Menata Ulang Tri Pusat Pendidikan

Oleh :
Maswan
Penulis adalah Dosen UNISNU Jepara, mahasiswa S-3 Manajemen Pendidikan UNNES Semarang

Kita sama-sama menyadari bahwa Sistem Pendidikan Nasional konsepnya sudah jelas, bahwa tanggung jawab pendidikan ada pada Tri Pusat Pendidikan.  Tri pusat pendidikan tersebut adalah; (1) pendidikan keluarga (informal), (2) pendidikan sekolah (formal) dan (3) pendidikan masyarakat (non-formal).
Konsep dasar Tri Pusat Pendidikan inilah yang harus ditata ulang atau direvitalisasi. Presepsi kita tentang tanggung jawab penanganan pendidikan harus dirubah. Pola pikir (mindset) orang tua dan masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa pendidikan hanya tanggung jawab guru di sekolah.  Persepsi ini harus diluruskan. Untuk merubah pola pikir seperti itu tidaklah mudah, dan ini membutuhkan kebijakan pemerintah dalam bentuk perundang-undangan yang jelas.
Rambu-rambu atau semacam kurikulum pendidikan informal dan non-formal bentuknya seperti apa. Ini harus dirumuskan, supaya orang tua dan masyarakat mengerti bagaimana cara mendidik anak yang baik.
Dua konsep dan desain pusat pendidikan ini, harus dirumuskan dan disesuaikan dengan pendidikan formal persekolahan, agar tidak terjadi kotra-produktif. Apa yang menjadi landasan pendidikan dan pembinaan di sekolah, orang tua dan masyarakat juga harus memahami dan mau mendukung, begitu juga sebaliknya.
Hubungan yang Selaras
Langeveld menyatakan, tiap-tiap pergaulan antara orang dewasa (orang tua) dengan anak adalah merupakan suatu tempat di mana proses pendidikan itu berlangsung. Dan keluargalah yang pertama-tama melakukan pergaulan (interaksi) dengan anak-anaknya. Kemudian kehidupan masyarakat sekitar, menjadi tempat yang paling mendukung perkembangan kepribadian, sosial budanaya, sebelum masuk di lembaga formal persekolahan.
Tugas utama dari keluarga ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan watak, akhlak dan pandangan hidup terutama mengenai nilai-nilai keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. Pendidikan keluarga terutama menanamkan ketauhidan; kehidupan emosional, dan moral atau etika.
Proses pendidikan di masyarakat adalah pola pendidikan tidak boleh dikesampingkan dari pendidikan keluarga dan sekolah, karena kedua lembaga ini, pada prinsipnya tidak boleh terlepas dari tatanan kehidupan sosial dan berjenis-jenis kebudayaan yang sedang berkembang di dalam masyarakat di mana keluarga dan sekolah itu berada.
Pendidikan formal, sifatnya adalah mewadahi dan mengarahkan potensi bawaan anak dari keluarga. Lembaga pendidikan sekolah pola pembinaan lebih banyak mengarah pada bidang kognitif (pengetahuan). Dalam pembinaan watak dan karakter, pada pendidikan formal seolah-olah hanya mengadaptasikan pola pembinaan dalam kehidupan sosio-budaya orang tua dan masyarakat sekitar.
Oleh karena itu, agar terjadi hubungan yang selaras, antara ketiga wadah pendidikan, yaitu informal, nonformal dan formal harus dibagun secara simultan dan kebersamaan.
Perlu Kebijakan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan pendidikan karakter mulai dari jenjang SD sampai perguruan tinggi. Menurut mantan Mendikbud, Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk dari usia dini (sejak waktu lahir), maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang yang sudah terbentuk tersebut.
Setelah kita memahami, kalau pembentukan karakter tersebut terbentuk sejak anak lahir, maka keterlibatan pendidikan keluarga sangat dominan. Maka ya atau tidak, penanganan Sistem Pendidikan Nasional, pertama-tama yang harus ditata adalah pendidikan keluarga. Kalau berbicara pendidikan keluarga, maka  para ibu-ibu harus mendapatkan pembelajaran bagaimana mendidik anak sesuai dengan fase-fase perkembangan kejiwaan anak dalam kehidupan keluarganya. Mengapa harus ibu yang perlu mendapat pembelajaran pendidikan anak? Karena ibulah paling dekat dengan anak-anak setiap harinya.
Sistem pendidikan parenting sangat perlu dilegalkan, dan pelaksanaannya ditangani oleh Kementerian Pedidikan, yang dalam hal ini menjadi tanggung jawab kasi pendidikan luar sekolah dn bekerjasama dengan instansi terkait. Tokoh masyarakat dan para pimpinan organisasi, lembaga social, para politisi dan pemerintah daerah secara keseluruhan, menjadi motor penggerak dalam membangun sistem pendidikan nasional secara utuh.
Kebijakan pembuatan Undang-undang pendidikan informal dan non-formal, harus masuk pada Rencan Strategis (Renstra) Nasional. Kurikulum pendidikan informal dan non-formal, ikut menjadi agenda pembahasan nasional, dalam rangka untuk merumuskan pembentukan karakter dan mental bangsa. Gagasan untuk menata ulang Tri Pusat Pendidikan sudah harus dimulai, agar lingkaran sistem pendidikan nasional tidak terpotong-potong.
————- *** ————-

Rate this article!