Mencegah Narkoba Lewat Sekolah dan Keluarga

Oleh :
Maswan
Penulis adalah dosen Unisnu Jepara, Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah

Patologi sosial (penyakit sosial) dalam bentuk narkoba bisa menjangkiti kepada siapa saja kapan saja dan di mana saja. Penularannya tidak pandang usia, status dan kedudukan seseorang. Mereka bisa terjangkit penyakit ini sangat tergantung dengan siapa yang menjadi relasi dan jaringan dalam hidupnya. Penyakit macam ini penularannya sangat cepat dan mudah, karena jaringan perambahnya tidak hanya perorangan, tetapi dalam bentuk komunitas yang rata-rata kejiwaan dan akal sehatnya lemah.
Bahaya narkoba begitu besar dan dampak psikologis pengguna narkoba adalah gangguan kejiwaan dan kebodohan berpikir. Demi kelangsungan hidup kebangsaan, maka di belahan negera mana pun mengatur pelarangan dan memberi hukuman yang sangat berat, bagi pengguna narkoba. Termasuk di Indonesia, adalah negara yang masih sangat rentan dalam membangun mental bangsanya yang pemalas dan suka menerabas.
Dengan mental bangsa yang suka menerabas (meminjam istilah Koentjoroningrat), lantaran ingin hidup damai, tenang dan kejiwaannya rapuh maka jalan pintas yang ditempuh adalah menelan obat-obat terlarang. Mereka tidak menempuh jalan lurus melalui pendekatan spiritual keagamaan dengan cara ibadah yang disyariatkan, tetapi mencari jalan sesat yang justru membahayakan kejiwaan hidupnya.
Mencermati dampak psikologis bagi pengguna narkoba, maka pemerintah mengatur pelarangan dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan Pasal 1 angka 1 bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat.
Pertanyaannya, kalau sudah tahu akibat dari narkoba yang demikian itu, mengapa masih terus ada yang melakukan? Akhir-akhir ini malah banyak yang tertangkap pengguna narkoba dari publik figur pejabat pemerintah, anggota dewan dan para artis.
Seperti yang ditulis oleh Galih Pujo Asmoro (Wartawan Tribun Jateng), dengan tajuk Narkoba Luar Biasa yang mengguncang para artis. Galih memaparkan, Pekan lalu, kabar penangkapan pesohor Tanah Air karena narkoba mengguncang pemberitaan negeri ini. Betapa tidak, secara berurutan, mulai 13 Februari hingga 16 Februari, tiga selebriti Indonesia diciduk polisi karena barang haram itu.
Mereka adalah Fachri Albar yang ditangkap pada 13 Februari, menyusul kemudian Roro Fitria harus berurusan dengan polisi sehari setelah dicokoknya Fachri dan yang paling mengguncang tentunya Dhawiya Zaida yang digelandang pada 16 Februari. Selain karena narkoba, tiga artis itu sama-sama ditangkap di rumah masing-masing.
Nama terakhir, Dhawiya Zaida terbilang sangat mencengangkan saat ditangkap. Betapa tidak, anak dari Ratu Dangdut, Elvy Sukaesih itu ditangkap tidak sendirian. Ia diamankan bersama dua kakak laki-lakinya, Syehan dan Ali Zainal Abidin ditambah dengan istri Syechans, Chauri Gita. (Tribunjateng, 19/2)
Melihat fenomena tersebut, jika dilihat dari kaca mata pandang psikologis, anak-anak Ratu Dangdut Elvi Sukaesih seharusnya mempunyai ketenangan hidup, bahagia dan penuh kebahagiaan, karena mendompleng ketenaran ibunya. Memang tidak dapat dinalar, hal ini juga pernah dialami oleh Ridho Rhoma anak dari Raja Dangdut Rhoma Irama. Kurang apa dengan Ridho Rhoma, selain anak Raja Dangdut Dunia, dia juga secara pribadi sudah populer keartisannya.
Pertanyaannya, mengapa mereka sampai bisa larut dan ikut mengkonsumsi barang haram ini? Pertanyaan tersebut tentu sulit dijawab, karena ini menyangkut banyak hal dan kompleks penyebabnya. Persoalan ini merupakan sistem yang saling terkait. Bahkan kalau narkoba ini dikaitkan dengan faktor politik internasional, ada sindikat yang bertujuan memporak porandakan mental bangsa agar menjadi negara yang tidak berdaya.
Terlepas dari itu semua, yang jelas bahaya narkoba digambarkan sebagai orang orang yang tidak bisa berpikir, karena obat ini akan menggerogoti jaringan sela syaraf otak manusia. Akibat klimaknya, adalah kematian.
Upaya Menanggulangi
Seperti yang ditulis oleh Oryz Setiawan, dalam opininya berjudul Negara Terlanda Narkoba (Bhirawa, 18/2/2018), meberikan solusi dalam pencegahan narkoba. Menurutnya, pencegahan pada umumnya ditujukan untuk mengurangi faktor risiko dan memperkuat faktor protektif dalam berbagai bidang. Faktor risiko mempermudah seseorang untuk menjadi pengguna sedangkan faktor protektif membuat seseorang cenderung tidak menggunakan obat. Keberhasilan program ditentukan oleh kemampuannya mengubah karakteristik anak, keluarga, lingkungan dan sekolah secara bermakna. Salah satu lini yang teramat vital adalah peran keluarga. Tak terbantahkan faktor keluarga menjadi kunci dalam mencegah seawal mungkin terjerumus ke kubangan narkoba terutama bagi anak-anak dan remaja. Hingga saat ini upaya yang paling efektif dalam mencegahan penyalahgunaan narkoba adalah pendidikan dan pengawasan dari keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar penyalahgunaan narkoba dari keluarga yang tidak sehat dan tidak bahagia (broken home).
Kita yang masih bisa berpikir cerdas untuk menata masa depan bangsa, maka kita harus mampu mengantisipasi dan memberantas dari berbagai segi kehidupan. Penulis sebagai praktisi pendidikan, sependapat dengan Oryz Setiawan, memandang perlu pencegahan sejak dini dilakukan di lembaga pendidikan danpengawasan keluarga, yaitu dengan cara penguatan mental anak-anak sekolah.
Mari kita bimbing anak-anak di sekolah, kita dididik mengenai sikap mental kepribadian yang kuat. Dalam hasanah pendidikan, seperti akhlak mulia, budi pekerti luhur, dan sejenisnya harus terus kita polakan dalam perilaku sehari-hari. Guru di sekolah harus bersinergi dengan orang tua dan masyarakat, untuk membangun kepribadian tersebut.

———— *** ————-

Tags: