Mencintai Budaya Literasi Melalui Permainan Dadu

Permainan dadu dan pohon literasi yang berhasil disusun siswa kelas VI SDN Rejosalam 1 Pasrepan Kabupaten Pasuruan

Kabupaten Pasuruan, Bhirawa
Model pembelajaran dengan metode ceramah di beberapa sekolah mulai dipinggirkan, lantaran dianggap kurang efektif. Siswa hanya mendengarkan tanpa terlibat langsung dan hanya menerima informasi yang disampaikan guru, tanpa tahu kebenaran informasi tersebut. Oleh karena itu guru harus melakukan inovasi, agar siswa lebih aktif, kreatif dan senang dalam pembelajaran.
Program literasi yang sudah berjalan di sekolah-sekolah, membuat guru harus lebih pintar melakukan inovasi pembelajaran. Selain budaya membaca 15 menit sebelum pelajaran, beberapa cara juga dilakukan oleh guru. Tujuannya adalah agar siswa mencintai budaya membaca dan menulis.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru agar tujuan tersebut tercapai. Seperti apa yang dilakukan oleh guru kelas VI SDN Rejosalam I Yulia Nuryani Candra, S.Pd, senin (4/3) kemarin
Hari itu, siswa kelas 6 dibagi menjadi 5 kelompok secara heterogen. Dengan setiap kelompok berisi 3-4 orang. Kelas 6 hari ini akan belajar membaca dan menulis sebagai upaya membudayakan literasi.
“Harapan dari pembelajaran ini adalah untuk mengenalkan literasi, melatih siswa membuat pertanyaan dengan 5W 1H, dan menunjukkan bahwa menulis itu mudah dan menyenangkan,” jelas Bu Yulia panggilan akrab guru kelas VI tersebut
Sebagai kegiatan awal, jelas Bu Yulis setiap anak dalam kelompok dibagikan sebuah teks cerita rakyat dengan judul “Baru Kelinthing”. Siswa diberi waktu 15 menit untuk menyelesaikan bacaannya. Langkah selanjutnya, permainan diawali dengan guru membagikan dadu kepada setiap kelompok, dengan tiap nomor dadu berisi jenis pertanyaan yang berbeda. Jika dadu menunjukkan angka 1 maka kelompok harus menyusun pertanyaan dengan awalan “apa”, angka 2 dengan awalan “siapa”, angka 3 dengan awalan “dimana”, angka 4 dengan awalan “kapan”, angka 5 dengan awalan “mengapa”, dan angka 6 yang merupakan pertanyan dengan awalan “bagaimana”. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk melempar dadu sebanyak 4 kali.
Pertanyaan-pertanyaan harus disusun berdasarkan bacaan yang sudah dibaca, yang kemudian dilempar kepada siswa dalam kelompok lain. Guru disini berfungsi memperkuat jawaban yang dikemukakan siswa. Setelah siswa menjawab pertanyaan dan benar, selanjutnya siswa menulis soal dan jawaban pada selembar kertas yang sudah dibentuk buah-buahan. Sebagai langkah akhir siswa memajangnya pada pohon literasi.
“Metode pembelajaran dengan menggunakan dadu dan memajang hasilnya pada pohon literasi membuat siswa bermain sambil belajar, kemampuan siswa membuat kalimat pertanyaan semakin tarasah. Selain itu menjadikan siswa aktif dan kreatif dalam menyusun kalimat pertanyaan, pembelajaran membaca dan menulis pun menjadi menyenangkan.” kata Bu Yulia di akhir pelajaran. [Yulia Nuryani Candra, S.Pd, SDN Rejosalam I Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan]

Tags: