Meng-akur-kan TNI – Polri

foto ilustrasi

Kepala Staf TNI-AD akan memecat seluruh anggotanya yang terlibat penyerangan Mapolsek Ciracas, Jakarta. Juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum pidana, dan mengganti biaya perawatan korban. Namun yang lebih penting, pucuk pimpinan TNI dan Polri seyogianya membuat “peta jalan” peng-akur-an. Kemanan dan ketenteraman masyarakat akan meningkat dengan ke-guyub-an TNI bersama Polri.
Pada penanganan wabah pandemi CoViD-19, TNI dengan Polri sudah biasa “jalan bareng” (patroli bersama). Masyarakat merasa lebih plong, penegakan disiplin protokol kesehatan lebih terjamin. Namun tiba-tiba ke-lega-an masyarakat terhenti, karena Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, diserang sekelompok anggota TNI. Hanya disebabkan hoax yang dikirim seorang prajurit TNI yang mengalami kecelakan tunggal, di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Tetapi diberitahukan sebagai pengeroyokan.
Berita bohong penyerangan seorang anggota TNI, memicu solidaritas sesama kesatuan. Mapolsek Ciracas diserbu anggota TNI, dinihari Sabtu (29 Agustus 2020). Dalam rekaman CCTV, penyerbu nampak membawa balok kayu, senjata tajam, dan senjata api (diduga air soft-gun). Tiga anggota Polri yang terluka dibawa ke RS Polri Kramatjati. Namun yang mengalami serius telah dialihkan ke RSPAD Gatot Subroto, menjalani perawatan lebih intensif (dengan peralatan kesehatan lebih baik).
Pucuk pimpinan TNI-AD (Angakatan Darat) akan memberi hukuman setimpal. Dipastikan, pelaku penyerangan akan dipecat, sebagai hukuman tambahan. Hukuman pemecatan berlaku sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer. Sedangkan hukuman utama, berlaku sesuai hukum acara pidana. Menurut KSAD, lebih baik kehilangan 31 anggota atau berapa pun prajurit yang terlibat apapun perannya daripada nama TNI AD terus rusak oleh tingkah laku-tingkah laku yang tidak bertanggungjawab.
Penyerangan (pengrusakan, dan pembakaran) Mapolsek sama sekali tidak mencerminkan sumpah prajurit, sebagai sumpah dan janji, pada saat dilantik menjadi prajurit TNI AD. Janji prajurit pantang dilanggar. Korps Polisi Militer (CPM) Kodam Jaya, masih melanjutkan pemeriksaan terhadap pelaku, berdasar saksi, dan rekaman CCTV sekitar Mapolsek Ciracas, jajaran Polres Metro Jakarta Timur. Diharapkan bisa menuntaskan kasus penyerangan.
Penyerangan dan pembakaran di Mapolsek Ciracas, sebelum sudah pernah terjadi, pertengahan Desember 2018 lalu. Kerugian tercatat 17 mobil operasional Kepolisian. Itu buntut dari pengeroyokan dua anggota TNI oleh gerombolan juru parkir, dua hari sebelumnya.
“Salah-paham” antara (individual) personel TNI dengan Polri, masih sering terjadi. Wajib segera diakhiri. Keduanya mesti kukuh dengan masing-masing matra, Catur Prasetya, dan Tribrata. Setiap anggota TNI maupun Polri, niscaya, memiliki skala prioritas sikap manakala mengenakan seragam ke-dinas-an. Polri memiliki tugas pokok dan berfungsi menjaga ketertiban. Dituntut mereaksi cepat penegakan hukum gangguan ketertiban. Lambat mereaksi akan dianggap tidak cakap, menimbulkan kegemasan.
Konstitusi juga “memberi” prasarana lebih peng-akur-an (dan sinergitas) TNI dengan Polri. UUD pasal 30 ayat (5), secara spesial menyatakan, “Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, …, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.”
Bahkan konstitusi meng-anggap dua aparat negara itu, bagai dua sisi dari satu mata uang yang sama. UUD pasal 30 ayat (2), menyatakan, “… pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.”
Tiada jalan lain meng-akrab-kan Polri dengan TNI, kecuali saling mendukung, dan ber-kegiatan bersama. Sekaligus memantapkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: