Meng-geber Jalan Tol

Foto Ilustrasi

Pemerintah sedang giat merealisasi jalan berbayar (tol) sebagai pengungkit perekonomian. Sekaligus mengurangi kemacetan pada jalan “bawah” (lama) yang sering rusak diterjang air hujan. Lazimnya, pemerintah daerah juga dapat menambah jalan propinsi berbayar untuk menanggulangi kemacetan. Namun harus diakui, pembangunan jalan tol sering terkendala harga lahan yang akan dibebaskan. Per-calo-an sering mengecoh pemilik (asal) lahan hanya dengan memberi uang panjar.
Jalan tol Sumo (Surabaya-Mojokerto) sepanjang 36,27 kilometer, akhirnya bisa dirampungkan. Yang diresmikan presiden terdiri dari tiga seksi di sisi timur. Sedangkan dua seksi di sisi barat, telah diselesaikan pada Maret 2016 lalu. Kinerja penyelesaian jalan tol (khususnya di Jawa Timur) tergolong lamban. Misalnya, ruas Waru – Sepanjang (seksi 1A, bagian dari tol Sumo). Walau ruasnya sepanjang “lidah,” hanya 1.890 meter. Tapi dibutuhkan 5 tahun untuk menyelesaikannya.
Jadi kemampuan pengerjaannya rata-rata cuma 378 meter per-tahun. Saat ini, seluruh ruas tol Sumo telah diresmikan presiden. Tiga ruas terbaru yang diresmikan panjangnya 18,47 kilometer. Dikerjakan lebih dari sebelas tahun (sejak tiang pancang pertama, Agustus 2006)!Kelambatan pertambahan jalan tol, terutama disebabkan pembebasan lahan.Padahal padaakhir dekade tahun 1970an, Indonesia menjadi negara yang menjanjikan investasi setelah berhasil membangun Jalan Tol Jagorawi.
Namun setelah dekade 1990-an, Indonesia malah tertinggal jauh dari negara-negara yang meliriknya (antaralain Korea). Maka wajar presiden ingin meng-geber proyek infrastruktur jalan tol. Khususnya mempercepat penyelesaian jalan tol Trans-Jawa yang nantinya akan terbentang dari Merak sampai Banyuwangi.Jalan tol”tandingan” jalan Daendels, antara Anyer (di Banten) hingga Panarukan (di Situbondo, Jawa Timur).
Jalan tol trans-Jawa, nantilebih panjang dibanding jalan pos Daendels. Terbentang dari Merak sampai Banyuwangi, sepanjang 1.167 kilometer. Dijanjikan presiden akan selesai setelah pilpres (pemilihan presiden), akhir tahun 2019.Saat ini, total jalan tol trans Jawa yang sudah beroperasi sepanjang 561 kilometer. Masih separuh dari target. Sisanya, sepanjang 433 kilometer diantaranya dalam tahap konstruksi, dan 171 kilometer dalam tahap persiapan.
Setelah trans Jawa rampung, akan dilanjutkan dengan meng-geber penyelesaian trans Sumatera. Saat ini mulai dikebut dari ruas Lampung, Palembang dan Medan.Lemot-nya pembangunan jalan tol, umumnya disebabkan pembebasan lahan yang sangat alot. Karena harga lahan bisa naik sampai seribu persen dibanding lahan sebelah. Tak terkecuali lahan hutan (milik negara), harus di-appraisal dengan harga senilai tanah di perkampungan.
Makelar tanah seolah-olah lebih tahu rencana pembebasan lahanuntuk jalan. Calo tanah membeli lahan masyarakat secara kolektif dengan harga sedikit di atas harga rata-rata. Selain murah, pemilik lahan hanya diberi uang panjar tanda jadi, sekitar 10%. Dengan uang panjar, calo bisa “menyandera” lahan sampai harganya naik berlipat-lipat menjadi 500%. Gampangnya, calo tanah hanya bermodal 10tetapi akan memperoleh 500.
Uniknya konon, kenaikan (fantastis) harga tanah bukan hanya dinikmati oleh calo. Melainkan diberikan pula kepada beberapa pejabat, mulai Kepala Desa sampai Kepala Daerah (Bupati dan Walikota). Tak jarang, calo juga bekerjasama dengan aparat, serta anggota DPRD. Karena itu dalam proses pembebasan lahan, dikenal istilah “fee dalam,” yang terdiri dari pejabat terkait. Serta “fee luar,” yang terdiri dari konsorsium beberapa makelar (pemberi panjar awal).
Jargon, “tidak ada pabrik yang mencetak lahan,” agaknya, patut diantisipasi.Pemerintah (bersama DPR), seyogianya memperbaiki peraturan terkait pembebasan lahan. Masyarakat berhak menikmati harga riil lahan yang dibebaskan. Terutama, pembebasan lahan milik negara untuk kepentingan nasional, wajib menjadi prioritas.

——— 000 ———

Rate this article!
Meng-geber Jalan Tol,5 / 5 ( 1votes )
Tags: