Mendorong Program Satu Desa Satu PAUD

Harjoni Desky

Harjoni Desky

Oleh:
Harjoni Desky, MSi
Penulis adalah Pemerhati Pendidikan Anak Usia Dini;
Tinggal di Kota Lhoksemawe-Provinsi Aceh

Indonesia berada di posisi ke empat sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia. Sekarang ini lebih dari 238 juta orang tinggal di negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 lebih pulau.
Selama satu dekade terakhir perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif, penurunan angka kemiskinan dan kemajuan dalam banyak Sasaran Pembangunan Millenium (MDGs). Data yang ada juga  menunjukkan Indonesia telah berhasil menurunkan jumlah balita dengan berat badan kurang, sampai di bawah 18 persen sehingga melampaui angka yang diproyeksikan, serta berada pada jalur yang tepat dalam memenuhi target untuk mengurangi angka kematian anak, termasuk juga dalam program pendidikan dasar universal.
Meskipun kemajuan telah dicapai dalam hal penurunan angka kemiskinan, kesenjangan masih tetap terjadi, sehingga banyak anak dan keluarga yang kurang mampu dan miskin, belum menikmati manfaat capaian ini. Lebih dari 30 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan (US $2 per hari) dan setengah dari seluruh rumah tangga berada di sekitar garis kemiskinan, dan 65 persen dari jumlah masyarakat kurang mampu tersebut saat ini tinggal di daerah pedesaan. Bagi mereka, perbaikan ekonomi nasional hanya membawa sedikit manfaat dalam bidang kesehatan dan pendidikan, sehingga kondisi kemiskinan tetap masih menimbulkan risiko khususnya bagi pendidikan anak-anak mereka.
Sejak tahun 1987 di Indonesia telah terjadi peningkatan yang mengesankan dalam hal persalinan yang dibantu oleh tenaga terampil, tetapi masyarakat kurang sejahtera masih tetap tertinggal. Indonesia juga telah berhasil menurunkan angka kematian ibu dari 340 menjadi 220 per 100.000 kelahiran hidup (antara tahun 2000 dan 2010). Namun, angka tersebut masih jauh di atas angka rata-rata untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Demikian pula halnya dengan angka kamatian balita dan bayi yang masing-masing telah turun dari 544 menjadi 35 dan dari 38 menjadi 27 (antara tahun 2000 dan 2010, per 1000 kelahiran), Namun, angka tersebut tetap masih jauh di atas angka rata-rata untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan pasifik pada tahun 2010, yakni 24 untuk balita dan 20 untuk bayi.
Kesenjangan berkelanjutan juga terjadi dalam dunia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Meskipun tingkat partisipasi pada layanan Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD), seperti kelompok bermain dan taman kanak-kanak telah meningkat, akan tetapi partisipasi (keterlibatan) anak-anak kurang sejahtera tetap masih kecil. Kenyataan ini kontras dengan prestasi penting yang dicapai Indonesia dalam meningkatkan partisipasi anak laki-laki dan perempuan dari semua latar belakang ekonomi pada tingkat sekolah dasar yang hampir mendekati 100 persen.
Di sisi lain, manakala anak-anak tersebut mulai memasuki usia SD, kesenjangan partisipasi yang terjadi pada tingkat Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD) muncul kembali. Anak-anak dari keluarga kurang mampu dan anak-anak dari daerah pedesaan mengalami kesulitan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama. Dari data yang ada hanya seperempat dari mereka yang bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas. Sebaliknya, 80 persen anak-anak di perkotaan melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama dan hampir dua pertiga dari mereka melanjutkan ke sekolah menengah atas.
Pembangunan Berbasis Masyarakat (CCD)  dalam Mendorong Kegiatan PPAUD

Pembangunan berbasis masyarakat merupakan perdebatan antara pemikiran strukturalis dengan poststrukturalis berkenaan dengan penggunaan kekuasaan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Pada pemikiran strukturalis, negara sebagai pemegang kekuasaan lebih mengutamakan pembangunan dengan konsep pertumbuhan ekonomi yang secara otomatis menimbulkan efek ganda (multiplier effects) terhadap kegiatan masyarakat khususnya di bidang ekonomi.
Pada masyarakat industri, peluang usaha yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan menjadi ekonomi kreatif sehingga berdampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya pada masyarakat yang masih tergantung pada sektor pertanian, pengembangan ekonomi kreatif perlu didorong dan difasilitasi oleh pemerintah sehingga mereka memiliki kemampuan yang secara bertahap berkembang menjadi masyarakat yang mandiri. Oleh karena itu, pemikiran strukturalis cenderung menciptakan ketidakadilan dan kesenjangan sosial.
Pendekatan poststruktukturalis beranggapan bahwa pemegang kekuasaan melakukan dominasi dalam mengatur kehidupan masyarakat, sehingga mengabaikan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan kemampuan mereka sendiri. Dalam konteks ini harus ada pilihan-pilihan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan dalam mengatur kehidupan masyarakat dengan mengembangkan inisiatif dan kreativitas masyarakat.
Ife dan Tesoriero (2008)  menyebutkan bahwa poststrukturalis telah memunculkan wacana alternatif sebagai bagian dari proses perkembangan, walaupun tidak menyediakan resep seperti pada pendekatan strukturalis, namun ia memberikan suatu perspektif pada kerja yang sangat kuat dan dapat memperkuat proses pemberdayaan bagi masyarakat.
Jalan tengah yang dapat menyembatani kedua pendekatan di atas adalah pendekatan konstruksi sosial dari Berger dan Luckmannn (1980) yang mengintegrasikan secara dinamik peran negara sebagai pemegang mandat kekuasaan dari masyarakat yang seharusnya mendorong inisiatif dan kreativitas masyarakat, sehingga dapat menciptakan transformasi dengan berkembangnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan termasuk dalam dunia pendidikan.
Merujuk pada pemikiran di atas, maka partisipasi aktif masyarakat merupakan bagian terpenting untuk menciptakan model Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia  Dini (PPAUD). Yaitu mengikutsertakan masyarakat dalam pembentukan dan pemberdayaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang bertumpu pada masyarakat (community based development) dengan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat, salah satunya adalah dimulai dari tanggung jawab pemerintah desa sebagai ujung tombak pelayanan bagi masyarakat.
Selanjutnya, bila memperhatikan data dan kondisi anak-anak kurang mampu di Indonesia, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka Indonesia sangat membutuhkan peran masyarakat Indonesia, peran kita semua untuk selalu memperhatikan dan peduli terhadap perkembangan pendidikan anak-anak kurang mampu dan anak-anak yang tinggal di pedesaan. Beranjak dari kondisi dan persoalan tersebut, sebaiknya kita memulai langkah ini dengan tetap senantiasa memfokuskan diri pada Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD), dengan langkah-langkah diantaranya dengan melibatkan pemuda-pemudi dan ibu PKK yang ada di desa untuk melaksanakan Pembangunan Berbasis Masyarakat (CCD).
Pembangunan Berbasis Masyarakat (CCD) ini merupakan inisiatif pembangunan yang memberikan kendali atas proses pengembangan sumber daya dan kewenangan dalam pengambilan keputusan langsung kepada kelompok masyarakat. Proses pembangunan berbasis masyarakat ini memiliki asumsi bahwa warga masyarakat berada pada posisi yang paling tepat untuk menilai apa yang mereka butuhkan untuk memperbaiki kehidupan mereka. Jika mereka diberi informasi dan sumber daya, mereka mampu menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Penggunakan perencanaan berbasis masyarakat dalam hal memperluas layanan PPAUD akan mendorong terwujudnya “Satu Desa Satu PAUD” langkah ini sebagai langkah bijak dalam membuka peluang bagi anak-anak kurang mampu dan tinggal di pedesaan untuk berpartisipasi dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dan sebagi kunci kesuksesan dari kegiatan ini, maka sebaiknya dilibatkan fasilitator lokal yang terampil dalam bidang pendidikan khususnya PAUD dan tim manajemen desa termasuk kepala desa dan tokoh masyarakat. Diharapkan dengan keterlibatan pimpinan forman dan informal desa tersebut akan mampu meningkatkan peluang keberlanjutan dari program “Satu Desa Satu PAUD” Semoga….

Rate this article!
Tags: