Menanti PLTSa Terbesar di Indonesia Beroperasi

Pembangunan fisik PLTSa Benowo sekarang sudah tuntas 100 persen. Saat ini proses pembangunannya memasuki tahap ujicoba.

Hasilkan Listrik 12 MW, Bisa Menerangi 5.885 Rumah dengan Daya 1.300 VA
Kota Surabaya, Bhirawa
Sampah menjadi masalah klasik setiap kota besar, termasuk Surabaya. Namun masalah itu akan segera terurai, sebab Surabaya kini memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo terbesar di Indonesia. Melalui proses gasifikasi, sampah yang melimpah akhirnya menjadi energi terbarukan yang menerangi Kota Pahlawan.
PLTSa yang berlokasi di kompleks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo ini diklaim yang terbesar di Indonesia. Dalam pembangunannya, PLTSa ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Sumber Organik, yang menggunakan teknologi gasifikasi power plant.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya, Anna Fajriatin, pembangunan fisik PLTSa Benowo sudah tuntas 100 persen. Saat ini memasuki proses pengujian mesin dan melakukan pengecekan apakah sistem itu sudah berjalan dengan baik atau tidak. Proses pengujian ini dilakukan oleh tim ahli yang didatangkan langsung dari China.
“Proses pengujian ini membutuhkan waktu cukup lama sekitar dua bulan lebih. Karena yang diuji coba bukan hanya satu mesin, tapi ada beberapa mesin. Begitu pula dengan uji coba jaringan-jaringannya yang cukup banyak. Dalam uji coba ini tim ahli masih belum menggunakan sampah, tapi menggunakan kayu,” kata Anna, saat dikonfirmasi, Rabu (17/2).
Selama uji coba ini, kata Anna, tim ahli tidak mengalami kendala. Begitu pula dengan mesin-mesin dan jaringan yang diuji coba tidak ada masalah. Jika uji coba ini lancar, ditarget akhir Februari 2021 ini proses uji coba rampung dan setelah itu PLTSa Benowo bisa beroperasi.
Jika PLTSa ini resmi beroperasi, maka sampah di Surabaya akan berkurang 1.000 ton per hari. Sementara produksi sampah di Kota Surabaya setiap harinya mencapai 1.500-1.600 ton. Dari proses gasifikasi 1.000 ton per hari itu, PLTSa Benowo akan menghasilkan tenaga listrik 12 megawatt (MW).
“Dari 12 megawatt itu, nantinya yang akan dijual kepada PLN sebanyak 9 megawatt. Sedangkan 2 megawatt lainnya dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan operasional dan sisa 1 megawatt menjadi redundant,” jelasnya.
Anna menceritakan, sebelum PLTSa Benowo ini berdiri, Pemkot Surabaya mengajukan dua syarat kepada perusahaan yang mengikuti lelang pengolahan sampah. Pertama; tentang kemampuan perusahaan memanfaatkan sampah menjadi energi terbarukan. Kedua; soal sanitasi yang baik.
Kedua syarat tersebut wajib dipenuhi perusahaan yang ikut lelang. Pada akhirnya, PT Sumber Organik yang menjadi pemenang lelang. Investor ini bekerjasama dengan Pemkot Surabaya dengan perjanjian Build Operate Transfer (BOT) selama 20 tahun, terhitung sejak 8 Agustus 2012.
Untuk penjualan tenaga listrik ke PLN tersebut, nilai nominalnya bisa mencapai Rp2 miliar per bulan. Namun hasil penjualan tersebut tidak masuk ke PAD (pendapatan asli daerah) Surabaya, tapi menjadi hak PT Sumber Organik. “Hasil penjualan tenaga listrik itu merupakan pendapatan sampingan yang diperoleh PT Sumber Organik. Jadi, tidak masuk PAD. Tapi pemkot tetap senang karena sampah dapat berkurang dan dimanfaatkan dengan baik,” ungkapnya.
Menurut Anna, selama ini di Surabaya sudah ada beberapa rumah kompos yang menghasilkan tenaga listrik. Diantaranya; Rumah Kompos Bratang mampu memproduksi sampah menjadi tenaga listrik sebesar 2 MW. Sementara Rumah Kompos Jambangan dapat memproduksi listrik 4 MW. Begitu pula yang berada di Rumah Kompos Wonorejo bisa menghasilkan tenaga listrik 4 MW.
Dalam waktu dekat, Pemkot Surabaya juga akan membangun TPS di kawasan Surabaya Timur yang berlandaskan pada 3R (reus, reduce, dan recycle). Letaknya, berada di sekitar Kantor Taman Rayon Timur, Jalan Tenggilis Tengah No 1 Surabaya. Saat ini lokasi tersebut digunakan sebagai rumah kompos. Di TPS tersebut juga akan dibangun PLTSa yang akan menghasilkan tenaga listrik 4 MW.
Pengolahan sampah menjadi tenaga listrik ini, kata Anna, sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan yang disahkan pada April 2018 lalu.
Anna mengatakan, pengolahan sampah menjadi tenaga listrik bukan sekadar demi mendatangkan keuntungan, namun untuk berinovasi agar lingkungan di Kota Pahlawan tetap terjaga. Bila pengelolaan sampah tidak dilakukan dengan baik, bakal berdampak buruk pada masyarakat. Sebab, sampah yang tak tertangani dengan benar dapat mengakibatkan banjir dan wabah penyakit.
Sementara itu, Koordinator Operasional TPA Benowo, Muhammad Ali Asyhar menuturkan, mengubah sampah menjadi tenaga listrik memang bukan perkara mudah. Namun PT Sumber Organik mampu mengolahnya dengan baik.
Ada beberapa teknik mengubah sampah menjadi tenaga listrik. Seperti menggunakan teknologi sanitary landfill. Prosesnya, sampah ditumpuk di satu lokasi, dipadatkan, lalu didiamkan. Gunungan sampah yang dipadatkan sebelumnya, dibentuk terasering agar pondasi tak longsor dan membahayakan pekerja. Tingginya juga tak boleh lebih dari 25 meter.
Sampah yang tertata rapi kemudian disemprot untuk meredam bau. Lalu ditutup menggunakan tiga jenis cover, yakni tanah, terpal, dan membran atau plastik hitam tebal. Perlahan, tumpukan sampah tersebut menghasilkan gas metan yang siap panen.
Kuantitas dan kualitas sampah tak stagnan, beberapa indikator menjadi faktor penentu. Di antaranya, kondisi musim dan jenis sampah. Beberapa jenis sampah juga butuh perlakuan khusus bergantung cuacanya. Hal itu untuk menjaga bakteri penghasil gas metan tetap terjaga dengan baik.
“Gas metan yang dipanen itu lalu dialirkan lewat pipa-pipa menuju mesin buatan produsen asal Austria. Dari situ, listrik dialirkan ke PLN lewat travo. Kami punya dua unit dan masing-masing mampu menghasilkan satu megawatt,” kata Ali.
Teknik lainnya adalah dengan sistem gasifikasi. PT Sumber Organik menerapkan sistem ini untuk menghasilkan pasokan listrik yang lebih besar. Selain itu, teknologi gasifikasi lebih ramah lingkungan dan memiliki proses produksi yang lebih efektif karena tak perlu menunggu waktu satu bulan untuk dapat memanen gas metan.
Caranya, sampah yang sudah terkumpul dibakar hingga menjadi arang. Kemudian arang dipanaskan mencapai suhu hingga 1.000 derajat celcius untuk mendidihkan air. Uap dari air mendidih tersebut lalu menggerakkan turbin penghasil tenaga listrik dengan kapasitas 12 MW.
“Pembangkit dengan sistem gasifikasi ini memang lebih mudah dan mengurangi sampah. Air yang digunakan berasal dari sungai Romo Kalisari. Sistem gasifikasi yang digunakan ini mirip dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU) yang memakai batubara,” tandasnya.
Sementara itu, Senior Manager General Affairs PLN Unit Induk Distribusi Jawa Timur Jatim, A Rasyid Naja, membenarkan jika PLN akan membeli tenaga listrik dari PLTSa Benowo. Bahkan antara PLN dan PT Sumber Organik selaku pengembag PLTSa telah melakukan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) sejak 1 Juli 2016 lalu.
“Sesuai dengan PJBL tersebut, PLN akan membeli tenaga listrik PLTSa Benowo sebesar 9 megawatt. Kapasitas 9 megawatt tersebut dapat digunakan sekitar 5.885 rumah tangga dengan daya 1.300 volt ampere (VA). Harapan kami proses pengujian pembangkit segera selesai, agar PLTSa Benowo bisa secepatnya dioperasikan,” ujar Rasyid.
Jika PLTSa Benowo ini beroperasi, lanjut Rasyid, nantinya tenaga listriknya tidak hanya digunakan di wilayah Surabaya saja tapi juga daerah lain. Mengingat titik transaksi PLTSa Benowo berada di Gardu Induk Altaprima di Kabupaten Gresik. “Pembangunan fisik jaringan dari PLTSa ke titik transaksi dibangun oleh PLTSa Benowo,” jelasnya.
Jika jual beli tenaga listrik dari PLTSa Benowo ke PLN terealisasi, kata Rasyid, ini merupakan kerjasama yang kedua kalinya. Sebab sebelumnya PLN sudah membeli tenaga listrik sebesar 1,65 MW dari PLTSa Benowo yang masih menggunakan teknologi sanitary landfill.
“Sebelum PLTSa Benowo dengan teknologi zero waste 9 megawatt ini, PLN telah melakukan PJBL untuk PLTSa teknologi sanitary landfill sebesar 1,65 megawatt, yang telah commercial operation date (COD) sejak November 2015. Jadi kerjasama ini nantinya akan bisa berjalan dengan baik dan listrinya menjadi penerang Surabaya dan sekitarnya,” pungkasnya. [Zainal Ibad]

Tags: