Mencari Solusi Konflik Palestina-Israel

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Pengajar Hubungan Internasional Civic Hukum (PPKn) Universitas Muhammadiyah Malang

Warga dunia belakangan ini telah dibuat geleng-geleng kepala oleh Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Pasalnya, sikap dan tindakan yang secara sepihak mengakui Jerusalem sebagai ibuĀ­kota Israel memicu kontroversi ke konflik Palestina-Israel. Bahkan kontroversi itu membuat negara dunia ini memanas dibuatnya. Keputusan tersebut diambil di tengah kevakuman proses perdamaian dan hanya akan mendorong pada meningkatnya tensi.
Konflik Palestina-Israel
Jerusalem merupakan salah satu agenda perdamaian paling rumit dalam konflik Palestina-Israel. Jerusalem adalah inti dari konflik Palestina dan sudah merupakan kesepakatan dunia pula bahwa Jerusalem Timur akan menjadi ibukota masa depan negara Palestina.
Menyebut Jerusalem sebagai ibukota Israel tanpa menyebut Jerusalem Timur menjadi ibukota Palestina sama artinya dengan menyiram bahan bakar ke konflik Palestina-Israel itu. Melihat situasi yang demikian, bisa jadi diantara kita bergeming mempertanyakan motivasi apa yang sekiranya Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat keputusan untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Jerusalem tersebut?. Strategi apa yang sebenarnya tengah dimainkan Trump yang tengah membuat wilayah itu semakin bergelora dalam konflik.
Langkah Trump ini memang berbahaya. Selama ini sudah menjadi kesepakatan internasional bahwa penyelesaian konflik Palestina-Israel harus berdasarkan kesepakatan bahwa Jerusalem akan menjadi dua wilayah: Israel dan Palestina. Jerusalem Timur sudah diplot untuk menjadi ibukota Palestina. Pernyataan Trump yang hanya menyebut Jerusalem sebagai ibukota Israel, tanpa menyebut kata Jerusalem Timur dan ‘Palestina’ seakan bermakna bahwa seluruh Jerusalem akan menjadi milik Israel. Ini jelas merusak upaya perdamaian internasioanal dan bisa memicu Israel untuk lebih berani menduduki wilayah-wilayah Jerusalem, terutama dalam program pembangunan pemukiman-pemukiman Yahudi. Bila ini terjadi, maka konflik Palestina-Israel akan semakin bergelora dan berdarah-darah.
Menurut hemat saya sebagai penulis kenyataan itu tidak bisa dibiarkan. Sebab, jika dibiarkan langkah AS bisa menjadi amunisi tambahan bagi kelompok-kelompok yang kerap membajak isu perjuangan Palestina untuk menyebarkan paham radikal dan melakukan aksi-aksi terorisme. Terang benderang bahwa persoalan Palestina-Israel bukankah persoalan dunia Islam semata, melainkan persoalan dunia seutuhnya.
Mediasi perdamaian
Indonesia secara politik juga menjadi pihak yang tak pernah sungkan mendengungkan hak-hak Palestina yang selama ini tertindas sejak Israel mengklaim wilayah Palestina yang mereka duduki. Saya sangat mengapresiasi langkah yang diambil oleh pemerintah melalui Presiden Jokowi yang menegaskan kebijakan mendukung kemerdekaan Palestina seutuhnya harus menjadi pegangan seluruh diplomasi internasional.
Itu artinya, demi perdamaian dunia saya sepakat jika sebaiknya tidak diberikan ruang secuil pun bagi upaya sepihak Amerika Serikat untuk meneguhkan pendudukan Israel di Palestina. Jadi, jika langkah Presiden Jokowi yang akan menghadiri langsung dalam sidang Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menguatkan dukungan Indonesia terhadap Palestina perlu kita apresiasi dan support sebagai langkah upaya mewujudkan perdamaian di muka bumi ini. Lebih jelasnya, berikut inilah langkah-langkah yang sekiranya bisa diambil atau dilakukan negara Indonesia dalam memberikan kontribusi dalam memediasi perdamaian Israel di Palestina.
Pertama, ada baiknya negara kita Indonesia ini bisa secara konsisten menempatkan diri di barisan yang mendukung kemerdekaan Palestina. Jadi penulis sangat setuju jika pemerintah melalui presiden Jokowi, mengambil tindakan yang mengancam atau melakukan reaksi keras terhadap pemerintah AS.
Hal itu bisa terbuktikan dari pengambilan sikap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bahkan telah memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph Donovan agar menjelaskan kebijakan Trump terkait dengan Israel. Menlu menegaskan Indonesia bergeming dari komitmen mendukung Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan dari Israel. Wakil Presiden Jusuf Kalla memperkuat posisi Indonesia dengan menyatakan Indonesia tidak akan pernah mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel (Kompas, 13/12)
Kedua, memberikan kritikan dan kecaman terhadap Presiden Trump. Artinya sudah saat warga dunia memiliki kesadaran kolektif untuk bisa mengkritik langkah Presiden Trump yang membuat AS keluar dari rel penengah konflik Palestina-Israel sekaligus meruwetkan situasi politik di Timur Tengah. Intinya, negara dunia sudah saat bisa memberika ucapan dan kecaman terhadap Presiden Trump.
Ketiga, idealnya pemerintah harus terus memanfaatkan forum-forum dunia untuk menyuarakan kemerdekaan Palestina. Karena bagaimanapun juga perlu kita pahami bersama bahwa konflik berkepanjangan Palestina-Israel ialah akibat penjajahan oleh satu bangsa terhadap bangsa lain.
Keempat, keterlibatan Indonesia melalui para diplomat Indonesia idealnya perlu saatnya meningkatkan keterlibatan aktif mengusulkan solusi yang mengakhiri penjajahan Israel tanpa melalui jalan kekerasan. Rezim boleh datang dan pergi, tapi kebijakan politik luar negeri Indonesia akan terus berlandaskan pada konstitusi yang menjadi pegangan bersama.
Kelima, pemerintah Indonesia saatya menjalin komunikasi yang lebih intensif dengan OKI dan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera bersidang untuk membahas pengakuan sepihak pemerintah Amerika Serikat terhadap Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Indonesia harus menyuarakan dan mengingatkan agar resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB terkait dengan Jerusalem ditegakkan.
Melalui kelima langkah itulah sekiranya negara bisa terus maju dan konsisten dalam memberikan langkah-langkah alternatig dalam menjaga perdamaian di dunia. Jadi negara Indonesia dalam memberikan kontribusi dalam memediasi perdamaian Israel di Palestina sangatlah penting adanya, karena semua itu bagaian dari amanah dalam konstitusi atau UUD 1945 dan demi kemanusiaan tentunya. Jadi stop membiarkan kesewenang-wenangan AS. Jika tidak dibendung, pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel bukan hanya akan meruntuhkan semua upaya perdamaian, melainkan juga meningkatkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional.

———- *** ————

Tags: