka kecelakaan di Jawa Timur juga masih tergolong sangat tinggi, bahkan terus meningkat. Pada tahun 2012, angka lakalantas naik tajam 9.956 kasus atau 88,1%. Jumlah kecelakaan meningkat dari 11.295 kasus pada tahun 2011 menjadi 21.251 kasus pada tahun 2012.
Masih ingat lakalantas maut yang merenggut 31 korban jiwa di Mojokerto? Tragedi itu terjadi di jalan bypass Mojokerto km 52, (Senin, 12 September 2011). Kondisi jalan nasional (tanggungjawab negara, pemerintah pusat) itu tidak dilengkapi PJU dan rambu patok tikung. Padahal terdapat dua tikungan berbahaya, dengan kondisi jalan miring. Lebih lagi saat itu, lebar jalan kurang dari 4 meter! Pada arteri nasional, lebar jalan yang memadai (terutama di tikungan) dibuat lebih dibanding jalan lurus.
Selain jalan sempit, masih banyak kondisi jalan di Jawa Timur tergolong tidak laik. Kondisi jalan baik 1.598,203 kilometer (80%), sisanya berupa jalan rusak ringan 13,4%, dan rusak berat 6,6%. Sedangkan jembatan yang baik 13.442 meter. Meski dalam kondisi baik, namun beberapa jembatan memerlukan audit (konstruksi) rutin. Terutama jembatan penghubung antar-kota di akwasan rawan longsor. Pada bulan Juli (2014) lalu, jembatan Caluk di Pacitan patah, karena “kaki” jembatan terbawa arus air.
Tiada hari tanpa tanpa tambal-tambal jalan. Begitu komitmen yang dijadikan sebagai jargon Pemprop yang dibawahkan oleh (KarSa), Pakde Karwo dan Gus Ipul. Memang benar telah dilaksanakan, sejak Maret tahun 2009. Namun hingga kini tak kurang dari 350-an kilometer jalan nasional yang mengalami rusak berat. Jalan yang rusak berat tersebar sejak dari ujung tapal kuda (Banyuwangi hingga Pasuruan), jalur pantura (Surabaya hingga Tuban), serta jalur tengah (Krian sampai Mantingan  di Ngawi).
Karena itu pemerintah propinsi (bersama DPRD) Jawa Timur, seyogianya mendesak pemerintah pusat (Kementerian PU), agar lebih memperhatikan kondisi jalan di Jawa Timur. Namun yang paling dilupakan oleh pemerintah, adalah pemasangan data leger jalan.  Data ini meliputi identitas, kondisi, lalaulintas harian rata-rata, serta data geometrik.
Publikasi dan transparansi data ini akan membuat partisipasi dan kontrol masyarakat semakin meningkat. Banyaknya ruas jalan yang rusak di Jawa Timur, bahkan menjadi olok-olok pelaku perjalanan trans-Jawa. Yakni, manakala terasa perjalanan tidak nyaman, karena jalan bergelombang dan berlubang, pertanda sudah masuk Jawa Timur.
Sudah banyak aksi protes masyarakat terhadap jalan rusak (bergelombang dan berlubang). Sampai menanam pohon pisang dan meletakkan meja di lokasi jalan berlubang. Polisi, juga tidak ketinggalan memberi tanda jalan rusak (cara lebih santun) dengan mengecat bentuk silang. Seperti dilakukan Unit Lantas Polres Lamongan, agar pengendara lebih waspada. Ini dalam rangka memenuhi amanat UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, pasal 24 ayat (2).
Berbagai pihak seolah-olah baru “tersadar” bahwa keselamatan lalulintas jalan raya merupakan tanggungjawab pemerintah. Hal itu terpicu oleh “tragedi Sophan Sopiaan” yang meninggal karena kecelakaan di Ngawi, 17 Mei 2008. Sutradara dan aktor terkenal itu geblegong jalan berlubang  yang membantingnya tersungkur ke aspal.

                                                                                                              ———   000   ———

Rate this article!
Menandai Jalan Rusak,5 / 5 ( 1votes )
Tags: