Menanti UU Sistem Perbukuan

A’an EfendiOleh:
A’an Efendi
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember dan Menulis Empat Buku Hukum

Never Trust Anyone Who has not brought a Book with Them Lemony Snicket. Buku bukanlah sekedar kumpulan kertas bertabur huruf-huruf, angka, dan tanda-tanda baca yang kemudian terjilid rapi. Lebih dari itu buku adalah gudangnya ilmu pengetahuan, informasi, dan tentu saja hiburan. Siapa yang suka bersahabat dengan buku maka dipastikan ia adalah orang yang kaya akan ilmu pengetahuan dan informasi dan pastinya lekat dengan kesuksesan Tak heran bila tokoh-tokoh terkenal dunia adalah orang-orang yang gemar melahap buku tiap harinya. Mereka pribadi-pribadi yang sangat “rakus” untuk membaca buku.
Dari situs www.aboundlessworld.com disebutkan bahwa orang-orang seperti Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Bill Gates, Mark Cuban, J.K Rowling, dan Hilary Clinton adalah sangat mencintai membaca. Situs itu juga menyatakan they read a lot dan the reality is: successful people read. Bill Gates bergabung dengan the Reddit Community untuk berpartisipasi dalam a reddit thread Ask Me Anything dan di situ Gates berbagi mengenai berbagai jenis buku yang telah ia baca dan telaah. Semantara itu Mark Cuban yang seorang pebisnis Amerika, investor, pemilik klub liga basket NBA Dallas Mavericks, Landmark Theatres, dan Magnolia Pictures, serta chairman of the HDTV cable network AXS TV menghabiskan waktu tiga jam tiap hari untuk membaca. Demikian masih bersumber dari situs yang sama.
Einsten liked reading very much and he read a lot demikian bersumber dari situs www.enstein-website.de/z. Enstein sangat menggemari Don Quijote karya Cervantes Saavedra, The Karamasow Brothers oleh Dostojewski serta Traktat about Human Naturenya David Humes. Saat masih sekolah Enstein sudah menghabiskan Natural Scientific Popular Books oleh Aaron Bernstein, Energy and Matternya Ludwig Büchners, dan karya Immanuel Kant Critique of Pure Reason.
Bapak bangsa seperti Soekarno dan Hatta pun adalah penikmat buku kelas berat. Saat diasingkan di Bengkulu, Bung Karno adalah kolektor buku ilmiah terbesar di sana terdiri atas koleksi mutakhir buku ilmiah berbagai bidang (www.intisari-online.com, 12/8/2013). Bung Hatta adalah kutu buku dan hingga akhir hayatnya telah memiliki koleksi sedikitnya sepuluh ribu buku dan hingga kini tersimpan rapi di perpustakaan pribadinya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat (www.liputan6.com, 10/8/2002).
Namun sayang kebiasaan baik para tokoh yang telah disebutkan itu belum sepenuhnya bisa diteladani oleh bangsa ini. Kita tidak pandai untuk belajar dari yang pintar dan meniru dari yang maju. Membeli buku masih jauh dari benak kita bahkan benak kaum terpelajar sekalipun seperti mahasiswa dan anak-anak sekolah. Toko buku belum menjadi tempat favorit untuk “menghabiskan” uang. Hanya saat musim tahun ajaran baru saja toko buku menjadi primadona. Cuma setahun sekali dan setelah itu pun dilupakan. Perpustakaan belum menjadi tempat yang menyenangkan untuk melewati waktu luang di luar jam kuliah atau pelajaran dan masih kalah bersaing dengan kantin. Perpustakaan baru menjadi bintang saat mahasiswa menulis tugas akhir. Harus ke perpustakaan karena di rumah nol buku.
Jadi jangan heran bila bangsa ini masih belum move on dari status sebagai negara berkembang menjadi negara maju. Seperti kita ketahui negara-negara maju tidak lepas dari kebiasaan masyarakatnya yang sangat hobi membaca buku.
Di tengah rendahnya minat terhadap buku dan terpuruknya minat baca masyarakat Indonesia terbit secercah harapan ketika DPR telah menyetujui (RUU) Sistem Perbukuan masuk pada program legislasi nasional (Prolegnas) 2015-2019 bersama 158 RUU lainnya. Bahkan bersama 36 RUU lainnya RUU Sistem Perbukuan ditetapkan sebagai Prolegnas prioritas tahun 2015. RUU Sistem Perbukuan diusulkan oleh Komisi XI DPR dan menempati posisi ke 31 daftar Prolegnas prioritas dan telah ada naskah akademik beserta rancangan-undang-undangnya.
Dari pengalaman saya menulis buku dan menjadi pendidik di kampus sejak 2009 paling tidak ada tiga poin penting yang harus dimuat dan diemban oleh undang-undang sistem perbukuan kelak. Pertama, membangkitkan minat menulis. Menulis adalah titik awal untuk lahirnya sebuah buku. Tanpa ada aktivitas menulis tidak akan pernah terwujud yang namanya buku. Oleh karena itu kehadiran undang-undang sistem perbukaan nanti harus mampu memotivasi semangat menulis terutama untuk kalangan pendidik seperti guru dan dosen. Pendidik harus mampu menjadi produsen buku dan tidak selalu sebagai konsumen buku. Dalam rangka memompa gairah menulis itu pemerintah dapat memberikan insentif kepada pendidik yang telah berhasil menerbitkan buku. Tidak harus selalu besar nominalnya tetapi yang penting adalah wujud penghargaan kepada jerih-payah bagi mereka yang sudah mau menulis. Kecendurangan alamiah manusia adalah keinginan untuk dihargai atas segala perbuatan baik yang telah dilakukan.
Kedua, mengembangkan minat baca. Buku meskipun bertumpuk-tumpuk tetapi kalau tidak dibaca tentu saja hanyalah kumpulan kertas tanpa makna. Jika tadi telah disinggung kalau buku itu ibarat gudangnya ilmu pengetahuan maka kunci untuk membuka gudang itu adalah membaca. Tanpa membaca maka ilmu pengetahuan itu hanya tersimpan dalam gudang tanpa bisa dinikmati apalagi dimanfaatkan. Hadirnya undang-undang sistem perbukuan nanti harus menjadi momentum untuk mengembangkan minat baca secara terstruktur dan tersistem tidak hanya bagi kalangan peserta didik seperti mahasiswa dan pelajar tetapi untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Cita-cita menjadi bangsa yang maju berawal dari warga negaranya yang akrab dengan buku alias gemar membaca. Ketiga atau terakhir adalah mengembangkan buku digital atau buku elektronik atau populer disebut ebook. Buku digital sangat penting untuk dikembangkan pada masa mendatang dengan beberapa pertimbangan. Pertama, buku digital tidak menggunakan kertas (paperless) sehingga dapat mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Kedua, buku digital mudah diakses dengan biaya murah. Cukup buka internet terus diunduh dan disimpan pada flashdisk dan selesai. Ketiga, buku digital tidak memerlukan ruang yang besar untuk penyimpanannya. Hanya dengan satu computer jinjing saja sudah dapat menyimpan koleksi buku digital dalam jumlah yang sangat besar.
Di Indonesia, buku digital masih bisa dibilang termasuk barang yang susah dicari. Masih sulit untuk mendapatkan buku digital berbahasa Indonesia. Jangankan buku bahkan sekedar untuk mendapatkan jurnal atau penelitian disertasi saja masih sangat sulit. Hanya Universitas Indonesia yang mengonlinekan disertasi mahasiswanya tetapi untuk dapat mengunduhnya harus punya kata kuncinya. Tetapi syukur kini tiap lembaga negara, kementerian, dan pemerintah daerah telah menyediakan beragam hasil penelitian maupun peraturan perundang-undangan dalam website masing-masing yang sangat mudah untuk diakses.
Semoga RUU Sistem Perbukuan lekas menjelma menjadi undang-undang dan kehadirannya dapat memacu hasrat menulis para dosen, guru, mahasiswa, pelajar, dan siapa saja yang suka menulis serta mampu memicu minat baca seluruh masyarakat Indonesia dan menjadi langkah awal untuk mendongkrak pengembangan buku digital pada masa mendatang. Tanpa buku jangan harap menjadi maju dan tanpa buku jangan pernah berkhayal menjadi orang pintar.

                                                                       ———————— *** ————————–

Rate this article!
Tags: