Menangkap Pesan Pertunjukan Teater Berjudul ‘Aktivzm’

Adegan pertikaian antara pemilik warung dengan tukang tagih hutang dengan setting panggung warung kopi. [gegeh bagus setiadi]

Aktivis Tidak Selalu Benar dan Pemerintah Tidak Selalu Salah
Kota Surabaya, Bhirawa
Dulu, menonton pertunjukan teater atau seni budaya hanya monopoli sebagian kalangan tertentu. Kesan berat, mahal, dan perlu usaha ekstra demi memahami cerita, membuat orang berpikir-pikir untuk datang menonton seni pertunjukan. Namun, hal tersebut terbantahkan oleh Totenk M.T Rusmawan. Sutradara dalam pementasan Drama Seni untuk Negeri III berjudul ‘Aktivzm’ ini berhasil menggugah kawula muda.
Seperti pada malam-malam biasanya, di Jalan Genteng Kali Surabaya, terdengar kebisingan knalpot kendaraan bermotor. Juga ramai pemuda nongkrong di trotoar. Di balik itu, di Gedung kesenian Cak Durasim terpancar lampu berbagai warna di antara kain hitam. Lantunan suara musik pun terdengar menandakan ada kehidupan di gedung pertunjukan itu.
Ratusan pasang mata di tempat itu tertuju pada satu sudut. Ya, pertunjukan teater. Penonton seakan terhipnotis. Tak banyak yang memalingkan wajah, pertanda tak ingin melewatkan hiburan berkualitas tersebut. Ada sebanyak 26 aktor yang usianya masih di bawah 25 tahun. Dengan durasi waktu 50 menit dengan 11 scene membuat penonton melek akan kampanye menjunjung tinggi moralitas.
Totenk menegaskan bahwa lahirnya sebuah gagasan dan ide yang dikemas dalam sebuah naskah berjudul ‘Aktivzm’ muncul ketika perkembangan dunia aktivisme d Indonesia mengalami stagnansi. Fakta tersebut berangkat dari banyaknya aktivis yang menjual idealismenya kepada para penguasa. “Nah, naskah ini menceritakan dunia pergerakan yang dimulai dari lahirnya Negara Indonesia. Bagaimana tonggak sejarah Indonesia,” katanya.
Pria kelahiran Bandung ini menjelaskan, kekuatan naskah tersebut bukan hanya ujung demokrasi. Melainkan menawarkan pengabdian tentang kebenaran. Bahwasannya, banyak logika berpikir masyarakat yang terbalik ketika melihat sebuah peristiwa. “Nah, hal inilah yang secara kecenderungannya melahirkan sifat-sifat otoriter,” imbuh Totenk.
Selama lebih kurang tiga tahun, Totenk menjadi anggota dari Bengkel WS Rendra ini mengutarakan naskah yang dibuatnya atas kerisauan dengan perkembangan situasi dari pergerakan dunia aktivis itu sendiri. Saat ini yang terjadi justru banyak aktivis yang sudah tidak punya hati nurani.
“Karena kebanyakan diantara mereka sudah tertumpangi dengan berbagai kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Di sisi lain banyak juga kehidupan para aktivis yang masih mempertahankan idealismenya justru jatuh dan hidupnya sengsara,” ujarnya.
Proses panjang yang dilalui bersama Sanggar Lidi Surabaya untuk menggarapnya sejak Agustus 2017 lalu. Oleh karenanya, pertunjukan teater kali ini untuk menjawab bahwa seni teater tidaklah main-main. “Makanya ini adalah suatu pencapaian perbaikan secara personal. Dan teater menawarkan itu,” tambah pria berambut panjang ini.
Dengan seting panggung warung kopi, kursi dengan kedudukan paling atas dan kantor Staf Kepresidenan membuat pentas teater beraliran drama realis kian terlihat jelas. Bahkan, Totenk juga mendalaminya melalui pendekatan-pendekatan dengan elit politik. Risetnya pun berlangsung hampir tiga tahun lamanya.
“Seni yang saya pahami tidak yang sebebas-bebasnya. Bahwa, Rendra (alm WS Rendra, red) ibu didalam seni adalah teater. Menjadikan seorang ibu yang baik maka akan menjadikan anak-anaknya juga baik,” kenangnya waktu itu.
“Dialog intim tentang sebuah idealisme, dari tiga sudut pandang lapisan masyarakat yang dipadukan dengan koreogra-koreogra yang menyimbolkan sejarah pergerakan dan rentan waktu sebagai jembatan pengadeganan dalam sebuah pertunjukan yang utuh,” tambahnya. Sementara, Pimpinan Produksi, Satrio Nugroho menyakinkan kepada penonton bahwa lewat pertunjukan kali ini aktivis tidak selalu benar dan pemerintah tidak selalu salah. “Kami menampilkan hal-hal aktual dan sensitif. Pementasan ini membuktikan teater di Surabaya tidak mati suri,” tegasnya.
Salah satu aktor, Iqbal ‘Corong’ dari Teater Lingkar Surabaya mengaku berproses bersama Sanggar Lidi Surabaya merupakan hal baru baginya. Banyak manfaat yang dapat dipetik selama didaulat menjadi aktor di naskah ‘Aktivzm’ ini. “Mulai dari bagaimana menjadi aktor yang baik dalam memerankan karakter seesuai kebutuhan naskah, hingga mendapatkan keluarga baru,” ungkapnya. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: