Menebar Janji, Merawat Rugi

Oleh :
Akmal Adicahya
Pegiat Anti-Korupsi, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Brawijaya

Pesatnya pembangunan di Kota Batu dapat dengan mudah dilihat secara kasat mata. Bila mendasarkan pada data Badan Pusat Statistik Kota Batu, pada 2014 telah terdapat 500 hotel yang beroperasi di Kota Batu. Terakhir, pada tahun 2015 telah terdapat 550 hotel dengan jumlah total kamar sebanyak 6066 Kamar. Jumlah yang terus bertambah ini tidak lepas dari jumlah pengunjung atau wisatawan kota batu yang setiap tahunnya terus bertambah. Pada tahun 2013 tercatat terdapat 1.881.446 pengunjung di Kota Batu, jumlah ini meningkat pada tahun 2014 menjadi 2.089.022 pengunjung. Bahkan pada tahun 2015 jumlah ini meningkat kembali hingga 2.249.201 wisatawan. Jumlah ini setara dengan 10 kali lipat warga kota batu yang hanya berjumlah 214969 jiwa.
Sayangnya, pertumbuhan ini tidak diikuti dengan keberlangsungan atas kelestarian lingkungan. Hal ini salah satunya terlihat dari berkurangnya jumlah mata air di Kota Batu. Dalam catatan awal Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur tercatat terdapat 109 sumber mata air di kota batu. Namun jumlah ini kemudian berkurang hingga tersisa 57 sumber mata air. Bahkan, 46 dari jumlah tersebut mengalami penurunan debit. Selain penurunan jumlah mata air, pembangunan di Batu terindikasi turut serta menurunkan kualitas air sungai. Hal ini seperti terlihat dalam indeks kualitas air yang dikeluarkan oleh BLH Jawa Timur telah mengkategorikan air sungai kota batu dengan kualitas sangat kurang. Hal ini disebabkan tekanan beban pencemaran baik dari industri maupun domestik.
Hingga kini, terdapat 2339-2600 keluarga miskin yang berhuni di Kota batu. Bila diasumsikan dalam satu keluarga terdapat sedikitnya 3 orang yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, maka setidaknya terdapat 7017-7800 orang miskin yang ada di kota batu. Sayang, standart pengukuran (garis kemiskinan) yang digunakan oleh pemerintah sangatlah kecil, yaitu income sebesar Rp. 312,328 atau sebesar $25 per bulannya. Artinya, bila seseorang memiliki income lebih dari jumlah tersebut, maka Ia tidak digolongkan sebagai rakyat miskin. Padahal sudah menjadi pengetahuan umum bila sejumlah uang tersebut tidak mampu menopang kehidupan yang layak untuk ukuran manusia saat ini. Terlebih, bila standart ini ditingkatkan mengikuti standart bank dunia, yaitu $1.25 per hari atau $37.5 per bulan, maka jumlah warga miskin akan jauh lebih besar.
Pajak yang Merugi
Sebagai sebuah kota yang mengunggulkan potensi wisatanya, nyatanya kota batu justru terbelit permasalahan yang diakibatkan oleh pihak-pihak yang beroperasi pada sektor ini. Salah satunya ialah tunggakan pajak daerah kota batu yang nyaris setiap tahun kian bertambah jumlahnya. Terakhir, menurut LHP LKPD (Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Batu) Tahun Anggaran 2015 tercatat terdapat piutang pajak daerah sebesar 53 Miliar. Menurut laporan ini jumlah piutang pajak daerah tersebut paling besar disumbang oleh piutang pajak hiburan yaitu sebesar 24,6 Miliar.
Sebagai sebuah sumber pendapatan asli daerah tentu saja jumlah sebesar 53 Miliar tersebut akan lebih bermanfaat bila dapat tertagih dan disalurkan melalui belanja daerah kepada masyarakat. Terlebih ketikahari ini jumlah belanja daerah yang ditujukan bagi masyarakat jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan belanja daerah yang cenderung dimanfaatkan bagi penyelenggara pemerintah daerah. Hal ini setidaknya tercermin dari penganggaran dana penanggulangan gizi buruk yang nilainya tak lebih dari 600 juta rupiah, sementara anggaran untuk publikasi atau kerjasama media justru bernilai 6 Miliar rupiah pada APBD Kota Batu TA 2016.
Penguasa Sebagai Hukum
Perspektif teori kritis memandang hukum tidaklah selalu benar. Karena tidak jarang hukum hanya menjadi alat bagi pembenaran hal tertentu yang juga belum tentu benar. Pandangan ini sangat sadar bahwa hukum bekerja sebagai agenda politik atau setidak-tidaknya bekerja dengan menyembunyikan agenda politik tertentu. Sehingga tidaklah mengherankan bila Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa Hukum tidak selalu benar, Ia tidak memonopoli kebenaran, hukum bisa salah.
Dalam pendekatan lainnya, secara terang-terangan diakui bahwa hukum merupakan produk politik. Hukum bukan merupakan suatu kekuatan independen melainkan merupakan respon atastekanan luar dengan cara tertentu yang mencerminkan kehendak dan kekuatan-kekuatansosial yang mengarahkan tekanan tersebut.Melalui desertasinya, Mahfud MD menegaskan bahwa tidak dapat dipungkiri hukum merupakan hasil dari suatu proses politik. Faktanya, bila hukum dikonsepsikan salah satunya dalam bentuk undang-undang yang dibentuk oleh legislatif, maka sangat jelas bahwa Ia merupakan hasil kompromi politik para penyusun undang-undang yang memperjuangkan kepentingan masing-masing.
Hukum di Kota Batu terbukti berpihak pada segelintir golongan dan bukan kepada rakyat Kota Batu. Hal ini terlihat dalam peraturan perihal pengelolaan pajak hiburan. Dengan memperhatikan pertimbangan serta isi perda batu no 2 tahun 2012 tentang perubahan beberapa poin dalam perda No 6 tahun 2010 tentang pajak hiburan, akan terlihat jelas keberpihakan pemerintah kota batu selama ini. Pertama, dalam pertimbangan pembentukannya sangat jelas dinyatakan bahwa perda no 2 tahun 2012 dimunculkan untuk ‘memenuhi aspirasi masyarakat pengusaha hiburan’. Kedua, terjadi penurunan tarif pajak yang cukup signifikan. Sebagai contoh pada objek pajak hiburan berupa taman wisata pada perda no 6 tahun 2010 tarif pajaknya adalah 35% dari omzet. Akan tetapi tarif ini turun menjadi hanya 7,5% dari omzet.
Maka dengan mudah dapat terlihat bahwa penguasa Kota Batu hari ini memiliki keberpihakan yang sangat kuat pada para pengusaha namun tidak pada rakyat lainnya. Masyarakat Kota Batu diyakinkan bahwa kemajuan kotanya merupakan jasa dari para pengusaha sehingga sangatlah layak bila para investor tersebut diberikan keistimewaan tertentu. Padahal justru para pengembang tersebutlah yang memperoleh keuntungan karena mengoperasikan usahanya di Kota Batu. Parahnyalogika ini tidak dipahami oleh para calon walikota yang akan berlaga pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Batu tahun 2017. Terbuktitebar janji yang dilakukan tak sedikitpun menyinggung soal tunggakan pajak serta investasi produktif lainnya. Bahkan para pasangan calon seakan merawat kondisi ini meski telah nyata kerugian yang terjadi.
———– *** ————

Rate this article!
Tags: