Menegakkan Regulasi, Mengedukasi Masyarakat

wahyu kuncoro snOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa ; Alumnus Institut Teknologi Sepuluh November (ITS),  Surabaya

Pembangunan industri, meskipun telah memberikan dampak positif, namun juga memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Pada skala makro telah  terjadi ketimpangan pembangunan industry. Pulau Jawa menjadi terlalu berkembang, sementara daerah di luar Pulau Jawa relatif tertinggal. Pada skala mikro, terjadi degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak efisien dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri.
Degradasi kualitas lingkungan yang terus terjadi menyebabkan tuntutan untuk mendukung beralihnya sektor industri nasional dari business as usual (BAU) menjadi industri yang berwawasan lingkungan telah menjadi isu penting dan mutlak untuk segera dilaksanakan. Harapannya, ketika industri menganut paradigma yang berwawasan lingkungan maka akan  tercapai efisiensi produksi serta menghasilkan produk yang ramah lingkungan.
Saat ini, tuntutan untuk menghasilkan produk ramah lingkungan (green product) melalui penerapan konsep industri hijau (green industry) menjadi isu yang semakin penting dan strategis untuk peningkatan daya saing industri nasional. Industri diharapkan pada proses produksinya menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Seiring dengan hal tersebut maka diperlukan dukungan berbagai teknologi yang bermanfaat untuk menghasilkan produk tanpa membahayakan kelestarian sumberdaya alam, mengolah bahan baku secara efisien (zero waste), untuk menyediakan energi alternatif pensubstitusi energi fosil, untuk menyediakan bahan pembantu alternatif, serta untuk menangani limbah industri. Artinya kebutuhan akan inovasi teknologi dalam melakukan proses produksi menjadi tak terelakan lagi. Inovasi teknologi yang berbasis nanoteknologi dan bioteknologi akan menjadi bagian yang dapat mempercepat realisasi konsep industri hijau tersebut. Selain itu, diperlukan langkah bijak untuk menjaga keseimbangan sumber daya alam dengan melakukan manajemen lingkungan.
Pengembangan industri hijau ini dapat dilakukan melalui inovasi teknologi yang bisa diterapkan dalam menghasilkan produksi bersih (cleaner production), konservasi energi, efisiensi sumberdaya (resource efficiency), eco-design, proses daur ulang, dan teknologi industri hijau (low-carbon technology), penerapan teknologi industri hijau dapat dilakukan antara lain melalui inovasi teknologi yang berbasis nano teknologi dan bioteknologi.
Memang, bila ditinjau dari segi biaya dan waktu operasional proses industri, dalam jangka pendek penerapan industri hijau cenderung memerlukan investasi yang besar karena perlu penyesuaian teknologi dengan mengganti/modifikasi/penambahan peralatan. Namun, dalam jangka panjang biaya produksi akan menjadi lebih efisien, sehingga bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan pasar yang lebih luas karena investasi dalam pengadaan mesin dan teknologi ramah lingkungan ini akan digantikan oleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Dengan demikian, gerakan industry hijau ini sejatinya  bukan merupakan cost tapi malah menjadi asset bagi industri. Setidaknya ada dua bentuk strategi pendekatan menuju industri hijau, yaitu Pertama, mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau (Greening of Existing Industries). Kedua, membangun industri baru dengan prinsip industri hijau (Creation of New Green Industries).
Regulasi Ekolabel
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian harus terus didorong untuk berupaya mengembangkan industri hijau dengan menetapkan industri hijau sebagai salah satu tujuan pembangunan industri yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Berbagai masalah lingkungan hidup sebagai akibat dari masifnya proses industrialisasi selama ini dituding selalu berasal dari perusahaan yang lalai menerapkan manajemen pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Dunia bisnis, khususnya industri, memang sangat memiliki hubungan erat dengan lingkungan hidup. Keberlangsungan suatu industri sangat tergantung daya dukung lingkungan, namun di sisi lain, industri juga dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu, jelas dibutuhkan serangkaian regulasi yang mampu menjaga kelestarian lingkungan untuk mendukung keberlangsungan industri.
Kementerian Lingkungan Hidup sesungguhnya telah memiliki Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 2/2014 tentang Pencantuman Logo Ekolabel. Aturan ekolabel ini sebagai pelaksanaan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan menindaklanjuti Kerangka Kerja 10 Tahun Penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan Indonesia.
Di sisi konsumen, pencantuman logo ekolabel memberikan informasi kepada masyarakat dan memfasilitasi aksi nyata untuk mengubah pola konsumsi melalui pemilihan produk yang ramah lingkungan, sehingga prinsip ‘green life-style’ dan’green consumer’ dapat terwujud. Sementara dari dari sisi produsen, pencantuman logo ekolabel memberikan apresiasi atau insentif bagi produsen yang telah mulai ‘menghijaukan’ barang atau jasa dengan memenuhi standar/kriteria tertentu. Insentif ekolabel antara lain memberikan citra yang baik terhadap barang/jasa ramah lingkungan dapat meningkatkan daya saing di pasar domestik dan internasional. Standar atau kriteria ekolabel juga mendorong timbulnya inovasi dan investasi dalam menghasilkan barang atau jasa yang ramah lingkungan. Instrumen ekolabel yang disediakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup ini perlu segera ditindaklanjuti dengan program aksi nyata dari kalangan industri Indonesia.
Mengedukasi Masyarakat
Dalam beberapa tahun terakhir, green lifestyle atau gaya hidup ramah lingkungan menjadi tren baru di masyarakat. Gaya hidup ramah lingkungan ini ternyata bukan suatu hal yang berat, dan bisa dilakukan mulai dari rumah. Selama ini, masyarakat Indonesia belum paham dan terbiasa memilih produk yang lebih ramah lingkungan, hanya memilih karena kemudahan dan keuntungan yang lebih besar. Kampanye cinta lingkungan selama ini lebih mengedepankan penyelamatan bumi dan lingkungan, dimana tidak semua orang merasa perlu berperan aktif. Lantaran itu, perlu dilakukan model pendekatan lain yakni pendekatan kepentingan konsumen, yang hemat, sehat, aman, mudah. Publik akan bisa lihat dari sisi itu dulu, baru mereka akan turut berperan serta dalam penyelamatan lingkungan.
Kebijakan pemerintah menjadi kunci terciptanya produk yang lebih ramah lingkungan, namun tetap saja harus didukung oleh perubahan perilaku masyarakat dalam memilih dan memakai produk yang hemat energi maupun ramah lingkungan. Jadi kalau konsumen sudah mengerti dan sudah merasakan keuntungannya, maka mereka akan mau berpartisipasi memilih produk yang lebih ramah lingkungan. Dari itu kita harapkan bisa mendorong pasar bereaksi lebih cepat, sehingga pasar mampu memaksa produsen juga lebih bergairah menciptakan produk-produk yang lebih ramah lingkungan.
Berkaca pada hal seperti itu, maka regulasi saja sesungguhnya tidak cukup untuk mendorong mekanisme pasar, tetapi juga perlu didesak oleh permintaan konsumen. Dalam konteks inilah mengedukasi masyarakat akan pentingnya mengonsumsi dan menggunakan produk yang ramah lingkungan menjadi penting untuk terus didorong. Bagaimanapun, proyek konsumsi dan produksi berkelanjutan tidak hanya mengenai hemat energi saja, melainkan lebih pada perilaku manusianya untuk memilih produk yang lebih ramah lingkungan, cara membuang sampah rumah tangganya, serta pengaruhnya bagi lingkungan.
Perubahan perilaku sangat diperlukan untuk membangun budaya hemat energi dan ramah lingkungan dalam keluarga. Selain barang elektronik yang hemat energi dan ramah lingkungan, masih adanya pemakaian pembungkus plastik di pasar modern maupun tradisional ketika berbelanja. Kemasan produk pun masih belum banyak yang memperdulikan keamanan lingkungan. Kalau semua masyarakat sudah tidak lagi pakai produk dengan kemasan plastik kecil atau sachet, tapi langsung menggunakan yang botolan, tentu selain lebih hemat juga lebih ramah lingkungan.
Kita tentu berharap ke depan para produsen atau supermarket besar dapat mengubah penggunaan kantong plastik yang diberikan ke konsumen, menjadi kantong kertas atau kain. Penggunaan kantong kertas akan mudah didaur ulang bila tidak lagi dipakai, sedangkan kantong kain dapat digunakan berulang kali. Lantaran itu, regulasi yang dikeluarkan pemerintah diharapkan bukan saja dapat mengatur produk yang lebih ramah lingkungan, namun juga mengatur tentang proses produksi yang cara ramah lingkungan, termasuk mengambil sumber daya alam dengan cara yang juga ramah lingkungan.
Wallahu’alam Bhis-shawwab

                                                                                                 —————– *** —————–

Tags: