Menegur Televisi Partisan

Oleh:
Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur Metro TV agar mengedepankan independensi dan keberimbangan dalam program siarannya. Dalam acara evaluasi tahunan KPI, pada Kamis (17/1/2019), Wakil Ketua KPI Pusat, S Rahmat Arifin mengatakan bahwa Metro TV jauh dari prinsip independensi dan netralitas. Untuk itu jurnalis Metro TV harus menjalankan tugas jurnalisrme yang benar dan tidak terseret dalam praktik jurnalisme partisan.
Sepertinya bukan hanya Metro TV, beberapa media lain juga berpeluang tergoda jadi partisan. Dalam pemilu presiden tahun 2014 silam tercatat sejumlah media mendapat semprit dari KPI dan Dewan Pers gara-gara memihak pada kelompok tertentu. Pada 30 Mei 2014, KPI mengeluarkan peringatan kepada lima stasiun televisi yang dianggap tidak netral dan melanggar prinsip keberimbangan dalam pemberitaan pasangan capres dan cawapres. Kelima stasiun TV itu adalah TVOne, RCTI, GlobalTV, MNCTV, dan MetroTV.
Pada 11 Maret 2014, 10 stasiun TV mendapat teguran karena melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) antara KPU, Bawaslu, KPI, dan KIP tentang penayangan iklan politik sebelum jadwal kampanye. Pada 8 April 2014 TransTV, Trans7, Indosiar dan TVRI juga mendapat teguran dari KPI karena beramai-ramai melanggar batas maksimum pemasangan iklan kampanye. Teguran KPI juga dilontarkan karena tayangan iklan politik berkedok kuis yang disiarkan RCTI dan Globat TV waktu pemilu 2014 silam.
Merujuk pada Dewan Pers, dalam Surat Edaran No 01/SE-DP/I/2018 tentang Posisi Media dan Imparsialitas Wartawan dalam Pemilu 2019, disebutkan bahwa media sebagai pengawas dan pemantau dalam perhelatan pemilu, dan bukan sebagai pejuang para kepentingan pribadi. Ruang redaksi (newsroom) harus benar-benar steril dari beragam bentuk intervensi termasuk dari sang pemilik media.
Jurnalisme Partisan
Beberapa regulasi terkait praktik jurnalisme di televisi maupun media cetak dan online sudah ada. Salah satu tujuan pengaturan ini agar dalam menyajikan produk jurnalismenya media tidak jadi partisan. Seperti jelas disebut dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, pasal 36 butir 4 bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
Sementara sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 1 yang berbunyi wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Untuk media penyiaran televisi juga harus patuh pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), dan Standar Program Siaran (SPS). Dalam pemberitaan media online juga telah diterbitkan pedoman pemberitaan siber.
Secara ideal media massa mainstream tidak dibenarkan menjalankan praktik jurnalisme partisan. Newsroom harus kebal terhadap beragam intervensi dari pihak manapun. Pada ruang redaksi idealnya ada dinding api (firewall) yang menjaga kemerdekaan newsroom dari intervensi pemasang iklan dan kepentingan pemilik media. Ruang redaksi harus steril dari politik dan uang, serta beragam kepentingan yang bisa menjadikan media massa alpa menjalankan peran mulianya.
Munculnya praktik jurnalisme partisan merupakan bentuk dari penghianatan kebebasan pers. Situasinya memang sangat sulit apalagi sang pemilik media merangkap sebagai pengurus partai politik dan pendukung salah satu pasangan calon. Jajaran redaksi tentu sulit menolak memberitakan kegiatan sang politisi pemilik media tersebut. Bisa jadi peristiwa mengenai sang pemilik media itu nilai beritanya (news values) mungkin kecil, tetapi karena dia adalah sang pemilik maka beritanya menjadi berita super penting dan mendapat durasi yang panjang.
Merugikan Hak Publik
Praktik jurnalisme partisan itu merugikan hak publik. Di lembaga penyiaran misalnya. Karena televisi atau radio menggunakan frekuensi milik publik, maka kepentingan hak publik untuk mendapatkan informasi yang obyektif, jujur, akurat, berimbang, dan netral harus dipenuhi oleh media. Bukan media mengeyampingkan kepentingan publik dengan menjadi partisan dan cenderung mendukung pada kepentingan kelompok tertentu.
Masyarakat konsumen media butuh berita yang dihasilkan dari kerja jurnalisme yang berimbang, tidak berat sebelah. Praktik jurnalisme partisan jelas menanggalkan prinsip keberimbangan dalam peliputan dan penyajian berita. Kepentingan masyarakat konsumen media untuk memperoleh informasi yang berimbang adalah hak yang harus dipenuhi pengelola media. Munculnya praktik jurnalisme partisan jelas akan merugikan hak publik untuk mendapatkan informasi dan berita yang berimbang.
Karena keperpihakan media jelas bisa dilihat oleh kebanyakan masyarakat maka yang terjadi adalah khalayak penguna media terbagi dalam minimal dua kelompok. Ada masyarakat yang menjadi khalayak media tertentu karena sejalan dengan afiliasi media itu pada salah satu pasangan. Pada posisi yang lain, kelompok yang berseberangan dengan media tertentu akan memilih menjadi khalayak media lain yang sejalan dengan kandidat yang didukungnya. Di masyarakat timbul dikotomi ini media kandidat A, dan itu media kandidat B.
Kondisi perpecahan pada masyarakat konsumen media ini bisa merugikan hak masyarakat mendapatkan informasi yang netral. Media telah membawa khalayak pada situasi terbelah. Cap atau labelling yang disematkan pada media mainstream yang jadi partisan ini biasanya terus terbawa walaupun peristiwa dukung mendukung dalam pemilu telah usai. Praktik jurnalisme partisan sebenarnya tidak saja merugikan khalayak namun juga bagi media itu sendiri, karena tidak mampu menjalankan fungsi dan peran idealnya.
Media massa idealnya tidak tenggelam dalam lautan kepentingan politik. Praktik jurnalisme yang seharusnya dikedepankan oleh para jurnalis dan pemilik media adalah menjunjung profesionalisme. Jurnalis senior Bill Kovack adalah salah satu contoh jurnalis yang bisa membuktikan dan mampu menjalankan praktik jurnalisme yang profesional walau di tengah situasi sulit. Kovack adalah jurnalis yang mengikuti hati nurani dan menghidar dari pusaran arus politik tertentu.
Pada tahun politik saat ini, media massa, baik cetak maupun elektronik sedang diuji profesionalitasnya. Situasi politik saat ini sangat mungkin kerja jurnalisme yang tergoda memihak pada sosok tertentu. Keberpihakan inilah yang bisa menjadikan independensi dan netralitas media dipertanyakan. Ketika media sudah mulai condong kearah tertentu, maka bisa dipastikan media itu telah menggadaikan prinsip-prinsip dasar jurnalisme.
Tahun politik adalah tahun pertaruhan kepentingan masing-masing kelompok. Media massa harus kokoh berjalan on the track. Media massa dituntut profesional hingga tidak tergelincir jadi partisan dan seperti tim sukses pasangan kandidat tertentu. Media punya tugas mulia mengawal jalannya demokrasi lewat momentum Pilpres dan Pileg mendatang.

———- *** ———-

Rate this article!
Menegur Televisi Partisan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: