Menerima Upah Layak Plus Jaminan Sosial

wahyu kuncoro snOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Di setiap penghujung tahun, negeri ini selalu diriuhkan oleh gelombang demonstrasi yang dilakukan oleh kalangan pekerja di berbagai tempat. Aksi yang hampir merata di semua kota ini serempak menyuarakan aspirasi tuntutan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Kondisi yang sama juga terjadi tahun ini.
Hampir tidak pernah ada kata sepakat atas besaran nilai UMK yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tuntutan pekerja dan keinginan pengusaha selalu berada pada posisi yang berbeda. Akibatnya, meski besaran UMK sudah ditetapkan, bukan berarti aksi demonstrasi pekerja berhenti. Pun demikian yang terjadi hari ini, gelombang demonstrasi masih saja terjadi meski SK penetapan nilai UMK sudah diteken gubernur masing-masing. Bahkan demonstrasi tahun ini lebih terasa panas karena dilatari oleh kebijakan pemerintah yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Artinya, tuntutan para pekerja agar upah mereka dinaikkan seolah menemukan legitimasinya.
Tradisi demonstrasi setiap penghujung tahun yang dilakukan para pekerja tersebut sesungguhnya menyembulkan pertanyaan menggelitik, apakah besaran UMK menjadi satu-satunya variable yang bisa membuat pekerja sejahtera? Tidak adakah kebutuhan lain yang lebih strategis yang sepatutnya lebih disuarakan para pekerja agar mereka mendapatkan kesejahteraan?
Win Win Solution
Hingga kini UMK selalu menjadi polemik karena melibatkan dua pihak yang berbeda kepentingan dan persepsi, yakni pengusaha dan pekerja. Para pekerja memiliki pandangan, mereka telah berperan dalam proses produksi sehingga pantas menerima upah yang layak, yakni bisa mencukupi kebutuhan hidup secara normal. Tetapi pandangan pengusaha tentu lain, bahkan mungkin berlawanan. Mereka harus berjibaku agar tetap survive di tengah situasi dan kondisi perekonomian yang belum menggembirakan. Salah satu caranya adalah menekan pos-pos pengeluaran, termasuk upah para pekerjanya walaupun mungkin terpaksa.
Kita memahami, dunia usaha saat ini terbebani oleh berbagai komponen biaya operasional yang cukup tinggi, antara lain baru saja terjadi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. Belum lagi berbagai jenis pajak. Kalau masih ditambah beban berupa kewajiban memenuhi UMK yang dinilai kurang realistis, tentu akan memengaruhi daya saing produk. Sangatlah sulit menentukan besaran yang disetujui oleh pekerja dan pengusaha. Pertentangan semacam itu tentu cukup wajar dalam setiap pertautan kepentingan. Pengusaha ingin biaya dapat ditekan sekecil mungkin, sementara pekerja ingin pendapatannya meningkat. Menurut hemat kami, di sini lah peran penting pemerintah. Kebijakan solutif mutlak diperlukan jika tak ingin pertentangan semacam itu semakin akut dan kontraproduktif. Keterlibatan para pihak yang berkepentingan pada pembahasan UMK juga perlu diatur secara bijaksana dan sesuai prosedur. Jangan sampai ada pihak yang sengaja dilemahkan.
Solusi untuk Para Pekerja
Pekerja yang kebanyakan masuk dalam kategori masyarakat menengah ke bawah inilah yang menerima dampak paling berat dari kenaikan harga BBM, yang hampir bisa dipastikan akan mendorong harga-harga kebutuhan lain akan meningkat. Para pekerja yang berada pada posisi di tengah-tengah, bukan golongan yang mampu, namun juga bukan golongan yang miskin, membuatnya tidak mendapat fasilitas layaknya masyarakat miskin.
Dalam kaitan itu pula, maka keinginan para pekerja dan pengusaha pun harus sama-sama diakomodir. Artinya, dalam menentukan dan menetapkan UMK, kepentingan pekerja dan pengusaha seyogianya seiring sejalan. Jika pekerja merasa diuntungkan, maka pengusaha pun harus pula bisa menikmati keuntungan sehingga usahanya tetap berjalan. Harus disadari, percuma UMK tinggi, sementara perusahaan justru gulung tikar karena mereka tidak mampu membayar upah pekerja. Jika itu terjadi, yang rugi jelas kedua pihak. Kalau perusahaan yang menjadi tempat bekerja para pekerja bangkrut, sudah pasti para pekerja akan kehilangan pekerjaan. Artinya, pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak bisa dihindarkan. Ingat, tidak seorang pun pekerja mengharap PHK karena itu momok menakutkan bagi pekerja.
Semua pihak baik pekerja, pengusaha, investor maupun pemerintah harus sejalan dan satu misi. Jangan sampai penetapan UMK malah berubah jadi bumerang bagi dunia usaha dan merusak iklim investasi ke depan. Ibarat menarik rambut dalam tepung, rambut diangkat dan tidak putus, tepung pun tidak tumpah. Justru itu, penetapan UMK harus mampu memberi rasa nyaman, aman dan kondusif bagi dunia usaha dan para investor.
Mengedukasi Pekerja
Selama ini, persoalan yang dihadapi semua pekerja di sebagian besar negara berkembang mayoritas setali tiga uang. Persoalan upah layak dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Mengenai persoalan jaminan sosial ketenagakerjaan, Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sudah dengan tegas mewajibkan setiap pengusaha memenuhi jaminan tersebut. Ini berarti jaminan sosial adalah hak mutlak seorang pekerja di negeri ini. Namun di manapun, kepentingan modal seringkali lebih lincah dan pintar menyiasati. Ada yang memang betul-betul belum mampu memenuhi karena kondisi ekonomi perusahaan, tapi ada pula pengusaha yang memang tak berkeinginan menyejahterakan pekerja. Dalam hal yang terakhir inilah yang mesti diperangi oleh pekerja. Artinya, diluar aspirasi memperjuangan besaran nilai UMK yang sesungguhnya tidak kalah strategis adalah memperjuangkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Sayangnya, para pekerja tidak melihat ini sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan. Harusnya, tuntutan yang semacam inilah yang harus disuarakan para pekerja. Artinya, pekerja harus berani teriak lantang ketika perusahaan tempatnya bekerja tidak memberikan asuransi bagi pekerjanya.  Perusahaan yang mengabaikan jaminan sosial tenaga kerjanya terancam dikenai sanksi hukuman kurungan penjara delapan tahun atau pidana denda Rp1 miliar.
Merujuk Pasal 17 ayat 2 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka mengikutsertakan karyawannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja merupakan keharusan. Oleh karenanya, semua perusahaan ikut program jaminan sosial tenaga kerja. Dalam pasal 15 ayat 1 undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 junto Perpres Nomor 109 Tahun 2013, program jaminan sosial bagi karyawan atau tenaga kerja meliputi empat program. Masing-masing program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan kematian, hari tua dan jaminan program pensiun.
Jaminan kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya didaftarkan melalui BPJS Kesehatan, sedangkan program jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan jaminan program pensiun didaftarkan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Semua program jaminan sosial ini, baik kesehatan, jaminan kematian, kecelakaan kerja dan jaminan hari tua sudah diberlakukan sejak 1 Januari 2014, kecuali program jaminan pensiun baru dimulai pada 1 Juli 2015.
Kesadaran semacam inilah yang sepertinya harus dibangun dikalangan pengusaha dan utamanya para pekerja kita. Sehingga perjuangan yang menuntut kesejahteraan tidak semata-mata menuntut kenaikan UMK saja, tetapi yang lebih strategis lagi adalah berlakunya jaminan kesejahteraan yang dimanifestasikan melalui jaminan sosial ketenagakerjaan yang kini ditangani oleh BPJS Ketengakerjaan.
Bahwa transformasi BP Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan sesungguhnya telah membawa angin segar bagi para pekerja agar lebih memiliki jaminan kesejahteraan. Artinya, transformasi ini dikonsepsikan agar kehidupan pekerja lebih terjamin kesejahteraanya. Lantaran itu, para pekerja harus menyadari angin perubahan, sehingga tidak terus menerus menjadikan besaran UMK sebagai satu-satunya instrument untuk menggapai kesejahteraan.
Tuntutan akan mendapatkan upah yang layak tentang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah adanya jaminan bagi pekerja untuk sejahtera, salah satunya adalah kepesertaan mereka dalam BPJS Ketenagakerjaan. Dan faktanya, hari ini masih banyak perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam BPJS Ketenagakerjaan. Akibatnya, masih banyak pekerja di tanah air yang tidak jelas jaminan kesejahterananya. Inilah yang seharusnya diperjuangakn para pekerja untuk mendesak agar perusahaan memberikan jaminan kesejahteraan dengan mengikutsertakan mereka ke dalam BPJS Ketenagakerjaan. Kesadaran pekerja untuk membangun insiatif sendiri menjaminkan dirinya ke BPJS Ketenagakerjaan sepertinya harus merupakan gerakan baru dalam mewujudkan kesejahteraan pekerja.
Wallahu’alam Bhis-shawwab

                                                                                              —————- *** —————–

Tags: