Mencegah “Badai” PHK

Karikatur PHKKalangan buruh mencemaskan tren rasionalisasi perusahaan, yang berujung PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Setelah industri otomotif menyatakan “angkat koper,” disusul industri elektronik mengumumkan tutup pabrik. Padahal BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat, sektor manufaktor tumbuh cukup kuat (rata-rata 5%). Tetapi kalkulasi pengusaha bukan cuma pertumbuhan ekonomi (dan daya beli dalam negeri. Melainkan juga iklim politik dan transparansi.
Berdasar data BPS, industri manufaktur terus tumbuh kuat. Hal itu ditandai dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor berat, jenis trailer dan semi trailer, tumbuh 4,29%. Sedangkan sub-sektor komputer, elektronik dan optik, masih tumbuh 3,03%. Namun berdasar pengalaman, sudah banyak pabrik elektronik tiba-tiba jatuh. Ingat misalnya, dua merek telepon selular terlaris (di Indonesia), secara mendadak hilang dari pasaran.
Sejak awal semester akhir 2015, pemerintah telah coba menggiatkan roda perekonomian. Diantaranya melalui paket kebijakan berupa percepatan proyek infrastruktur strategis, dan meningkatkan daya saing industri, serta meng-geber property. Nampaknya, inilah yang menyebabkan tumbuhnya industri manufaktur golongan besar dan menengah. Tetapi proyek-nya (proyek infratsruktur) belum dimulai. Termasuk pengembangan keretaapi cepat Jakarta – Bandung.
Proyek bernilai lebih dari Rp 5 trilyun tersebut, masih harus menghadapi problem transparansi. Sebab diduga, harganya terlalu mahal. Dibanding proyek serupa di Iran, harganya hampir 6 kali. Jika nilai mega-proyek ini tidak diturunkan, akan menjadi “sandungan” kelak. Misalnya, tentang harga gerbong, harga rel, dan biaya pembebasan tanah. Juga kemungkinan adanya pemburu rente (per-calo-an) yang menyebabkan proyek kelewat mahal.
Pemerintah rezim Jokowi, memang meng-ingin-kan anggaran APBN segera digelontorkan dengan merealisasi proyek. Tetapi bukan berati uang bisa diobral asal cepat habis. Masyarakat yang tidak masuk dalam jajaran eksekutif (pemerintah) maupun legislatif (DPR), bisa menjadi “polisi” pengawas proyek. Setiap proyek tidak akan lepas dari pengawasan masyarakat.
Maka berbagai data statistik, tidak akan mujarab untuk merealisasi investasi. Pelaku ekonomi, niscaya tidak mudah kepincut kebijakan tanpa melihat realisasi. Sebagaimana dijanjikan oleh presiden (dalam paket kebijakan), akan dilakukan kemudahan pengurusan izin. Konon, izin penanaman modal (akan) bisa selesai hanya dalam tiga jam. Bisa ditunggu bagai membuat pas-photo. Ini janji pemerintah untuk menggairahkan iklim investasi.
Berbagai usaha yang di-modali investasi dalam negeri maupun asing, langsung bisa realisasi. Janji ini belum bisa direalisasi. Harus diakui, masih banyak suap dan pungutan di bawah meja, menjadi kelaziman.Bukan hanya ketika berhadapan dengan birokrasi. Melainkan juga pemburu rente (commitment fee) kalangan rezim. Juga “serbuan” jajaran legislatif, sampai pensiunan pejabat tinggi.
Sudah menjadi pembicaraan publik, bahwa perusahaan BUMN pun, harus menyetor “upeti” untuk memenangkan tender proyek pemerintah. Berbagai fakta pada sidang pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi), “upeti” terungkap, dan nyata-nyata telah menjadi penghambat realisasi usaha. Seluruh pengusaha, termasuk BMUN, mesti meng-ancang-ancang ongkos suap sebagai biaya produksi. Nilai pungutan liar ditaksir berkisar antara 14% hingga 23% dari total biaya produksi.
Pungutan dan modus per-calo-an proyek, telah menjadi virus paling jahat. Nilainya lebih besar dibanding biaya (gaji) buruh yang diperkirakan hanya sekitar 13% biaya produksi. Besarnya nilai ongkos per-calo-an, menyebabkan harga jual produk (barang maupun jasa) lebih mahal. Itu yang menyebabkan produk dalam negeri tidak kompetitif. Hambatan gerak perekonomian, bukan hanya pada banyaknya “meja” yang harus dilalui. Tetapi berlanjut pada saat realisasi usaha, termasuk sektor distribusi.
Agaknya, pengusaha lebih memilih “aman” dengan cara rasionalisasi (pengurangan) karyawan. Maka kegelisahan buruh, mesti direspons pemerintah. Gejalanya, bisa mengancam sekitar 5 ribu buruh hanya dalam satu semester (awal 2016).

                                                                                                               ———- 000 ———-

Rate this article!
Mencegah “Badai” PHK,5 / 5 ( 1votes )
Tags: