Mengantisipasi Ancaman “Gulung Tikar” Sekolah Swasta

Oleh :
Lumiyati
Founder Lembaga PAUD AN-NAJA Surabaya

Miris dan sedih. Itulah kalimat mungkin bisa mengambarkan fenomena Sejumlah lembaga pendidikan di wilayah kabupaten dan Kota Mojokerto berguguran. Setelah sebuah sekolah keujuruan (SMK) swasta memutuskan untuk mengajukan penghentian operasional pembelajaran alias tutup. Penyebabnya, kekuarangan murid. (Jawa Pos, 2/10/20).

Fenomena matinya sekolah karena kekuarangan murid juga terjadi tahun ajaran sebelumnya yaitu 2019-2020 ada beberapa sekolah yang menutup aktifitas pembelajaran karena kekurangan murid. Kasus tutupnya sekolah akibat kekurangan murid yang melanda daerah Mojokerto tersebut bisa jadi merupakan fenomena “gunung es” yang melanda sekolah-sekolah swasta di daerah lainya, selain Mojokerto. Sebab akibat pandemi-Covid-19 ini banyak sekolah kesulitan dalam operasional sekolah karena kekuarangan murid.

Persaingan Ketat Antar Sekolah

Telah sejak lama sekolah swasta kesulitan dalam mencari murid (peserta didik) terutama sejak adanya kebijakan zonasi. Dimana dengan adanya zonasi sekolah negeri terutama banyak diberi kemudahan dalam penerimaan peserta didik. Kalau dulu sebelum diberlakukannya zonasi paserta didik hanya satu jalur yaitu lewat nilai Ujian akhir nasional (NEM). Tapi semenjak ada Zonasi ada berbagai jalur untuk bisa masuk sekolah negeri. Istilah banyak “pintu masuk” untuk ke sekolah negeri. Akibatnya sekolah swasta kekurangan murid, terutama sekolah swata pingiran atau kelas bawah.

Belum lagi banyak berdirinya sekolah baru yang kadang berdekatan lokasinya dengan sekolah lama, yang akibatnya antar sekolah terjadi persaingan dalam memperebutkan peserta didik baru. Sekolah seperti pasar bebas dimana peserta didik tinggal mau memilih sesuai dengan kemampuan, nilai akademis dan ekonomi orang tua. Sekolah satu dengan sekolah lainnya seperti terjadi “seleksi alam” dimana sekolah yang bagus dan tergolong favorit selalu mendapat kemudahan dalam mendapatkan peserta didik. Sedangkan sekolah swasta harus berjibaku untuk memperoleh murid baru.

Belum lagi kebijakan pemerintah mengenai Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum mendukung sekolah swasta yang memperoleh murid sedikit. Sebagaimana juga dikemukakan oleh Wahid Wahyudi selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dalam acara webinar yang diselenggrakan oleh ikatan Alumni Jawa Timur (2/10) yang mengatakan bahwa kebijakan terkait BOS dinilai tidak berpihak keberadaan sekolah-sekolah dengan jumlah siswa yang sedikit ( harianbhirawa. co.id, 2/10/20).

Perlu Dukungan untuk Sekolah Swasta

Sekolah swasta yang bertujuan untuk memberikan pilihan alternatif bagi peserta didik maupun orang tua untuk fasilitas pendidikan selain yang sediakan pemerintah (sekolah negeri). Sejak lama memang seperti pilihan kedua bagi peserta didik maupun orang tua untuk mereka bersekolah. Hal itu memang salah satunya karena adanya pandangan bahwa sekolah negeri apalagi yang favorit menjadikan seperti menjamin masa depan yang cerah bagi anak didiknya. Karena biasanya nilai ujian nasionalnya tinggi dimana tahun depan (2021) diganti dengan AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) sehingga lebih mudah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya ke sekolah yang favorit.

Pandangan seperti itulah kiranya yang membuat sekolah swasta apalagi yang pingiran dianggap sebagai sekolah “kasta kedua” sehingga minim akan jumlah muridnya. Memang tidak semua swasta seperti itu terutama sekolah swasta yang tergolong favorit, tetapi dengan biaya pendidikan yang mahal. Sehingga hanya orang-orang yang mampu saja yang bisa menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.

Melihat hal tersebut kiranya perlu pembinaan dan kebijakan khusus oleh Kemedikbud terhadap sekolah swasta yang minim murid tersebut. Kiranya apa yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan Nadhiem Makarim dalam webinar yang diselengarakan Ikatan Alumni Lemhanas Jawa Timur( 2/10/20) menjadi kenyataan. Dikatakan Oleh Nadhiem Makarim bahwa mulai tahun 2021 akan mengubah kebijakan alokasi BOS, dimana sekolah kecil akan ditingkatkan jumlah dana BOSnya. (harianbhirawa. co.id, 2/10/20).

Apabila apa yang dijanjikan oleh menteri Pendidikan itu jadi direalisasikan tahun depan (2021) maka bisa menjadi “tambahan gizi” bagi sekolah swasta yang terasa “lesu darah” karena adanya ontran-ontran Pandemi Covid-19 yang membuat sekolah swasta seperti lumpuh karena adanya pembatasan sosial dimana salah satunya adanya pendidikan daring untuk sektor pendidikan.

Rekomendasi

Berkaca pada kenyataan di atas maka berikuit ini ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kemendikbud RI untuk mencegah gulung tikarnya sekolah swasta. Pertama, Adanya bantuan sarana dan prasana yang lebih besar kepada sekolah swasta karena minimnya sarana-dan prasana, khususnya bagi sekolah sekolah swasta pingiran. Kedua, Program bantuan peningkatan kapasitas tenaga pengajar bagi sekolah swasta. Entah itu sekolah lanjut, atau program pelatihan bagi peningkatan kapasitas pedagogik mereka. Ketiga, Adanya sistem penerimaan siswa baru yang bisa lebih mengakomodasi siswa baru untuk paling tidak memilih sekolah swasta apabila mereka tidak diterima di sekolah favorit.

Sebagai penutup sekolah swasta bukanlah “penggembira” dalam penyelengaraan pendidikan di Indonesia. Dia harusnya ditempatkan sejajar dengan sekolah negeri yang bertujuan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terutama peserta didik (murid). Sehingga ancaman “gulung tikar” sekolah swasta harusnya tidak semestinya terjadi.

———– *** ————

Tags: