Mencari Arah Relevansi Pendidikan Sejarah

Oleh :
Asri Kusuma Dewanti
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Berawal dari rencana pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang akan melakukan penyederhanaan kurikulum pendidikan di Indonesia, sesaat sempat mencruat kontroversi di tengah-tengah publik. Pasalnya, rencana tersebut bukan sekedar isu atau wacana. Namun, secara de facto tertuang jelas dalam draf sosialiasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020.

Melalui salah satu draf tersebut, tertuang jelas ada rencana penghapusan mata pelajaran sejarah bagi siswa-siswi di SMK. Sementara pada pelajar SMA, sejarah akan dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan, sehingga sejarah bukan lagi pelajaran wajib yang harus diambil oleh siswa-siswi. Informasi tersebut, terpublikasikan dengan jelas melalui pemberitaan Harian Kompas, Jumat (18/9/2020), draf inipun itupun sudah terlanjur beredar di kalangan akademisi dan para guru. Sontak, realitas itu akhirnya menuai sorotan dan memperdebatkan di tengah-tengah publik.

Mengapresiasi klarifikasi Mendikbud

Menanggapi wacana yang beredar terkait penghapusan mata pelajaran Sejarah dalam penyederhanaan kurikulum itupun, Mendikbud Nadiem Makarim akhirnya mengklarifikasikan bahwa mata pelajaran Sejarah tidak akan alias tidak jadi dihapus dari kurikulum nasional. Malah, justru sebaliknya Nadiem mengungkapkan akan berkomitmen besar terhadap mata pelajaran Sejarah dengan misi utamanya adalah untuk memajukan pendidikan sejarah agar kembali relevan dan menarik bagi anak-anak, (kompas.com, 21/9)

Mencari arah relevansi pendidikan sejarah itulah, sekiranya ungkapan Mendikbud Nadiem Makarim yang bisa kita garis bawahi. Bawasannya, teknis pengajaran pendidikan sejarah sekarang ini mungkin dirasa kurang menarik. Ternilai membosankan, mengundang kantuk, dan penuh hafalan. Tanpa, mengabaikan amanatkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003. Idealnya, pendidikan sejarah di masa mendatang bisa direlevansikan. Artinya, pembelajaran sejarah akan lebih bermakna ketika anak dapat menemukan nilai sebuah peristiwa masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami kondisi masa kini.

Berbicara tentang pengajaran sejarah sejatinya sudah jelas diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 37 Ayat (1) dan penjelasannya, pendidikan sejarah adalah bagian dari ilmu pengetahuan sosial (IPS). Melalui penjelasan tersebut dinyatakan bahwa bahan kajian IPS dimaksudkan untuk “mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat”. Penjelasan ini menempatkan materi pendidikan sejarah sebagai materi kurikulum dari SD sampai SMA walaupun harus disadari bahwa nama mata pelajarannya mungkin IPS, sejarah atau lainnya (UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 37).

Berangkat dari UU tersebut, memang tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya. Namun yang menjadi permasalahan hingga kini adalah pengukuran tingkat keberhasilan dari pembelajaran sejarah yang masih terus dipertanyakan.

Realitas saat ini, sejatinya telah menunjukkan bahwa pengajaran sejarah masih jauh dari apa yang diharapan untuk memungkinkan peserta didik melihat relevansinya dengan kehidupan masa kini dan masa depan (Hasan, 1994). Hal tersebut dapat dilihat bahwa mulai dari jenjang SD hingga SLTA, pembelajaran sejarah cenderung hanya mengedepankan urutan fakta sejarah sebagai materi utama. Maka, Tidaklah mengherankan jikalau proses belajar sejarah terasa kering bahkan kurang menarik. Namun, bukan berarti kurikulum yang ada harus dihapus tapi saatnya kini kita bersatu memikirkan relevasinya pendidikan sejarah di negeri ini.

Masa depan pendidikan sejarah

Pendidikan sejarah di masa depan atau masa mendatang idealnya harus dapat mempersiapkan siswa untuk bisa disesuaikan dengan kehidupan yang dikuasai oleh arus informasi yang beragam dalam accessibility. Artinya, pendidikan sejarah bisa direlevansikan dengan perkembangan arus informasi saat ini yang begitu cepat perkembangannya.

Memang, seperti sejak awal teruraikan di awal bahwa pendidikan sejarah adalah suatu wahana penting dalam pendidikan suatu bangsa. Suatu kenyataan yang tidak dapat dimungkiri banyak negara di dunia ini yang menempatkan pendidikan sejarah sebagai unsur penting dalam pendidikan kebangsaan mereka. Hal ini disebabkan karena adanya keyakinan bahwa materi pendidikan sejarah mampu mengembangkan sifat dan karakter generasi muda bangsa.

Pendidikan sejarah dapat menanamkan pada diri siswa pengetahuan, sikap, dan nilainilai mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia, dan dunia dari masa lampau hingga kini. Tidak diragukan lagi bahwa sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang sangat diperlukan untuk pendidikan manusia seutuhnya (Kochar, 2008).

Seperti kita ketahui bahwa pendidikan sejarah secara formal mulai diberikan sejak Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) bertujuan agar siswa memperoleh pemahaman ilmu, memupuk pemikiran historis dan pemahaman sejarah. Pemahaman fakta, penguasaan ide-ide, dan kaidah sejarah, penting untuk membangun daya berpikir kritis, berpikir keratif, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, kepedulian sosial, dan semangat kebangsaan.

Lalu bagaimana strategi untuk dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut? Tentu kurikulum sebagai komponen acuannya. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Menurut General Medical Council (2010: 178) hal-hal yang berkaitan dengan kurikulum harus berpatokan pada hasil belajar yang bersifat general (umum), profesional, dan yang bersifat khusus dalam kemampuan penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Setidaknya terdapat dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah perencanaan dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.

Selain itu juga kurikulum harus merekomendasikan terhadap pengalaman belajar dan dalam hal profesionalitas. Maksudnya di sini adalah kurikulum memiliki arti penting untuk menjadi acuan strategi pedagogis, agar cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 dapat terwujud. Selajutnya, penentuan suatu kebijakan kurikulum pendidikan dibutuhkan langkah kompromistis antara eksekutif dalam hal ini diwakili oleh pemerintah Mendikbud dan legislatif sebagai representasi dari masyarakat. Berangkat, dari pemahaman itulah, saatnya negeri ini bersatu saja berfikir jernih mencari arah relevansi pendidikan sejarah.

Tags: