Menerima Hasil Pilpres

pilpres-damai-300x336Oleh :
S Mahargono, SH, MSi, staf pada Setwan Prop. Jawa Timur

Suatu sore hari pada tanggal 22 Juni 1527 (hampir lima abad silam) di pelabuhan Sunda Kelapa. Seorang Panglima militer kerajaan Demak (Jawa Tengah), Fatahilah, berhasil merebut pelabuhan terbesar di pulau Jawa itu dari tangan Portugis. Kawasan kota Sunda Kelapa, lalu diberi nama Jayakarta (bermakna “jalan kemenangan”). Nama Jayakarta itu senafas dengan nama sang Panglima penakluk,  Fatahilah, bermakna kemenangan berkat rahmat Allah.
Panglima Demak, Fatahilah, adalah anak menantu Pati Unus. Ia menerima tugas (mengganti mertuanya) berdasar musyawarah dua kerajaan besar, Cirebon dan Demak. Ia menjadi “wayang” yang melaksanakan grand-strategy, untuk memenangkan kerajaan Islam. Fatahilah merupakan putra kerajaan Pasai yang ber-imigrasi ke Jawa, karena Sumatera telah dikuasai Portugis. Ditilik dari silsilah, Fatahilah juga kerabat Wali-sanga dari keturunan Syeh Maulana Akbar. Kelak, Fatahilah juga mendirikan kerajaan Banten.
Hampir tepat tanggal, berselang 487 tahun kemudian, pasangan bakal Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla, memberikan pidato atas penyambutan oleh masyarakat.Lokasinya juga di pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta di atas sebuah kapal pinisi di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2014. Hal itu seolah-olah mengingatkan upacara penaklukan (dan merebut) Batavia oleh Fatahilah darikekuasaan Portugis.
KPU menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2014 nomor urut 2, yaitu Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla dengan perolehan dukunganhampir 71 juta suara, atau 53,15% dari total suara sah. Keunggulan ini selaras dengan hasil quick-count (hitung cepat) mayoritas berbagai lembaga survei, walau sebagian menghasilkan opini berbeda. Situasi aman-tenteram pada saat penetapan pemenang oleh KPU diharapkan terpelihara sampai pengambilan sumpah oleh MPR.
Pasangan ini menjadi bakal Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan presiden secara langsung yang ketiga. Berdasar UUD pasal 3 ayat (2), pasangan ini akan dilantik oleh MPR-RI. Sebelum itu, berdasar UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres pasal 160 ayat (2), bahwa berita acara penetapan pasangan calon terpilih harus disampaikan kepada beberapa lembaga tinggi negara. Parpol pengusul, juga wajib diberi laporan.
Pada pasal 160 ayat (2) UU tersebut juga diamanatkan agar laporan hasil penetapan calon terpilih harus disampaikan pada hari yang sama. Jadi, pada malam hari Selasa 22, Juli 2014, KPU harus memberikan laporan kepada MPR, DPR, DPD, MA, MK, Presiden, serta pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Begitu juga parpol dan gabungan parpol yang mengusulkan pasangan calon (PDIP, PKB, dan Hanura) juga wajib diberi laporan berita acara hasil penetapan.
Fenomena Pilpres
Pilpres merupakan amanat UUD pasal 6A ayat (1). Dinyatakan, bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.” Selain itu masih terdapat persyaratan, tentang kemenangan dalam pilpres harus tersebar pada 17 propinsi. Ini untuk menghindari ke-mayoritas-an di kawasan tertentu (Jawa saja), tetapi tidak didukung kawasan lain.
Itu bagai pasal NKRI dalam pilpres. Yakni pasal 6A ayat (3), menyatakan : “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.”
Yang istimewa, bakal Wakil Presiden Jusuf Kalla mengalami momentum ini dua kali, dengan promosi jabatan yang sama. Dulu pada pilpres 2004, Jusuf Kalla yang mendampingi SBY juga memenangkan pilpres. Pilpres berikutnya, tahun 2009, Jusuf Kalla coba mencalonkan diri sebagai Presiden, tetapi gagal. Maka pada pilpres tahun 2019 kelak, Jusuf Kalla tidak boleh lagi menjadi Calon Wakil Presiden. Tetapi boleh menjadi Calon Presiden (UUD pasal 7).
Dalam hal (running pilpres), Jusuf Kalla menjadi fenomena kedua di dunia setelah Goerge W Bush Sr. Bedanya, Bush selalu menang pada saat mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden, maupun sebagai Presiden Amerika Serikat. Tetapi Jusuf Kalla terasa lebih fenomenal, karena pencalonannya diusulkan oleh parpol yang berbeda.
Harus diakui, persaingan dalam pilpres 2014 sangat ketat. Ini disebabkan kontestan pilpres cuma dua pasang. Sehingga situasi diametral menjadi keniscayaan. Tetapi situasi diametral tidak harus dijalani dengan brutal. Pilpres di Amerika Serikat juga selalu hanya dua kandidat, tapi tidak pernah kisruh. Toh ada juga kelebihan pilpres dengan hanya dua kandidat, yakni pasti hanya satu putaran.
Terhadap UU tentang Pilpres, sudah banyak desakan untuk diamandemen lagi. Bahkan untuk pilpres tahun 2019, tidak lagi menggunakan UU Nomor 42 tahun 2008, karena beberapa pasalnya dibatalkan oleh MK (Mahkamah Konstitusi). Diantaranya pasal 9 tentang presidential threshold. Dengan penghapusan syarat dukungan pencalonan presiden itu, kelak, Pilpres akan diselenggarakan bersama-sama dengan pemilu legislatif. Setiap parpol boleh mengusulkan calon presiden, walau parpol “gurem” sekalipun.
Nonton Final di MK
Selanjutnya MK juga mengabulkan gugatan judicial review UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, terhadap kemungkinan pilpres lebih dari 1 kali putaran. Penetapan MK ditimbang dengan UUD 1945 pasal 6A, pasal 28D ayat (1), pasal 28H ayat (2), pasal 28I ayat (4), serta pasal 28J ayat (1). Dus, pilpres 2014 dipastikan satu kali putaran. Ini logis karena kontestan-nya cuma dua pasang, walau masih terdapat kemungkinan keduanya masing-masing memperoleh 50%.
Apakah MK akan mengabulkan gugatan PHPU (Perselisihan Hasil Pemilu Umum) Pilpres? Dalam UU Pilpres Nomor 42 tahun 2008, diberikan hak. Yakni, pada pasal 201 ayat (1), dinyatakan: “Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat diajukan keberatan hanya oleh Pasangan calon kepada  Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.”
Tetapi tidak serta merta bisa dipastikan akan dikabulkan oleh MK, karena harus ditimbang terlebih dahulu. Pada pasal yang sama ayat (2) dinyatakan, “Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi  penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”
Terdapat frasa “terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi  penentuan terpilihnya pasangan calon.” Jadi, kalau tidak mempengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon, MK tidak akan mengabulkan tuntutan PHPU. Namun manakala terdapat fakta lain yang bisa ditelusuri, MK wajib menyidangkannya. Boleh jadi, akan ada pilpres ulang di berbagai daerah (dan TPS). Wallahu a’lam bis-shawab. Yang pasti, berdasarkan UUD pasal 24C ayat (1) amar putusan MK bersifat final, tiada banding, tiada kasasi.
Dalam hal ini MK memiliki waktu selama 14 hari sejak permohonan PHPU dicatat dalam Buku Register perkara konstitusi. Tenggat waktu persidangan MK diatur pada pasal 78 dalam UU Nomor 24 tahun 2003 tentang MK. Hebatnya, persidangan MK bersifat terbuka (kecuali rapat permusyawaratan hakim konstitusi), diatur pada pasal 40 ayat (1). Sehingga masyarakat luas dapat mengikuti persidangan di gedung MK. Atau di luar gedung manakala ditayangkan langsung oleh televisi maupun melalui CCTV.
Yang mesti ditegakkan adalah amanat UUD pasal 22E ayat (1) bahwa pemilu (termasuk didalamnya pilpres) wajib berlangsung jujur, dan adil. Begitu pula pertimbangan jurdicial review oleh MK, harus benar-benar dijaminindependen.

——————- *** ———————

Rate this article!
Menerima Hasil Pilpres,5 / 5 ( 1votes )
Tags: