Mendiskusikan Gelar Profesor SBY

blangkonan2Oleh :
Ribut Lupiyanto
Peneliti di UII-Yogyakarta ; Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima gelar guru besar (Profesor) bidang ilmu ketahanan nasional dari Universitas Pertahanan (Unhan) pada tanggal 12 Juni 2014. SBY layak menerima gelar tersebut karena berbagai prestasi dan kontribusinya di bidang pendidikan serta pertahanan. Unhan memastikan SBY telah memenuhi syarat sebagai guru besar sesuai Permendikbud Nomor 40 tahun 2012 tentang pengangkatan profesor/guru Besar tidak tetap perguruan tinggi.
Pro dan kontra bermunculan terkait pemberian gelar profesor pada SBY. Sudut pandang akademik, etika, dan politik mewarnai dinamika pro dan kontra tersebut. Tidak ada salahnya menerima gelar jika layak dan wajar. Gelar adalah bentuk apresiasi akademik. Tetapi mengumbar, mengobral, dan bau kontroversial yang mewarnainya justru bisa membuat kontra produktif. Pemberian gelar profesor kepada SBY ini penting menjadi bahan refleksi bagi insan akademik dan Kemdikbud untuk menjaga konsistensi penegakan regulasi akademik serta independensi institusi pendidikan.
Gelaran Gelar
SBY sudah memiliki gelar Doktor formal di bidang Ekonomi Pertanian dari IPB. Tangan terbuka SBY setiap menerima gelar Doktor Honoris Causa (HC) hingga beberapa kali sempat memperburuk prasangka. Hingga kini SBY tercatat menerima gelar Doktor Honoris Causa (HC) 8 kali selama 9 tahun menjabat Presiden RI. Terakhir SBY menerima gelar Doktor HC dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) pada 20 September 2013.
Tujuh gelar Doktor HC sebelumnya antara lain bidang hukum dari Universitas Webster Inggris pada tahun 2005, bidang politik dari Universitas Thammasat Thailand tahun 2005, bidang pembangunan pertanian berkelanjutan dari Universitas Andalas Padang tahun 2006, bidang Pemerintahan dan Media dari Universitas Keio Jepang tahun 2006, bidang ekonomi dari Universitas Tsinghua China tahun 2012, bidang perdamaian dari Universiti Utara Malaysia tahun 2012, serta bidang kepemimpinan dan pelayanan publik dari Nanyang Technological University, Singapura tahun 2013.
Pertimbangan pemberian gelar selama ini sesungguhnya menjadi konsekuensi logis atas posisi SBY sebagai presiden. Mayoritas rakyat pun menilai keberhasilan itu biasa-biasa saja dan terkadang kontroversial. Gelar itu sifatnya personal, sehingga tentu kurang etis jika diperoleh atas posisinya. Hal ini akan memperuncing kecemburuan sosial. Para menteri, dirjen, hingga aparat terendah juga ikut berkeringat.
Kini SBY menerima gelar profesor bidang pertahanan yang baru pertama kali di Indonesia. SBY ditetapkan sebagai guru besar dari jalur dosen tidak tetap. Sejumlah tokoh pernah meraih gelar guru besar dari status dosen tidak tetap dan tidak ada yang mempersoalkannya. Mereka adalah mantan kepala Badan Intelejen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono oleh Sekolah Tinggi Intelejen Negara (STIN) dan mantan Jamwas Kejagung Marwan Effendi dari Universtias Sam Ratulangi (Unsrat). Kemdikbud menyampaikan bahwa SBY ditetapkan sebagai guru besar karena berhasil mengkonversi tacit knowledge (ilmu yang tidak kelihatan) yang dimiliki menjadi explicit knowledge.  Capaian SBY yang dinilai untuk pertimbangan pemberian gelar professor itu adalah kinerjanya sebagai presiden dimasa demokrasi hingga strategi pertahanan negara. Khusus untuk urusan strategi pertahanan, SBY dinilai berhasil menjalan kebijakan mulai dari sisi anggaran hingga menjadikan Indonesia sebagai peace keeping atau penjaga perdamaian dunia.
Klarifikasi Publik
SBY mendapatkan gelar Doktor sesaat sebelum Pemilu 2009. Kini SBY menerima gelar Profesor sesaat sebelum masa jabatannya usai. Wajar jika publik ada yang mencurigainya dengan penciuman berbau politis. Jangan sampai pihak pemberi atau penerima benar-benar memanfaatkan jabatan politik ini. Kedua pihak penting melakukan klarifikasi yang jernih kepada publik untuk meyakinkan dan meluruskan terkait kontroversi ini.
Pihak Unhan telah menyampaikan bahwa SBY merupakan dosen dalam bidang kepemimpinan strategis. SBY diklaim telah memenuhi kuota jam mengajar, menulis ribuan artikel, mengikuti berbagai konvensi, serta turut menyusun perubahan pendidikan dan kurikulum di Unhan.
SBY penting menjelaskan kepada publik bagaimana memenuhi kuota mengajar di Unhan. Hal ini penting jangan sampai pemenuhan tersebut mengkorupsi waktu sebagai presiden. Atau jangan sampai terjadi klaim ganda, mengajar tetapi mengakali dengan agenda kepresidenan.
Pihak penilai sebaiknya secara jujur dan cermat membedakan karya akademik benar hasil pribadi atau menjadi konsekuensi karena menjabat presiden. Selain itu konvensi yang diikuti menempatkan SBY sebagai dosen Unhan atau presiden.
Konsistensi regulasi linearitas bidang keilmuan juga penting ditegakkan. SBY bergelar doktor bidang ekonomi pertanian, sedangkan kini mendapat gelar profesor di bidang ilmu ketahanan nasional. Rasanya kedua ilmu tersebut tidak serumpun bahkan jauh, walaupun jika dikait-kaitkan akan ada saja alasan relasinya. Kemdikbud menyampaikan bahwa pemberian gelar kepada SBY sebagai wujud membangun nilai tradisi memberikan apresiasi konstruktif. Tujuannya menumbuhkan budaya atau kultur berlomba menjadi yang lebih baik. Sayangnya, pemberian yang diawali dari sosok presiden kuranglah tepat. Akan lebih baik jika hal itu tujuannya, maka berangkat dari bawah.
Gelar yang diterima pemimpin sering tidak dihargai rakyat. Gelar sejatinya tidak akan menambah nilai kehormatan pemimpin. Penerimaan atasnya bahkan bisa menjadi perjudian kehormatan. Rakyat lebih menghargai dan membanggakan kerja nyata dan kenegarawanan dalam kepemimpinan.

———- *** ———-

Rate this article!
Tags: