Mencegah Terulangnya Haji Ilegal

Ani Sri RahayuOleh :
Ani Sri Rahayu
Pengajar Civic Hukum (PPKn) Universitas Muhammadiyah Malang

Upaya menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap muslim/at yang telah memenuhi kesanggupan (istitha’). Kesanggupan di sini menurut ulama tidak hanya dalam sisi finansial tetapi juga dalam sisi kesehatan, keamanan, peluang dan ksempatan. Bila tidak memenuhi kesanggupan maka tidaklah harus sampai memaksakan diri harus berangkat menunaikan ibadah haji. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk memaksakan diri dalam beribadah apalagi dengan cara-cara yang ilegal dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Calon haji ilegal
Melihat adanya para jemaah calon haji asal Indonesia berangkat ke tanah suci melalui embarkasi yang telah ditetapkan pemerintah, namun tidak dengan jemaah calon haji  asal Indonesia yang menggunakan paspor negara lain untuk menunaikan ibadah haji. Ada 177 jemaah calon haji asal Indonesia (WNI) yang menggunakan paspor Pilipina berangkat melalui Bandara Internasional Manila. Tentu saja, mereka akhirnya ditangkap dan tidak dapat menunaikan ibadah haji.
Awalnya pihak imigrasi Pilipina hanya mencari dua warga Pilipina yang diduga bertindak sebagai pendamping untuk sekelompok orang Indonesia yang ingin berangkat ke Makkah pada 17 dan 18 Agustus. Namun, mereka malah bertemu dengan 177 warga Indonesia yang sudah bersiap untuk terbang ke Madinah. Saat diperiksa oleh pihak keimigrasian Pilipina, para WNI tersebut tidak dapat berbicara dengan dialek lokal seperti Tagalog, Maranao, Cebuano, atau Maguindanao. Mereka hanya bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sementara mereka memegang paspor Pilipina.
Menurut Kepala Imigrasi Filipina Jaime Morente, lima warga Filipina yang mendampingi jamaah Indonesia tersebut menuju tanah suci juga ditangkap. Ia mengatakan, paspor Filipina yang dipegang jamaah diperoleh secara ilegal daripara pendamping dengan membayar mulai 6.000 – 10.000 dolar AS per orang menggunakan kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Filipina. Identitas jamaah Indonesia itu terungkap setelah didapati mereka tidak berbahasa Filipina. Sampai kemarin mereka ditahan di rumah tahanan Imigrasi di Taguig City.
Keberangkatan jamaah calon haji Indonesia melalui negara lain termasuk Filipina sebenarnya bukan hanya terjadi tahun ini. Pada Juni 2015, Satuan Reskrim Polres Parepare, Sulawesi Selatan, membongkar penyaluran jamaah calon haji Indonesia yang diberangkatkan melalui Filipina di Jalan Nusantara, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, dengan korban 37 jamaah dari berbagai kalangan.
Tentu saja ini sangat mengagetkan mengingat selama ini tidak ada kasus seperti ini yang muncul. Akibatnya hal ini selain memalukan juga menjadi masalah besar yang harus diselesaikan dua negara ini. Karena bagaimanapun jemaah calon haji warga negara Indonesia ini telah melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan, karena selain hal ini merupakan perbuatan tercela juga secara konstitusi sudah melanggar karena menggunakan paspor asli tetapi palsu (Aspal).
Kita tentu sangat menyayangkan hal ini terjadi. Jika sadar bahwa mereka sengaja menggunakan paspor palsu negara lain, dari sisi ibadah tentu jadi pertanyaan pula, bagaimanakah kualitas ibadahnya nanti di mata Tuhan karena dari awal niatnya saja sudah salah, memakai jalan yang tidak benar yaitu paspor palsu?
Dikutip dari Inquirer dan media Pilipina lain, para WNI itu mengaku datang sebagai turis beberapa pekan sebelumnya. Mereka menyetor US$ 6-10 ribu agar bisa berangkat. Mereka diduga memanfaatkan kuota tersisa yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi untuk para calon jemaah haji Pilipina. Hal itu dilakukan akibat terbatasnya kuota haji Indonesia. Kini 177 WNI itu ditahan di Pusat Tahanan Biro Imigrasi Camp Bagong Diwa Bicutan, Manila.
Langkah nekat jamaah calon haji berangkat dari negara lain tidak terlepas salah satunya akibat lamanya waktu tunggu (waiting list) dari Indonesia. Kuota terbatas tapi yang berniat akan berangkat semakin besar jumlahnya. Seperti Sumatera Utara, berdasarkan waiting list yang dirilis situs Kemenag, daftar tunggu Sumut sampai 15 tahun yaitu tahun 2031 dengan kuota 6544. Sementara yang mendaftar 99.376 jamaah.
Wakil Menteri Luar Negeri RI A.M Fachir kepada pers mengakui kemungkinan mereka berangkat dari negara lain karena ketidaktahuan dan terbatasnya kuota ibadah haji untuk WNI. Hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh segelintir oknum dengan menawarkan berbagai kemudahan, salah satunya berangkat haji menggunakan paspor palsu dari Filipina. Permasalahan ini, lanjut Fachir, juga hadir karena beberapa negara tidak mengoptimalkan penggunaan kuota ibadah haji untuk warga negaranya.
Belajar dari kesalahan
Memang bila dicermati, setiap tahun ada saja masalah yang berkaitan dengan proses pemberangkatan dan pemulangan calon haji asal Indonesia. Tahun lalu, masalah yang terbesar adalah masalah visa haji yang sedikit mengalami masalah walaupun akhirnya dapat diselesaikan. Kini masalah yang muncul tidak lagi masalah visa haji – walaupun masih ada yang bermasalah tetapi berkaitan dengan masalah haji ilegal. Hal inilah yang terjadi kepada 177 calon jemaah haji asal Indonesia yang hendak berangkat melalui Pilipina.
Bila ditarik masalah tentang kenapa ada jemaah calon haji yang ‘memaksakan’ diri berangkat menunaikan haji lewat negara asing, salah satunya tentu berkenaan dengan kuota haji. Kuota haji Indonesia hingga saat ini belum mengalami perubahan, yaitu masih bertahan di angka 168 ribu jemaah. Memang dalam tiga tahun terakhir jumlah jemaah haji asal Indonesia tidak bergerak dari angka 168 ribu. Pada 2012, Indonesia mendapat jatah sebanyak 221 ribu jemaah. Tahun ini, jumlah jemaah masih sama, yaitu 168 ribu jemaah.
Pemotong jatah kuota haji Indonesia sebesar 20 persen dilakukan disebabkan pemerintah Saudi sedang merekonstruksi kawasan Masjidil Haram. Kendati demikian, setiap tahun Saudi mengevaluasi pelaksanaan ibadah haji. Salah satunya ialah mengenai jumlah jemaah. Akibatnya banyak jemaah calon haji Indonesia yang harus menunggu untuk berangkat ke tanah suci sampai 15 tahun. Tentu saja hal ini membuat jemaah calon haji berpikir untuk menunaikan ibadah haji melalui ‘jalur’ yang tidak biasa dilakukan, di antaranya menggunakan kuota haji negara lain yang tidak mampu memenuhi kuota haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi.
Keinginan untuk berangkat menunaikan ibadah haji ke tanah suci memang terkadang tidak mampu dihalangi, namun kuota haji merupakan salah satu yang membuat kita harus bersabar menunggu ‘jatah’ yang ada. Karena itulah di satu sisi pemerintah harus mampu mengakomodir keinginan para calon jemaah haji namun di sisi lain kekuatan pemerintah untuk melakukan ‘daya tawar’ dianggap lemah terhadap pemerintah Arab Saudi, padahal sebagai negara yang terbanyak penduduknya memeluk agama Islam harusnya daya tawar kita semakin kuat.
Kasus 177 calon jemaah haji asal Indonesia yang saat ini masih ditahan di Pilipina mudah-mudahan dapat diselesaikan segera. Mereka bukanlah orang-orang yang melakukan tindakan kriminal, namun mereka hanya ingin untuk melaksanakan ibadah haji, karena itu pemerintah Indonesia harus melakukan advokasi bahkan meminta kepada pemerintah Pilipina untuk membebaskan para calon jemaah haji ini.
Melihat kenyataan ini tentu kita berharap pemerintah tidak lepas tangan. Kita berharap ada solusi kejadian kejadian seperti ini tidak terulang. Di dalam negeri sendiri sudah sering kasus penipuan menimpa jamaah calon haji maupun umroh. Alih-alih mau menunaikan rukun Islam yang ke lima, pada hari H pihak penyelenggara ibadah umroh dan haji plus ternyata gagal memberangkatkan. Jika memungkinkan menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga yang kuota haji nya masih kosong dan tidak dioptimalkan, tentu sangat disyukuri.
Misalnya dengan Filipina, Malaysia, Thailand, Brunei serta Singapura. Namun hal ini membutuhkan pendekatan formal maupun informal, lobi-lobi G to G serta kesepakatan di antara kedua pimpinan negara maupun dengan pejabat dan pemuka agama Islam di negara tersebut dilandasi semangat ukhuwah Islamiyah. Hal ini akan berdampak pada pengurangan masa tunggu yang begitu lama sementara usia jamaah calon haji terus bertambah dan umumnya memang sudah tua dan kasus serupa tak terulang.
Saat ini, menurut informasi yang diterima Kemenag dari Pemerintah Arab Saudi kuota Haji Indonesia hanya berjumlah 168.800 yang terbagi 155.200 untuk haji reguler dan 13.600 untuk haji khusus karena adanya perluasan di Masjidil Haram sehingga tak memungkinkan untuk penambahan kuota, bukan hanya kepada Indonesia melainkan juga negara lain. Tentu saja ini pelajaran berharga yang harus dihindari oleh para calon jemaah haji agar jangan sampai terulang kembali.

                                                                                                             ———— *** ————

Rate this article!
Tags: