Menemukan Sang ‘Bunda’ sebelum Kehilangan Masa Emas Anak

8-anak-PAUDMenjangkau Pendidikan Anak Usia Dini
Kota Surabaya, Bhirawa
Pagi hari selalu menjadi pagi yang sepi bagi Lukman. Anak usia lima tahun ini harus bersabar menikmati kesendiriannya sejak dia membuka mata dari tidur semalaman. Tak ada apapun di rumah, kecuali sebongkah rongsokan dan sepiring nasi yang telah disiapkan kedua orang tuanya pagi-pagi sekali sebelum keduanya pergi mencari rombengan. Begitu pagi selalu berulang hingga Lukman menemukan ‘Bundanya’.
Tidak di pusat kota, tidak juga di pelosok perkampungan, Surabaya tetaplah Surabaya. Masyarakatnya selalu sibuk berburu rupiah, tak kenal pagi, atau bahkan di malam hari. Dan di ujung utara kota itu, di Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran, Lukman tinggal bersama kedua orangtuanya yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang rombeng.
Karena kesibukan orangtua, hampir saja Lukman kecil kehilangan masa-masa emasnya. Di tengah kesendiriannya, apapun yang dia lihat akan dianggap sebagai mainan,  termasuk barang-barang hasil ngerombeng orangtuanya. Sementara teman-teman seusianya, di waktu yang sama tengah asyik bersama bunda PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang setia menemani mereka bermain, bernyanyi, belajar hingga beribadah.
Kemalangan ini tentu bukan pilihannya. Karena dia pun sejatinya sangat menginginkan bisa ditemani bunda sama seperti teman-temannya. Keinginan itu terlihat saat Lukman tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya ikut bermain di Pos Paud Terpadu (PPT) Permata Hati RW 1 Tambak Wedi, Surabaya. Ya, sekitar tiga bulan lalu ada tetangga yang baik hati merasa iba melihat Lukman yang mulai tak terarah. Tetangga yang kebetulan setiap harinya juga menitip anak di PPT Permata Hati.
“Kalau tidak ada tetangganya yang membawa kesini, Lukman tentu semakin tak terarah. Padahal sebenarnya dia itu sangat cerdas dibandingkan teman-teman yang lain,” ungkap salah seorang bunda PAUD Permata Hati, Wiwik.
Karena itu, tak dapat disalahkan jika terkadang Lukman datang ke Pos PAUD dalam keadaan belum mandi. Di tempat itu, bersama ke-53 teman-temannya, Lukman dikenal mudah bergaul dan menerima materi. Mengenali warna-warna yang diajarkan para bunda, membaca abjad sebelum nantinya dia belajar membaca, atau bernyanyi lagu-lagu anak yang mulai jarang ditemui di televisi. “Lebih baik dia bersama para bunda ini sejak Senin hingga Kamis. Daripada di rumah tak ada orangtuanya,” ungkap dia.
Soal biaya Wiwik memang tak pernah menuntut harus dipenuhi anak didik. Apalagi infak yang semestinya harus dibayar Lukman Rp 2.000 per hari sudah dipenuhi oleh tetangganya itu. Sedangkan untuk seragam, Wiwik masih punya stok cadangan yang memang disediakan untuk anak kurang mampu.
“Supaya tidak ada bedanya anak yang tidak mampu dan mampu. Makanya semua pakai seragam,” ujar dia.
Sebab di PAUD itu, tidak hanya anak tukang rombeng yang ada, melainkan juga pegawai negeri, nelayan, juga buruh pabrik. Fakta sosial semacam ini memang kerap ditemui. Karena itulah pentingnya PAUD berbasis masyarakat digiatkan di masing-masing RW (Rukun Warga) di Surabaya. Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Ikhsan mengatakan, keberadaan PAUD memiliki tanggung jawab untuk menyisir anak-anak usia nol hingga enam tahun untuk dapat mengenyam pendidikan. Bukan hanya untuk mendapat ruang bermain yang tepat, melainkan secara terpadu juga untuk mengetahui pertumbuhan anak.
“Di Pos PAUD terpadu, layanan terbagi dalam tiga hal. Pendidikannya oleh Dindik, kesehatannya oleh Dinas Kesehatan dan pembinaan orangtuanya dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) oleh Badan pemberdayaan masyarakat (Bapemas) dan KB,” tutur dia.
Di Surabaya, telah banyak bermunculan Kelompok Bermain (KB) dan satuan PAUD sejenis (SPS) yang seharusnya telah dapat melayani anak usia dini secara menyeluruh.  Jumlah KB sebanyak 374 lembaga dengan jumlah bunda PAUD sebanyak 1.508. Sedangkan jumlah SPS mencapai 831 lembaga dengan jumlah anak didik sebanyak 7.515. “Jumlah bunda PAUD-nya juga sudah ideal. Semestinya semua sudah terlayani,” ungkap dia.
Saat ini, penanganan anak usia dini sebenarnya tidak lagi terpaku pada pemerataan layanan pendidikan. Sebab, dari sisi jumlah telah merata dan layanan juga telah menyeluruh. Hanya saja, kualitas tenaga pendidik yang sampai saat ini perlu dibenahi. Dari jumlah pendidik KB dan SPS yang mencapai 6.634 orang, hanya separo yang memang benar-benar lulusan sarjana PAUD.
“Masih ada tiga ribu pendidik yang lulusan SMA dan S1 non PAUD. Karena itu, akan kita latih. Targetnya  sampai 2016 mendatang semua bunda PAUD telah teratasi,” ungkap dia.
Kabid Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Dindik Jatim, Nashor menambahkan, tidak hanya di Surabaya, Provinsi Jatim merupakan provinsi yang cukup besar Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD-nya. Di rata-rata nasional, APK PAUD baru mencapai 54,64 persen, sedangkan Jatim telah mencapai angka 84,24 persen. Sedangkan ketuntasan target 1 desa 1 PAUD telah mencapai angka 89,56 persen dengan jumlah lembaga sebanya 32.922 lembaga. “Partisipasi masyarakat terhadap anak usia dini terus mengalami peningkatan. Target 10 ribu Taman Posyandu tahun lalu juga terlampaui lebih dari target yang ada,” ungkap dia. [tam]

Tags: