Menangani Pengangguran di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh :
Rizki Dwiputri
Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang 

Hingga saat ini pengangguran masih menjadi masalah besar bagi bangsa Indonesia. Dan sangat di sayangkan sebagian besar dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah lulusan sarjana. Kondisi tersebut sangat di khawatirkan mengingat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan semakan sulit dan ketat dengan datangnya Revolusi Industri 4.0.
Selain bersaing dengan mesin berbasis teknologi canggih, sekitar 630.000 sarjana pengangguran tersebut harus beradu kompetensi dan keahlian tertentu yang mereka miliki dengan para pekerja asing yang datang dari terbukanya pasar bebas. Perguruan tinggi sebagai lembaga pencetak sumber daya manusia yang unggul sangat di harapkan mampu member kontribusi besar terhadap upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Dalam hal ini tentunya pemerintah tidak tinggal diam. Menristekdikti Mohamad Nasir menuturkan, bahwa perguruan tinggi dan para mahasiswa harus bisa beradaptasi dengan dirupsi teknologi jika ingin bertahan dalam persaingan. Menurut beliau, jumlah sarjana yang lulus setiap tahun tak sebanding dengan serapan tenaga kerja. Lapangan pekerjaan yang terbatas membuat persaingan semakin ketat.
Pemerintah terus berupaya memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan produktivitas merupakan agenda utama pemerintah kedepan dalam membuat kebijakan. Mohamad Nasir mengatakan, saat ini kita sudah memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu era dirupsi teknologi, era berbasis cyber physical sistem. Ini merupakan tantangan baru yang di hadapi pleh Negara-negara di ASEAN untuk mempersiapkan SDM-nya.
Penyebab sulitnya sarjana menembus dunia kerja karena relevansi antara mutu perguruan tinggi dan kebutuhan dunia industry masih rendah. Kemenristekdikti mendata, tahun lalu jumlah tenaga kerja lulusan perguruan tinggi hanya sebesar 17,5%. Persentase tersebut jauh lebih kecil ketimbang tenaga kerja lulusan SMK/SMA yang mencapai 82%, sedangkan lulusan SD mencapai 60%.
Pemetaan serapan tenaga kerja tersebut hamper tak akan berubah setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti mengatakan, bahwa saat ini lulusan perguruan tinggi menyumbang pengangguran yang menjadi beban Negara. Ia menjelaskan, relevansi lulusan perguruan tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja menjadi faktor penting dalam upaya mencegah sarjana menganggur.
Dalam data terakhir yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu pada bulan agustus 2017, jumlah pengangguran terbuka mencapai 5,50% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta penduduk yang di antaranya merupakan pengangguran terdidik dengan persentase sekitar 12,6% untuk tingkat lulusan universitas. Hal ini dapat di simpulkan bahwa dari tahun ke tahun terdapat peningkatan jumlah pengangguran terdidik yang menjadi permasalahan yang tidak bisa di pandang sebelah mata.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, upaya dan kebijakan nyata dari pemerintah sangat di harapkan untuk menurunkan angka pengangguran terdidik. Beberapa kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran di antaranya adalah
1. Pengembangan Informasi Pasar Kerja (Labor Market Information)
Kebijakan dalam membangun sistem informasi lapangan kerja di nilai cukup efektif untuk menanggulangi pesatnya pertumbuhan tenaga kerja terdidik. Pemerintah bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membangun sistem informasi pasar kerja karena di latarbelakangi oleh minimya akses informasi lowongan kerja bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja tersebut hingga kini belum mendapatkan pekerjaan. Dengan adanya informasi tersebut di harapkan para pencari kerja mendapatkan akses lowongan kerja dengan cepat.
2. Reformasi Pelatihan Kerja (Training Reforms)
Reformasi pelatihan kerja merupakan sebuah kebijakan yang mereformasikan sistem pelatihan kerja yang sudah ada dengaan lebih baik dan lebih inovatif. Reformasi tersebut merupakan sebuah bentuk pembaharuan dari metode pelatihan yang ada di Balai Latihan Kerja sebelumnya. Dengan adanya reformasi sistem, Balai Latihan Kerja di perkuat peran dan fungsinya agar dapat menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas. Terobosan yang di gagas adalah Revitalisasi, Rebranding, dan Reorientasi BLK (3R). program tersebut tidak hanya mampu menciptakan tenaga kerja yang handal, tetapi juga fokus sesuai dengan kebutuhan industry. Selain diberikan pengetahuan akan skill dalam bekerja, mereka juga di bekali dengan pengetahuan manajemen pemasaran dan pengetahuan seputar perilaku organisasi serta hubungan perindustrian. Jadi di harapkan tenaga kerja mampu meningkatkan kemampuannya agar dapat bersaing di dunia kerja dan juga tersertifikasi dengan baik sehingga cepat di serap industri.
Peran universitas juga sangat di harapkan untuk mengatasi masalah pengangguran. Universitas seharusnya mampu memotivasi para sarjananya untuk menjadi young entrepreneurs agar setelah lulus para sarjana tidak bergantung pada lapangan pekerjaan yang di sediakan oleh pemerintah karena mengingat semakin ketatnya persaingan di dunia kerja. Dosen merupakan pilar utama dalam pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi. Nilai-nilai kewirausahaan dapat di berikan kepada para mahasiswa melalui berbagai aktivitas belajar mengajar. Dosen mempunyai potensi untuk membangkitkan dan mengembangkan wirausaha di berbagai aktivitas penelitian sehingga dapat membangkitkan usaha melalui pengembangan hasil penelitian, pemanfaatan laboratorium dan workshop, pemanfaatan laboratorium lapangan dll. Sehingga hasilnya dapat di implementasikan dalam bentuk pengabdian masyarakat. Dengan demikian akan berkembang wirausaha-wirausaha dari perguruan tinggi berbasis iptek.
Pemerintah melalui Ditjen Belmawa, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mempunyai program untuk mengadakan pelatihan bagi para dosen sehingga siap menjadi pendamping wirausaha mahasiswa. Setelah mengikuti program ini di harapkan akan meningkatkan kemampuan dosen tentang pengetahuan dan pemahaman kewirausahaan serta mampu mengisi dan mengembangkan program-program kewirausahaan.

——— *** ———-

Tags: