Mencintai Boso Jowo dengan Menulis Buku Geguritan ‘Jaman Opo Saiki’

Endang Sunarsih

Endang Sunarsih
Untuk menambah referensi siswanya dalam bidang menulis, khususnya menulis Geguritan. Endang Sunarsih, Guru Bahasa Jawa SMPN 1 Sidoarjo berhasil menulis buku Geguritan Gagrag Anyar. Buku berjudul Jaman Apa Saiki’ ditulis di masa pandemi Covid 19 saat ini.
Perempuan lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Unesa 2016 ini mengaku masa pandemi ini banyak berdiam di rumah, dan karena bidangnya Bahasa Jawa, juga karena sering membina siswanya dalam menulis geguritan, Bahasa Jawa dan Karawitan.
“Waktu yang banyak luang ini saya gunakan untuk menulis buku. Harapannya bisa untuk tambah referensi siswa kami, karena referensi mata pelajaran bahasa Jawa sangat kurang,” jelas Endang, pada Kamis (28/1) kemarin.
Selain itu, buku ini juga bisa menjadi tambahan ilmu para siswa, karena sedikit ilmu yang saya miliki, khusus Bahasa Jawa ini bisa bermanfaat buat mereka. ”Bahasa Jawa ini semakin lama semakin terkikis, semakin punah. Jadi saya sangat prihatin sekali sebagai Orang Jawa Tulen. Maka saya ingin melestarikan Budaya Jawa yang terkenal mempunyai Adi Luhung ini, seharusnya banyak generasi muda yang melestarikannya. Padahal banyak Warga Negara Asing(WNA) yang kagum dan mencintai Budaya Jawa,” ungkap perempuan kelahiran Blitar 8 Nopmber 1963.
Peraih penyaji terbaik 2012 pada Festival Seni Pertunjukan Musik Tradisi Pekan Seni Guru Tingkat Jatim yang mendapat tugas sebagai pengajar bahasa Jawa. Endang ingin melestarikan Bahasa Jawa, karena di dalamnya juga banyak sekali budaya yang harus ditanamkan kepada generasi muda dan harus tahu perkembangannya.
“Ragam budaya yang harus dilestarikan ini banyak sekali nilainya, terutama nilai budi pekerti, yang langsung bisa dinikmati para siswa,” tutur Endang.
Saya tergerak untuk meningkatkan program melestarikan Budaya Jawa ini. Harapan saya para generasi muda bisa ikut andil di dalamnya. Sebab ada kekawatiran para generari muda justru kalau belajar Budaya Jawa ke luar negeri. ”Saya takut sekali dengan kondisi itu jangan sampai terjadi kepada generasi penerus kita. Karena pertama kali saya mengajarkan ‘Tembang’ itu ditertawakan, tapi saya tetap semangat,” katanya dengan nada prihatin.
Dengan semangat yang terus dikuatkan dan hanya beberapa siswa yang ikut bergabung langsung dibuktikan ikut beberapa kegaitan lomba. Diantaranya lomba Moco Pat geguritan dengan pembinaan Endang sendiri.
“Dari lomba – lomba yang kami ikutkan, ternyata sering juara, akhirnya di sekolah diadakan ekstra karawitan. Yang mengejutkan, ternyata peminatnya banyak sekalih, hingga saya jadi kewalahan,” tandas Endang. [ach]

Tags: