Menformulasi Ulang Madrasah Modern

Isna Juita NurHidayahOleh:
Isna Juita NurHidayah
Ketua Forum Kajian Agama dan Sains Modern (FORKASMO) dan Mahasiswi Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang, Penerima Beasiswa Unggulan di Monash Institute Semarang.

Madrasah adalah salah satu lembaga untuk mencari ilmu. kata madrasah sebenarnya berasal dari bahasa arab madrosatun, sebagai maf’ul bihi dari kata darosa-yadrisu, yang mempunyai arti “tempat untuk belajar atau sekolah”. Lembaga tersebut merupakan istilah nama lembaga pembelajaran yang pertama dalam ajang Pendidikan Islam. Dan merupakan kelanjutan dan formulasi dari tradisi pendidikan yang sudah berlangsung di masjid pada masa dahulu.
Kemudian mulai muncul nama lembaga lain yang mempunyai fungsi seperti madrasah, yaitu kata sekolah. Mempunyai kegunaan lebih umum, yaitu tidak hanya untuk umat Islam saja, akan tetapi juga untuk non-Islam.  Ada sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).
Semua lembaga-lembaga tersebut yang berlabel sekolah, merupakan hasil terjemahan dari nama-nama lembaga yang didirikan oleh madrasah. SD diambil dari kata madrasah ibtidaiyah (MI). MI merupakan bentuk idhofiyah dari dua kata yaitu madrosatun dan ibtidaaiyatun. Ibtidaiyatun mempunyai arti “permulaan atau awal”. Kata awal, merupakan dasar dari sesuatu. Begitu pula dengan dengan kata SMP yang diambil dari kata madrasah tsanawiyah (MTS), dan SMA dari kata madrasah ‘aliyah (MA).
Namun, perbedaannya hanya terletak pada kedudukan. Madrasah terletak di bawah naungan Departemen Agama. Sedangkan sekolah berada di tangan pemerintah (yang mengendalikan adalah pemerintah). Dan perlu diketahui, bahwa madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan islam yang sudah modern dan komplet. Sebab, pendidikan di madrasah sudah mencakup semua, baik pendidikan umum seperti pendidikan sekolah SD, maupun pendidikan agama yang merupakan besik pertama.
Dahulu, madrasah merupakan wanaha yang sangat banyak diminati oleh orang-orang. Namun dengan berjalannya waktu serta perkembangan zaman, ketertarikan masyarakat terhadap madrasah mulai terkikis sedikit demi sedikit, dan beralih kepada sekolah yang dianggap lebih modern. Hal tersebut dapat dibuktikan dari pandangan anak-anak yang belajar di SD dan anak-anak yang belajar di MI. Mereka yang belajar di SD lebih bergensi daripada mereka yang menimba ilmu di Mi. Beberapa sebab yang menjadikan mereka berpandangan berbeda antara lain: di sekolah pelajarannya lebih sedikit,   biaya lebih murah,  dan sering mendapat tunjangan dari pemerintah.
Berbeda dengan madrasah. Madrasah dikenal sebagai lembaga swasta. Biaya pendidikanpun relatif terbilang mahal. Sebab, jauh dari jangkauan pemerintah. Memang benar pernyataan di atas, bahwa madrasah mengampu pelajaran yang banyak, terutama pelajaran tentang agama. Namun, pelajaran yang banyak tersebut, yang hampir semua adalah tentang agama perlu digaris bawahi. Dengan adanya pendidikan agama yang lebih, akan mencetak karakter pada diri anak untuk lebih baik dan tentunya  berakhlak mulia. Selain itu, madrasah dapat menghasilkan out put yang bisa dibilang cukup baik dan begensi.
Hal tersebut, dapat dilihat dari siswa MI yang menang juara Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Ungaran Jawa tengah. Namun, karena adanya deskriminasi antara lembaga yang berada di bawah naungan Departemen agama dan lembaga yang dipegang pemerintah, maka tiga madrasah ibtidaiyah yang menjuarai kompetisi tersebut, dan mengalahkan seluruh peserta keluaran sekolah dasar, tidak mampu merasakan hasil yang telah dicapainya. Mereka tidak dapat melanjutkan olimpiade yang seharusnya lanjut sampai tingkat provinsi.
Tidak dimenangkannya ke tiga madrasah yaitu MI al-Bidayah di desa candi, juara pertama Matematika, MI Wonokasihan Jambu juara pertama IPA dan MI Kalirejo juara ketiga IPA yaitu dengan alasan dari pihak penyelenggara olimpiade yang tidak logis. Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang menunjukkan petunjuk teknis dari Dekorat jendral Pendidikan Dasar menyatakan bahwa OSN tingkat provinsi hanya untuk sekolah dasar (SD). (KOMPAS.com)
Padahal, sebelumya dikatakan bahwa OSN itu diselenggarakan untuk SD/MI se-Kabupaten semarang, akan tetapi kenyataan berkelainan. Dari pernyataan yang bertentangan tersebut sudah dapat diketahui, bahwa pemerintah pilih kasih terhadap lembaga pembelajaran.
Jika tujuan pemerintah untuk memajukan pendidikan indonesia, seharusnya kedudukan sekolah dan madrasah haris disederajatkan. Sekiranya, jika olimpiade itu hanya dikhususkan untuk lembaga yang berada dibawah naungan pemerintah SD misalnya. Maka alangkah baiknya tidak menyebutkan atau mensandingkan lembaga madrasah dengan sekolah. Selain itu, jika memang hanya untuk SD, seharusnya, ketika pendaftaran olimpiade terjadilah penolakkan terhadap lembaga pendidikan yang bukan SD. Akan tetapi penolakkan tersebut terjadi setelah pengumuman hasil.
Karena anak yang belajar di lembaga swasta MI misalnya, sesungguhnya juga merupakan salah satu generasi penerus kepemimpinan bangsa, maka setidaknya pemerintah juga harus campur tangan istilah jawa “ngopeni” dalam hal memajukan pendidikan bangsa ini.
Dengan itu, dari adanya deskriminasi tentang pendidikan. Maka, tidak hanya pemerintah yang harus diperbaiki, akan tetapi dari pihak lembagapun harus diperbaiki. Untuk mendapatkan kemajuan kualitas serta pengakuan dari pemerintah maka, madrasah sebagai lembaga islam perlu dikembangkan ataupun diformulasi kembali, untuk menjadi lebih maju dan baik. Misal, menformulasi seperti lembaga-lembaga pendidikan islam yang telah maju “al-Azzar”. Salah satunya dengan merekrut pendidik yang berkualitas dan bermartabat tinggi, mengkolaborasikan pelajaran umum yang lebih di dalamnya, dan menjadikan ngaji sebagai kurikulum tetap, yaitu sebagai penekanan terhadap keislaman.
Wa Allahu a’lamu bi as-Showaab.

                                                                                         ———————– *** ———————-

Rate this article!
Tags: