Menapaki Usia 7 Tahun, OJK Optimis Hadapi Tantangan ke Depan

Dua dari kiri Heru Cahyono Kepala OJK KR 4 Jatim

Surabaya, Bhirawa
Menapaki usianya yang ke 7 tahun kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 (KR 4) Jawa Timur mengaku semakin optimis
menghadapi tantangan ke depan, apalagi didukung oleh capaian hasil kinerja yang menunjukkan semakin meningkat dari tahun ketahun.
Dalam rangka menjajaki dan sekaligus memperingati HUT nya yang ke 7 inilah maka OJK KR 4 Jatim menggelar Evaluasi Kinerja, Feed Back Pengawasan dan Capacity Building BPRS tahun 2018 selama 2 hari yakni Rabu dan Kamis (28 -29/11) di
Hotel Singhasari, Batu.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Pemegang Saham, Direksi. Komnsaris dan Dewan Pengawas Syariah dari 28 BPRS se Jawa Timur. Evaluasi kinerja ini merupakan salah satu wujud konkrit kepedulian dan perhatian OJK terhadap perkembangan Industri BPR Syariah di Provinsi Jatim dan diselenggarakan secara rutin setiap tahun.
Evaluas: kinerja kali ini mengangkat tema ‘Penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen risiko dalam Rangka Mewujudkan lndusm BPRS yang Tumbuh Sehat, Terpercaya dan Berkelanjutan’. Dalam kegiatan evaluasi ini.
OJK memberikan pemaparan mengenal perkembangan kinerja BPR Syariah sampai dengan triwulan III tahun 2018, menerima feed back atas pelaksanaan fungsi pengawasan serta mclakukan capacity building mengenai penerapan GCG dan Manajemen RlSlkO pada perbankan syariah serta teknik pengauasann prinsip syariah dengan nara sumber yang pakar dibidangnya yaitu Agus Katon (Direktur kepatuhan PT. Bank BRI Syariah. Tbk Tandri lndrawan (Direktur Kepatuhan BCA Syariah dan Muhammad Gunawan Yasni anggota dewan Syatiah Nasional Majelis Ulama Indonesia).
Kepala OJK KR 4 Jatim Heru Cahyono ketika ditemui disela sela acara mengatakan, bahwa tantangan perekonomian lndonesia ke depan masih tergolong cukup tinggi seiring dengan ketidakpastian ekonom: global yang berkelanjutan dan dipengaruhl oleh ekspektasi pasar terhadap kenaikan Federal Fund Rate (FFR) perkembangan intensitas perang dagang ,(Trade War) antara Amerka dengan Tiongkok, serta krisis yang mengancam beberapa negara emerging market mesklpun kondisi perekonomian global masih penuh dengan ketidak pastian namun Sistim keuangan lndonesia masih stabll dan terjaga dengan bank, tercermin dari ketahanan perbankan yang masih kuat dengan CAR 23.33%, kondisi likuiditas perbankan yang masih ample ditengah volatilitas pasar Keuangan dengan rasio AL/NCD > 100%, rasio AL/DPK > 20% dan LDR 93.39%, intermedlasi perbankan yang masih positif dengan pertumbuhan kredit 12.65% (yoy), risiko kredit yang masih manageable dengan RASlO NPL/F 2.66% dan pertumbuhan DPK masih positif sebesar 6,57% (yoy).
Heru Cahyono juga menyampaikan bahwa ekonomi Jawa Timur pada triwulan III 2018 tumbuh 5,40% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional (5,17%) dcngan tingkat inflasi scbcsar 2,75% lcbih rcndah dibandingkan inflasi nasional (3,16%). Sejalan dcngan hal tersebut, sektor jasa keuangan di Jawa Timur juga mcncatatkan kinerja yang positif, antara lain tercermin dari pcningkatan volume usaha perbankan selbcsar 6,28% (yoy) yang ditopang olrh pertumbuhan DPK sebesar 7,82% (yoy) dan kredit/pembiayaan 10,67% (yoy).
Diantara kinerja positif perbankan Jawa Timur, bank syariah mampu menunjukkan cksistensinya dcngan mcncatatkan pertumbuhan volume usaha SCbCW 16,12% (yoy), DPK 13,84% (yoy) dan Pcmbiayaan 18,02% (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Perbankan di Jawa Timur 861113883 mcnunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap pcrbankan
syariah mengalami peningkatan yang signifikan.
Namun demikian, perbankan syariah di Jawa Timur harus lebih berupaya meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan, mengingat risiko kredit perbankan syariah di Jawa Timur cenderung meningkat secara signifikan yang ditandai dengan peningkatan rasio NPF dari 2,74% pada triwulan III tahun 2017 menjadi 5,23% pada triwulan III tahun 2018.
Sebagai bagian dari Sistem keuangan di Indonesia, industri perbankan syariah khususnya BPRS tidak lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, maupun tantangan-tantangan lain yang muncul akibat dari persaingan usaha serta meningkatnya tuntutan regulasi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Heru Cahyono menekankan bahwa BPRS di Jawa Timur harus mampu lebih adaptif dan kreatif dalam menyusun berbagai strategi bisnis, baik strategi dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat maupun strategi dalam menjalankan kegiatan operasional bank se-efektif dan se-efisien mungkin.
Semakin meluasnya pelayanan disertai peningkatan volume usaha BPRS maka semakin meningkat pula risiko BPRS sehingga mendorong kebutuhan terhadap Penerapan Manajemen Risiko oleh BPRS. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan kinerja BPRS, melindungi pemangku kepentingan (stake holder) dan meningkatkan kepatuhan BPRS terhadap perundang-undangan, serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada perbankan, OJK akan segera menerbitkan regulasi tentang Penerapan Manajemen Risiko dan Penerapan Tata Kelola bagi BPRS.
Sehubungan dengan hal itu, Heru Cahyono meminta agar BPRS segera mempersiapkan infrastruktur yang memadai, terutama terkait dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Insani, kecukupan Kebijakan dan Prosedur serta kesiapan Teknologi dan Sistem Informasi.
Heru Cahyono juga menyampaikan concern mengenai rasio NPF BPRS yang tergolong tinggi, mengingat tingginya NPF berpengaruh signifikan terhadap penilaian tingkat kesehatan BPRS yang menjadi salah satu kriteria dalam penetapan status Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI), sehingga diperlukan langkah-langkah konkrit untuk menurunkan tingginya rasio NPF tersebut sekaligus mengantisipasi peningkatan NPF.
Selanjutnya, terkait dengan pentingnya modal bank sebagai risk buffer dan pemenuhan ketentuan permodalan, Heru Cahyono berharap agar BPRS dapat mengantisipasi dan mengupayakan sejak dini kewajiban pemenuhan modal inti minimum yang harus dipenuhi pada akhir tahun 2020, terutama bagi BPRS dengan modal inti kurang dari Rp3 miliar maupun kurang dari Rp6 miliar.(ma)

Tags: