Menelisik ChatGPT dan Dilema Kecerdasan Buatan

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum dan Trainer P2KK Universitas Muhammadiyah Malang

Dunia kecerdasan buatan beberapa tahun terakhir telah menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Salah satu pencapaian terbaru yang menarik perhatian adalah pengembangan model bahasa alami yang canggih bernama ChatGPT. Model yang dikembangkan oleh OpenAI ini, telah mendapatkan popularitas besar karena kemampuannya untuk berinteraksi secara alami dengan pengguna.
Wajar adanya, jika kini ChatGPT menjadi buah bibir karena disebut memiliki kemampuan menjawab pertanyaan layaknya ‘manusia’. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu penggunaan teknologi ini bisa berpotensi menjadi sebuah pedang bermata dua, analogi seperti ini bisa digunakan karena kemunculan ChatGPT bisa jadi kemajuan dan sangat bisa jadi kemunduran.

ChatGPT pedang bermata dua
Hadirnya Chatbot canggih milik OpenAI ChatGPT sukses memberikan pengalaman baru kepada pengguna dalam bidang Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Pasalnya, ChatGPT dapat memberikan kemudahan dan mampu membantu pekerjaan manusia dalam banyak hal. Mulai dari memberikan informasi, membuatkan artikel, menulis surat dan puisi hingga menjawab soal ujian.

Sebaliknya, dibalik sisi positif ChatGPT turut juga menyertakan sisi negatif yang merugikan manusia. ChatGPT bergerak mengikuti pengguna atau orang yang memerintahkannya. Itu artinya, penggunaan teknologi ini merupakan sebuah pedang bermata dua, analogi seperti ini bisa digunakan karena kemunculan ChatGPT bisa jadi kemajuan dan sangat bisa jadi kemunduran.

ChatGPT secara kemunculannya lebih banyak digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia mengenai data dan informasi, namun dari beberapa fakta yang penulis lihat ChatGPT seringkali disalahgunakan dalam bidang akademik. Dalam pemenuhan informasi, ChatGPT termasuk salah satu teknologi yang sangat mudah digunakan sehingga penggunaannya pun juga sangat sering dijangkau dalam bidang akademik terutama dalam kelas universitas.

Sehingga, tidak salah jika orang semakin mencurahkan perhatian kepada AI setelah pembelajaran mesin berhasil diterapkan pada banyak aspek, dari dunia pendidikan sampai industri, berkat metode-metode dan aplikasi-aplikasi baru, serta kumpulan data besar yang terus membesar yang disebut “big data”. Sehingga, keberhasilan dalam menciptakan AI yang efektif, bisa menjadi peristiwa terbesar dalam sejarah peradaban kita. Lombatan kemajuan mungkin akan tercapai.

Begitupun belaku yang sebaliknya kita tidak dapat memastikan apakah AI akan membantu manusia menyelesaikan persoalannya secara tidak terbatas, atau manusia justru dapat terabaikan, tersaingi, atau malah dihancurkan olehnya. Itu artinya, pada saat yang sama, juga ada risiko besar. Sehingga, masyarakat harus siap menghadapi kemungkinan terburuk. Pasalnya, AI bisa menjadi peristiwa terburuk dalam sejarah peradaban manusia.

Perlu Etika dan Regulasi soal AI
Seiring dengan pertumbuhan adopsi ChatGPT sebagai produk chatbot dari OpenAI saat ini terhitung cepat. Dengan adanya teknologi AI tersebut, pengguna dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus berpikir panjang dalam mengambil keputusan. Namun, harus dicermati bahwa Indonesia sebagai negara hukum tentu pertumbuhan adopsi ChatGPT harus disikapi secara bijak oleh pengguna.

Itu artinya, meskipun AI diciptakan untuk mengambil keputusan menggantikan manusia, tetapi pada dasarnya AI tidak memiliki jiwa dan emosi layaknya manusia. Sehingga, desain sistem cerdas dan proses pengambilan keputusan yang relevan oleh AI ini juga perlu selaras dengan nilai moral dan prinsip etika yang diterima. Hal tersebut, tentu berkaitan dengan kemampuan AI yang bisa melebihi kebatas wajaran kemampuan manusia, tetapi ada yang cenderung berdampak negatif bagi manusia itu sendiri. Nah, berikut inilah beberapa sikap bijak yang meski dimiliki oleh pengguna AI untuk memediasi agar pertumbuhan adopsi ChatGPT tidak membawa sesat pengguna dan merusak beradaban.

Pertama, etika dan norma hukum meski diindahkan oleh pengguna agar tidak merusak peradaban. AI harusnya di desain dengan etika tinggi manusia. Hal ini berkaitan dengan kemampuan AI yang bisa melebihi kebatas wajaran kemampuan manusia, tetapi ada yang cenderung berdampak negatif bagi manusia itu sendiri. Mestinya, pendekatan bottom-up penting terperhatikan dalam penciptaan system AI. Pasalnya, pendekatan ini lebih berfokus kepada mencari nilai-nilai etika bersama dengan masyarakat atau komunitas-komunitas yang umumnya akan melibatkan banyak orang. Sehingga, nantinya hasil komunikasi dengan banyak orang tersebut akan membuahkan hasil keputusan yang dapat diterima terkait etika sistem AI.

Kedua, pemerintah perlu berperan aktif melalui regulasi atau kebijakan yang sekiranya mengikat pengguna agar tidak menerabas tatanan peradaban. Regulasi yang ada nantinya sangat ideal guna mengatur soal etika AI dan juga Bid Data yang digunakan untuk pembelajaran AI, sehingga pengguna perlu memperhatikan keamanan data dan privasi atau cyber security dapat membantu seseorang dalam membuat ekosistem pembelajaran berkelanjutan yang minim resiko. Intinya dalam implementasi AI harus memperhatikan keamanan, privasi, dan juga keselamatan manusia serta peran aktif pemerintah sangat penting.

Ketiga, penghadirkan pengawasan dari manusia untuk sistem AI, pasalnya semakin hemat sistem AI, semakin mungkin penggunaan teknologi tersebut justru digunakan untuk hal-hal yang membahayakan keselamatan manusia. Untuk itu, keterlibatan dan pengawasan manusia mutlak penting terhadirkan. Pasalnya, sistem AI yang handal dan aman idealnya perlu melibatkan perlindungan privasi dan kedaulatan data, transparansi agar kesemuannya itu bisa ditelusuri, dijelaskan dan dikomunikasikan serta tidak bias dan diskriminatif,menjamin harmoni social dan kesejahteraan manusia serta bisa dimintai pertanggungjawaban.

Minimal melalui ketiga uraian sikap bijak pengguna AI dalam memediasi pertumbuhan adopsi ChatGPT tersebut di atas, jika mampu diindahkan dan diimplementasikan oleh semua pihak maka kemungkinan buruk dari penggunaan pertumbuhan adopsi ChatGPT bisa diminimalisir, sehingga tidak parah membawa sesat pengguna dan merusak beradaban. Detail dan sikat kata kita harus bijak dalam penggunaan teknologi, penggunaan dengan bijak dapat lebih memaksimalkan kebutuhan kita. Pada prinsipnya ChatGPT punya hal baik dan juga punya sisi gelapnya. Mari jadikan diri kita masing-masing lebih kreatif lagi dalam berpikir dengan memadukan konsep akurasi gagasan dan kecepatan berpikir sendiri.

———– *** ————-

Tags: