Mencari Pemimpin yang Amanah

Penulis :
Muhammad Aufal Fresky
Kolumnis 

Orang-orang zaman sekarang sebagian besar ambisinya tinggi. Ingin berkuasa dan memilki jabatan yang mentereng: walaupun tanpa pertimbangan yang matang. Terjun ke dunia politik praktis untuk memenuhi ambisi kekuasaannya. Tidak heran banyak kalangan menjadikan momentum politik sebagai ajang untuk berlomba-lomba mendapatkan jabatan yang mentereng (bergengsi).
Setidaknya bergengsi menurut pandangan pribadi mereka sendiri. Jabatana publik diperebutkan hanya sekadar untuk menaikkan pamor dan status sosial. Parahnya lagi, sebagian menghalalkan segala cara untuk menaikkan pamor dan daya tariknya di tengah masyarakat. Apalaun risikonya tidak terlalu dipikirkan; apapun dampaknya tidak terlalu menjadi perhatian; asalkan mereka bisa jadi pemimpin, semua urusan bisa diatur. Ironi memang, seolah-olah rakyat menjadi lahan permainan.
Dan celakanya lagi, ketika mereka terpilih menjadi pemimpin; semua janji ketika kampanye dianggap angin lalu. Seolah-olah mereka hilang ingatan, atau mungkin pura-pura lupa. Karena lupa dan pura-pura lupa sebenarnya sangat jauh jaraknya. Jelas beda. Tapi apakah mungkin para pemimpin kita lupa terhadap janjinya? Saya rasa kemungkinannya kecil. Karena sebelumnya mereka telah menerangkan dengan jelas di hadapan publik terkait apa yang hendak dilakukan kalau jadi pemimpin. Toh jikalau lupa, masih ada rakyat yang mengingatkan. Jika sudah diingatkan masih saja lupa, berarti sudah keterlaluan. Pemimpin semacam itu berkepala batu. Telinganya tuli dan tak mau mendengarkan keluh kesah, aspirasi dan kritikan rakyat. Janji-janji politik di masa kampanye sama sekali dihiraukannya. Dan nasib serta kondisi rakyat masih saja seperti sedia kala. Tidak ada perkembangan. Bahkan sebagian menganggap banyak terjadi kemunduran semenjak terjadinya peralihan kepemimpinan.
Banyak orang yang ingin berkuasa tapi tidak tahu hakikat dari kekuasaan itu sendiri. Mereka anggap kekuasaan sebatas untuk memperkaya diri dan keluarganya. Semacam sarana untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dengan waktu yang ringkas. Bagaimana mungkin rakyat bisa segan dan patuh kepada pemimpin semacam itu, jika untuk menjadi teladan saja tidak mampu. Bahkan pemimpin-pemimpin yang rakus itu selalu menyusahkan kehidupan rakyat.
Mempertontonkan tindakan yang menyalahi nilai dan moral. Begitulah kira-kira sebagian potret pemimpin di negeri kita. Saya pun tidak berkesimpulan semua pemimpin perilakunya busuk. Hanya saja media massa menampilkan perilaku sebagian pemimpin kita yang sering merampok uang negara tanpa rasa malu sedikitpun. Sungguh rasanya hati ini tidak terima dengan perangai pemimpin kita yang tak beradab itu. Mereka nodai kepercayaan kita dengan bersikap manis di depan; namun di belakang uang negara mereka ambil. Pantaskan orang-orang semacam itu disebut pemimpin rakyat? Pantaskan mereka yang bermuka dua dan suka berdusta kita biarkan begitu saja?
Tentu saja kita tidak boleh tinggal diam. Para penipu itu mesti diberikan pelajaran dan peringatan. Dan semua tindakan yang melanggar hukum harus dipertanggungjawabkan. Sayang , kadang masih saja mereka gesit dan licik dalam menghadapi kasus-kasus hukum yang mendera. Sebagian memiliiki alasan sebagai dalih pembenaran. Seakan-akan mereka yang terlibat korupsi menjadi korban; bukan sebagai pelaku. Yah, begitulah dunia sekarang. Kadang kita sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Seolah-olah semua samar. Padahal bukti-bukti menunjukkan bahwa mereka bersalah. Lantas kurang apa lagi? Meja pengadilan pun sudah memvonis bahwa para koruptor itu bersalah? Padahal mengakui kesalahan, meminta maaf, dan bersedia menerima konsekuensi hukum atas perbuatannya merupakan bagian sikap seorang ksatria. Hanya saja di negeri kita yang tercinta ini masih saja pemimpin-pemimpin yang terlibat kasus hukum terus saja mengelak, bersandiwara, dan membuat skenario pembenaran. Ah, sepertinya rasa malu itu benar-benar hilang dari hatinya.
Kasus-kasus hukum yang mendera sebagian pemimpin; membuat kita kehilangan kepercayaan. Rasa percaya itu semaki menipis oleh karena sebagian pemimpin yang pintar bersilat lidah dan jago beretorika tanpa bukti nyata. Padahal salah satu tujuan utama dari demokrasi adalah mewujudkan kehidupan rakyat yang lebih sejahtera dan makmur. Bagaimana mau makmur jika setiap saat uang negara di rampas. Uang yang memang sudah dipersiapkan untuk pembangunan di berbagai segi kehidupan. Dan tetap saja yang rugi adalah kita. Rasa-rasanya kita mulai sukar menenemukan sosok pemimpin yang amanah. Pemimpin yang siap mengabdi jiwa raga untuk kepentingan nusa dan bangsa.
Sekali lagi, kekuasaan adalah jalan untuk mengabdi. Kekuasaan merupakan cara untuk berkontribusi bagi masyarakat. Para pemimpin yang sedang berkuasa semestinya bisa memahami hal tersebut dengan hati yang bersih dan akal yang jernih. Sehingga jabatan yang sedang diemban benar-benar dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat.
Akhir kata, selaku penulis, saya berharap kelak akan muncul di hadapan kita pemimpin-pemimpin masa depan yang membawa angin segar untuk perubahan bangsa yang lebih baik lagi. Harapan ini bukan hanya menjadi harapan saya tentunyai, namun juga harapan masyarakat Indonesia; yaitu semakin banyaknya sosok pemimpin yang amanah, jujur, bertanggung jawab, dan siap melayani masyarakat dengan sepenuh hati.

————- *** —————

Rate this article!
Tags: