Mengajarkan Makna Nasionalisme Melalui Selembar Rupiah

Melalui selembar uang, anak-anak kelas 5 Sekolah dasar (SD) Taman Pendidikan Islam (TPI) Gedangan, Sidoarjo ini dikenalkan arti nasionalisme dan cinta tanah air melalui gambar lambang negara dan gambar pahlawan. Guru SD TPI Gedangan Sidoarjo Khoirun Nisak, SPd saat berbagi cerita pahlawan dengan murid-muridnya melalui selembar uang di tangannya, Senin (5/12/2016).

Melalui selembar uang, anak-anak kelas 5 Sekolah dasar (SD) Taman Pendidikan Islam (TPI) Gedangan, Sidoarjo ini dikenalkan arti nasionalisme dan cinta tanah air melalui gambar lambang negara dan gambar pahlawan. Guru SD TPI Gedangan Sidoarjo Khoirun Nisak, SPd saat berbagi cerita pahlawan dengan murid-muridnya melalui selembar uang di tangannya, Senin (5/12/2016).

(Cara Guru SD TPI Sidoarjo Membangun Karakter Anak Didik)

Selama ini uang dikenal hanya sebagai alat pembayaran. Namun di tangan guru yang kreatif, mata uang rupiah bukan hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah, tetapi juga bisa menjadi media pembelajaran yang menarik untuk menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air melalui gambar-gambar yang ada di selembar uang.

Wahyu Kuncoro SN, Wartawan Harian Bhirawa

Suasana mendung pagi itu, tidak mengurangi antusias siswa kelas 5 Sekolah Dasar Taman Pendidikan Islam (SD TPI) Gedangan, Sidoarjo untuk mengikuti pelajaran. Pagi itu, pelajaran yang akan disampaikan oleh guru kelas Khoirun Nisak, SPd adalah pendidikan Kewarganegaraan. Guru muda bertubuh mungil itu terlihat dikelilingi para muridnya. Masing-masing anak memegang selembar uang kertas beraneka jenis. Ada yang memegang pecahan Rp2 ribu-an, Rp5 ribu-an, Rp10 ribu-an dan Rp20 ribu-an.
“Siapa yang tahu nama gambar pahlawan yang ada di uang ibu,” tanya Khoirun Nisak kepada anak didik sambil menunjukkan selembar uang Rp2 ribuan di tangannya.
“Saya tahu,” jawab beberapa murid sambil mengacungkan tangan secara bersamaan. Setelah memperhatikan beberapa muridnya, bu guru ini pun menunjuk salah satu muridnya Nabila.
“Gambar Pangeran Antasari bu,” jawab Nabila setengah teriak. Tidak cukup berhenti disitu, guru lulusan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini pun kembali melemparkan pertanyaan kepada murid-muridnya.
“Siapa yang tahu, Pangeran Antasari berasal dari mana?” Kembali, para muridnya berlomba mengacungkan jari untuk menjawab pertanyaan yang diajukan bu guru favorit tersebut.
Usai membahas gambar yang ada di uang Rp2 ribuan, pertanyaan pun beralih dengan menggunakan uang kertas Rp5 ribuan, dan begitu sampai semua jenis uang yang dibawa siswa dibahas semua. Bukan hanya soal nama dan asal pahlawan saja yang dijadikan bahan pelajaran, tetapi juga kisah perjalanan dan perjuangan para pahlawan tersebut. Termasuk juga gambar tarian yang ada di lembaran uang kertas.
“Saya selalu menyelipkan pesan-pesan yang bisa membangun karakter anak-anak dari para pahlawan tersebut. Misalnya tentang keberanian mengungkapkan kebenaran, membela tanah air dan sebagainya,” kata Khoirun Nisak saat ditemui Bhirawa seusai mengajar.
Menurut ibu 2 anak ini, masa anak-anak adalah masa yang paling tepat untuk membangun karakter anak. Oleh karena itu, setiap guru dituntut bisa menyemaikan pesan-pesan moral melalui pelajaran yang disampaikan.
“Materi tentang uang rupiah memang tidak ada dalam pelajaran kewarganegaraan, tetapi pesan tentang cintah tanah air dan nasionalisme bisa disampaikan dengan media apapun, salah satunya dengan selembar uang,” kata Khoirun Nisak lagi. Lebih lanjut menurut Nisak, sebenarnya bukan hanya masalah nasionalisme yang bisa dipetik dari selembar uang rupiah, namun bisa juga dikaitkan dengan materi lainnya.
“Tergantung kreativitas guru ingin menyampaikan pesan soal apa. Melalui media selembar uang, saya kadang juga mengingatkan kepada anak-anak agar selalu menghargai rupiah yang dimiliki,” kata Nisak. Makna menghargai itu bisa diwujudkan dengan selalu menjaga uang rupiah agar tetap terjaga dengan baik, tidak dirusak atau dicorat coret. Selain ini, menghargai rupiah juga bisa dimakna sebagai menghargai nilai yang terkandung dari rupiah itu sendiri.
“Berapapun uang saku yang diberikan orangtua harus disyukuri, karena orangtua sudah mencari uang dengan susah payah. Kami juga ajarkan agar mereka berhembat dan tidak menghambur-hamburkan uang untuk beli jajan atau mainan yang tidak perlu,” lanjut Nisak lagi.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Jatim Benny Siswanto menyambut baik inisiatif dan kreativitas kalangan pendidik untuk memperkenalkan rupiah kepada peserta didik. Langkah itu, sejalan dengan program Bank Indonesia yang terus mengampanyekan rasa cinta dan bangga dengan rupiah termasuk di kalangan sekolah.
“Kami juga memiliki program “BI Mengajar” ke sekolah-sekolah sebagai bentuk partisipasi dalam mendukung dunia pendidikan, sekaligus sosialisasi mengenai kebanksentralan,” jelas Benny saat di temui di Hotel Sangri La, Surabaya, Senin (5/12/2016).
Menurut Benny, kegiatan “BI Mengajar” berisi materi mulai dari perkembangan BI dari masa ke masa, tujuan dan peran BI serta perkembangan perekonomian terkini.
“Jadi menarik kalau ada perhatian dari kalangan sekolah untuk ikut serta membangun nasionalisme dengan menggunakan media pembelajaran berupa uang rupiah,” kata Benny lagi. Lebih lanjut menurut Benny, rasa cinta tanah air atau nasionalisme pada konteks yang lain sesungguhnya juga bisa menjadi solusi atas fenomena fluktuasi nilai tukar rupiah yang sering terjadi.
“Melemahnya nilai tukar rupiah selalu menjadi ancaman yang setiap waktu bisa terjadi. Selain karena faktor ekonomi, nilai tukar rupiah juga ditentukan oleh sikap dan perilaku masyarakat dalam memperlakukan rupiah,” kata Benny lagi. Perilaku yang dimaksud misalnya adalah masih sering terjadinya ?transaksi dengan menggunakan mata uang asing di wilayah NKRI.
Menurut Benny, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, rupiah merupakan alat pembayaran yang sah sehingga wajib digunakan dalam kegiatan perekonomian di wilayah NKRI. Ketentuan mengenai kewajiban penggunaan Rupiah tersebut kembali dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015 dan Surat Edaran (SE) No.17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Adapun setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah di wilayah NKRI dan menolak Rupiah untuk pembayaran di wilayah NKRI akan dihukum dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta,” ? katanya. Ia mengatakan, gerakan cinta rupiah sangat penting dilakukan karena, penggunaan mata uang rupiah? juga sebagai simbol menegakkan kedaulatan negara.
“?Rupiah adalah simbol kedaulatan, simbol NKRI yang kita pegang sehari-hari itu adalah alat yang mempersatukan kita sebagai bangsa, makanya kita jaga dan mencintainya,” katanya.
Sementara itu pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Dr Nafik HR mengingatkan sebagai masyarakat Indonesia yang sadar akan upaya penyelamatan keuangan Negara, cinta rupiah juga bisa diwujudkan dengan mencintai produk Indonesia dengan mengkonsumsi barang-barang buatan dalam negeri.
“Jika kita membeli produk dalam negeri, secara tidak langsung akan menggiatkan produksi barang di dalam negeri. Kita juga bisa berorientasi pada ekspor barang terutama pada barang yang memiliki potensi cukup besar di pasar internasional,” jelasnya. Selain itu, masyarakat juga harus mulai mengurangi kegiatan impor barang konsumsi yang tidak penting.
“Kita sebagai warga negara yang baik hendaknya berpikir cerdas disaat seperti ini dengan menyelamatkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar melalui cara yang sederhana yaitu mulai mencintai Rupiah,” jelasnya.
Menurutnya, sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, mata uang merupakan simbol negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga Negara Indonesia.
“Kepercayaan rakyat Indonesia kepada Rupiah akan berdampak pada kepercayaan internasional kepada Rupiah, dan perekonomian nasional pada umumnya,” jelas Nafik lagi.

Tags: