Mengambil Hikmah Pergantian Tahun

H. DarmadiOleh:
H. Darmadi
Praktisi Pendidikan, Pemerhati masalah Sosial, Budaya dan Politik, tinggal di Lampung Tengah, Lampung.

Allah berfirman, “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).” (QS Ali Imran: 140).
Momen tahun baru selalu memiliki kesan tersendiri di hati banyak orang. Kesan yang tentu saja berbeda-beda. Itulah kenapa sebagian mereka memperingati dan merayakan tahun baru itu dengan berbagai acara. Momen bersejarah, demikian kata mereka. Mulai dari yang sifatnya sebatas senang-senang, hura-hura, di jalanan atau di tempat-tempat hiburan, hingga yang sifatnya perenungan di tempat-tempat ibadah, tenggelam dalam dunia spiritual yang sangat dalam.
Peringatan tahun baru sesungguhnya sekadar melengkapi daftar momen-momen yang dianggap penting oleh manusia, kemudian mereka tradisikan menjadi semacam ritual tahunan yang tidak layak untuk terlewatkan tanpa kesan. Sepanjang itu dilakukan dalam batas wajar, sekadar hiburan pelepas penat, lelah, dan kebosanan, serta tidak diisi dengan aktivitas negatif, hal itu tentunya tidak masalah. Apalagi jika kemudian diisi dengan acara-acara yang sifatnya konstruktif, produktif, dan positif, itu jauh lebih baik.
Momen tahun baru dianggap penting, demikianlah kenyataannya. Tapi lebih penting daripada yang orang-orang persepsikan tentang tahun baru sebagai sekadar perayaan dan peringatan yang begitu-begitu saja, dari tahun ke tahun seperti itu saja, tanpa makna, tahun baru sesungguhnya mengisyaratan pesan-pesan penting yang mengingatkan manusia terkait dengan kehidupannya.
Di antara pesan itu terkait dengan arti penting menjaga optimisme menghadapi masa depan dan spirit perubahan. Masa lalu tidak mungkin kembali, sementara masa depan yang masih misteri membentang di hadapannya. Di titik inilah optimisme untuk membuat perubahan dibangun dan dijaga agar tetap menyala dalam diri manusia.
Allah menggulirkan waktu, dari detik, menit, jam, menjadi hari, minggu, bulan, hingga tahun. Demikianlah sunatullah, hukum alam. Dalam perguliran waktu yang berputar seperti roda, kehidupan manusia tidak selalu berjalan mulus, lurus, dan normal-normal saja. Ada saatnya kehidupan seperti itu, ada saatnya pula sebaliknya. Tujuan sesungguhnya adalah agar manusia mengambil semua itu sebagai pelajaran. Pengalaman itu adalah guru yang paling baik, demikian sebuah pepatah menyatakan. Waktu akan tetap berjalan tanpa bisa manusia hentikan sejenak pun. Dan, pergantian tahun menjadi salah satu bukti paling terang tentang hal itu.
Membicarakan tahun baru, dan makna penting apa yang mungkin bisa digali dari situ, sesungguhnya tiada lain membicarakan tentang waktu yang terasa rugi jika disia-siakan begitu saja. Pemikiran inilah yang memicu manusia untuk selalu memupuk harapan agar sepanjang waktu yang ia lewati selalu berbuah keuntungan, bukan kerugian. Allah sendiri menegaskan hal ini di dalam Alquran, sekaligus mengungkapkan kunci-kunci bagi manusia agar tidak menjadi orang yang merugi, “Demi masa (waktu). Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-Ashr: 1-3).
Beriman berarti percaya, tidak semata-mata percaya tentang keberadaan Allah dalam kehidupan, tapi percaya bahwa Allah akan membuka jalan bagi manusia yang memiliki tekad kuat, dan optimisme yang tinggi dalam menghadapi kehidupan di masa depan. Sementara amal saleh berarti segala aktivitas, tidak hanya yang sifatnya ibadah, tapi juga aktivitas sosial yang positif. Positif berarti aktivitas itu memberikan keuntungan pribadi, tanpa merugikan orang lain. Atau, bahkan memberikan keuntungan tidak hanya pada diri sendiri, tapi juga orang lain. Ini prinsip penting. Sedangkan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran adalah sebuah tindakan atau upaya korektif dan introspektif mengenai aktivitas yang telah dilakukan, sebagai pelajaran di masa mendatang.
Khalifah Umar bin Khaththab sangat brilian membuat kalender berdasarkan perhitungan bulan yang dimulai dari Muharram hingga Dzul Hijjah, kemudian menyebutnya sebagai kalender hijrah atau hijriyah. Nama ini ia ambil dari momen hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah. Umar ingin menginjeksi pergantian tahun dengan spirit hijrah, yakni spirit perubahan, transformasi sosial, dan progresif-revolusioner, dalam balutan optimisme tentang masa depan yang gemilang akan diraih. Perjalanan hijrah beliau menjadi simbolisasi dari perjalanan meninggalkan situasi ‘buruk’ dan ‘gelap’ di Mekkah, menuju situasi yang ‘baik’ dan ‘bercahaya’ di Madinah. Ada spirit perubahan di sini.
Dalam sebuah hadisnya, Rasulullah mengatakan, “Siapa yang hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapati Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia, maka ia akan mendapatkan dunia itu. Dan, siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan seorang perempuan untuk dinikahi, maka ia akan mendapatkan perempuan itu.” (HR Bukhari-Muslim dari Umar bin Khaththab).
Hadis ini menegaskan bahwa ada begitu banyak motif hijrah. Tiga hal yang disebutkan Rasulullah hanya misal sedikit untuk menunjukkan bagaimana sebuah niat, harapan, mimpi, dan cita-cita guna mendapatkan sesuatu, yang kemudian didapatkan. Di momen tahun baru, ada begitu banyak harapan, mimpi, dan cita-cita untuk mendapatkan sesuatu. Harapan itu ada yang sifatnya material dan nonmaterial, untuk kepentingan sesaat atau jangka panjang, untuk diri sendiri atau orang lain. Melalui hadis itu, Rasulullah sesungguhnya mengkritik orang-orang yang harapan, mimpi, dan cita-citanya sebatas untuk mendapatkan hal-hal yang sifatnya material dan temporal, padahal ada hal nonmaterial dan abadi yang jauh lebih penting dan berharga, yakni Allah dan Rasul-Nya.
Selamat tahun baru 1 Januari 2015.

                                           ————————– *** ————————–

Rate this article!
Tags: