Menantang Freeport

Syaprin Zahidi

Oleh :
M. Syaprin Zahidi, MA
Dosen Pada Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

Relasi antara Indonesia dan  PT Freeport bisa dikatakan menjadi satu relasi yang cukup panjang karena dalam sejarah Republik ini, PT Freeport merupakan perusahaan asing pertama yang menandatangani kerjasama pertambangan dengan pemerintah Indonesia yang dikenal dengan Kontrak Karya (KK) tepatnya pada tahun 1967 berdasarkan UU Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan pertambangan. Kontrak Karya yang diteken pada masa-masa awal pemerintahan Soeharto itu berisi pemberian izin eksklusif kepada PT Freeport untuk melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah pertambangan Ertsberg dengan luas wilayah 10 km persegi. Pasca pemberian izin tersebut Pemerintah Indonesia kembali memberikan izin eksplorasi tambahan kepada PT Freeport di atas wilayah seluas 61.000 hektar.
Pada tahun 1991, PT Freeport kembali menandatangani Kontrak Karya baru dengan Pemerintah Indonesia yang berlaku selama 30 tahun dengan dua kali perpanjangan 10 tahun yang artinya Kontrak Karya Freeport diIndonesia baru akan berakhir pada tahun 2041. Namun, Freeport paling lambat sudah harus mengajukan izin perpanjangan kontrak karya pada tahun 2019 karena pada tahun 2021 Kontrak Karyanya sebelum dua kali perpanjangan 10 tahun tersebut akan habis masa berlakunya. Menyiasati hal tersebut Pemerintah Indonesia pada tahun 2009  mengeluarkan UU No. 4/2009 mengenai pertambangan mineral dan batubara yang mewajibkan seluruh perusahaan tambang di Indonesia untuk mengubah jenis konrak usaha ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan menyepakati poin-poin renegoisasi.
Perubahan Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) inilah yang menjadi keberatan PT Freeport. Hal tersebut karena ada perbedaan yang sangat spesifik dari dua jenis bentuk kerjasama ini dimana dalam Kontrak Karya Posisi Freeport setara dengan Pemerintah Indonesia sedangkan dalam IUPK posisi Freeport berada di bawah pemerintah Indonesia dan posisi dari Pemerintah Indonesia adalah pemberi izin dan juga dapat mencabut izin usaha Freeport apabila tidak memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Menurut Penulis menjadi hal yang sangat wajar jika Freeport keberatan karena keleluasaannya selama ini dalam mengolah hasil tambang di Papua menjadi terusik dengan adanya IUPK tersebut sebagaimana di ungkapkan oleh  CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah berlaku sepihak dalam menerbitkan aturan IUPK yang berdasarkan pada peraturan pemerintah nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017). Berkaitan dengan hal itu maka Freeport berencana menempuh arbitrase internasional jika pemerintah Indonesia tetap memaksakan aturan tersebut.
Berkaitan dengan rencana Freeport itu, Penulis berpendapat bahwa posisi pemerintah Indonesia saat ini merupakan posisi yang sudah benar dan tidak perlu terlalu menghiraukan pressure-pressure yang ditunjukkan oleh Freeport dengan kemungkinan membawa kasus ini pada arbitrase internasional. Alasannya sudah sangat jelas karena UU No 4/2009 merupakan Undang-undang tertinggi dalam konteks pertambangan dan Pemerintah mendasarkan kebijakannya pada Undang-Undang tersebut. walaupun mungkin jika tidak ada kata sepakat maka ancaman Freeport untuk membawa kasus ini ke arbitrase internasional menjadi nyata maka Indonesia menurut penulis tetap berada pada posisi yang kuat.
Sebagaimana dijabarkan oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto yang mendukung kebijakan Penerapan IUPK oleh Pemerintah Indonesia terhadap seluruh usaha pertambangan termasuk Freeport. Ia mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu takut dalam menghadapi ancaman Freeport yang berniat menggugat Pemerintah Indonesia melalui arbitrase internasional karena menurutnya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia telah berdasarkan pada aturan yang berlaku di Indonesia. Ia menyebutkan jika Freeport ingin mengekspor konsentrat maka harus melalui Peraturan Menteri yang khusus berkaitan dengan itu.
Agus juga meyakini bahwa Indonesia akan menang jika berperkara di arbitrase internasional karena Kontrak Karya merupakan bagian dari Undang-undang dan Ia menyebutkan bahwa setiap tindakan Freeport tentunya tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Senada dengan Agus Wakil Ketua DPR lainnya yaitu Fadli Zon juga mengatakan bahwa dalam menjalankan kemitraan dengan pihak lain maka Pemerintah Indonesia harus mendasarkan setiap tindakannya dengan Undang-undang, begitu juga halnya pada hubungan Indonesia dengan PT Freeport.   Fadli Zon juga menyatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah berada pada posisi yang benar dalam menekan Freeport agar segera mematuhi ketentuan IUPK dan Ia menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia jangan sampai tergerus kedaulatannya oleh ancaman Freeport.
Tindakan Pemerintah Indonesia ini mengingatkan penulis pada upaya-upaya yang dulu pernah dilakukan oleh negara-negara Amerika latin seperti Venezuela, Bolivia dan Kuba yang terlihat “getol” melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing di negaranya karena negara-negara tersebut merasa bahwa mereka telah di “akali” atau dengan kata lain dipermainkan oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut yang berpuluh-puluh tahun mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan Sumber Daya Alam mereka. Pemerintah Indonesia mungkin dalam konteks ini belum sampai pada tahap nasionalisasi karena memang pasca pemerintahan Soekarno dan sampai dengan di era Jokowi ini belum pernah ada nasionalisasi perusahaan asing yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
Namun, paling tidak dengan cara ini Pemerintah Indonesia sudah mulai menunjukkan “taji”nya dihadapan perusahaan-perusahaan multinasional yang ingin berinvestasi di Indonesia bahwa mereka semua harus taat pada hukum yang ada di Indonesia. Trend ini menurut penulis juga cukup bagus dan sangat efektif untuk menekan berbagai macam praktik koruptif di negara kita karena suka atau tidak suka di beberapa rezim pemerintahan sebelumnya masih ada praktik koruptif yang melibatkan pejabat negara ini dengan perusahaan-perusahaan asing di Indonesia.
Terakhir, Penulis berharap mudah-mudahan saja kebijakan Pemerintah Indonesia yang tegas pada semua perusahaan swasta baik asing maupun lokal tetap berlanjut dan tidak muncul penyakit lama dimana jika berganti rezim maka berganti kebijakan… Semoga.

                                                                                                             ——— *** ———-

Rate this article!
Menantang Freeport,7.50 / 5 ( 2votes )
Tags: