Mengarungi Jagat Spiritual Gus Dur

Buku Gus DurJudul Buku  : Gus Dur
Penulis    : Dr. Abdul Wahid Hasan
Penerbit  : IRCiSoD
Cetakan  : I, Agustus, 2015
Tebal    : 252 halaman
ISBN    : 978-602-255-956-6
Peresensi  : Anton Prasetyo, Alumnus UIN Yogyakarta

Menulis sosok Guru Bangsa, KH Abdurrahman Wahid semenjak dirinya masih hidup hingga jauh hari setelah wafat terus saja terasa nyaman dibaca. Apalagi setiap penulis selalu bisa memilah dan memilih tema kreatif sehingga dapat memunculkan gagasan yang unik nan menarik.
Di antara karya tulis tentang Gus Dur – sapaan karib KH Abdurrahman Wahid – yang telah dibukukan antara lain Biografi Gus Dur karya Greg Barton (2008), PKB Garis Miring Gus Dur karya A. Mustofa Bisri (2008), Gila Gus Dur; Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid editan Ahmad Suedy dan Ulil Absar Abdalla (2010), dan lain-lain. Dari buku-buku yang ada, keseluruhannya memiliki sudut pandang masing-masing. Begitu pula dengan buku karya Abdul Wahid Hasan ini, memiliki sudut pandang tersendiri. Ia mengungkap pemikiran Gus Dur tentang pendidikan, terutama pendidikan spiritual. Tema ini menjadi menarik karena sosok Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang memiliki kelebihan spiritual dibanding dengan manusia pada umumnya.
Walaupun Gus Dur tidak bermaksud menampilkan kelebihan spiritualnya di hadapan publik – bahkan sering menutupinya dengan ucapan dan tindakan yang nyaris “kacau” dan mendapat kecaman dari berbagai pihak – tetapi dalam pembacaan masyarakat terhadap semua ucapan dan tindakannya menjadi berbeda. Mereka tetap saja banyak yang memosisikan Gus Dur sebagai orang yang memiliki kehebatan dan kelebihan spiritual (karamah) yang dianugerahkan oleh Allah SWT.
Anggapan bahwa Gus Dur memiliki kelebihan spiritual, tidak hanya datang dari kalangan muslim dalam negeri saja, terutama Jawa-Madura, tetapi juga dari kalangan non-muslim luar negeri. Newsweek melukiskan Gus Dur sebagai Indonesian’s magic man. Majalah ternama internasional, Time, juga menyebut Gus Dur sebagai the spiritual leader. Pernyataan tersebut dilengkapi dengan foto Gus Dur. Selengkapnya, majalah tersebut menuliskan, “His Dream Comes True; Now the spiritual leader needs divine guidance to help him rule.” Marsillam Simanjuntak juga mengakui kelebihan berupa kemampuan Gus Dur menyampaikan sesuatu yang akan terjadi.
Dalam konteks hubungan masyarakat Indonesia, Gus Dur sering diposisikan seperti Nabi Khidir yang perilakunya sulit ditebak. Nabi Musa tidak memahami yang dilakukan Nabi Khidir. Begitu pula masyarakat Indonesia, juga sering tidak paham terhadap pernyataan dan tindakan Gus Dur. Akibatnya, Gus Dur sering disebut sebagai misteri Tuhan yang keempat setelah jodoh, rezeki, dan umur (halaman 30). A Yudian W Asmin menyebutkan bahwa Gus Dur merupakan wali kesepeluh setelah adanya Wali Sembilan. Bahkan, Gus Dur memiliki tugas lebih besar dari pada para sunan terdahulu. Jika para sunan hanya menjaga daerah-daerah tertentu, maka Gus Dur menjaga kesatuan NKRI.
Beberapa bentuk pemikiran Gus Dur dalam hal spiritualitas antara lain spiritual-humanis, spiritual-inklusif-kosmopolit, spiritual-dinamis-progresif, dan spiritual-mistik-transeksistensial. Dalam menjalankan laku spiritual-humanis, Gus Dur tak sekadar mementingkan kebutuhan diri untuk selalu tenggelam dalam ritual dzikir mengingat Allah SWT sebagai Tuhan seluruh alam jagat raya. Di dalam spiritual-humanis, Gus Dur sangat mengutamakan cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia.
Di dalam spiritual-inklusif-kosmopolit, Gus Dur tidak membesar-besarkan perbedaan ritual antara satu paham dengan yang lainnya. Apalagi, agama Islam menjamin setiap manusia untuk berpikir dan menentukan jalan hidup masing-masing. Di sini, Gus Dur lebih menilai pada moral setiap pelakunya. Ia sering memberikan apresiasi kepada orang yang memiliki moral tinggi meski tidak seagama, atau bahkan tidak beragama sekalipun. Namun, ia juga tidak sungkan untuk mengkritik sesama pemeluk agama yang tidak bermoral. Dalam pada itulah, ia dan agama Islam dapat diterima dengan baik, bahkan oleh penduduk yang berlainan negara.
Bentuk spiritual-dinamis-progresif yang ada pada diri Gus Dur pada dasarnya adalah mewujudkan cita-cita mulianya. Ia menginginkan bahwa setiap manusia mendapatkan kebaikan dan keindahan hidup. Dengan begitu, setiap manusia dapat merasakan kenyamanan hidup dalam dekapan Tuhan. kendati demikian, upaya yang dilakukan sangat beragam hingga dirinya dikenal sebagai tokoh humanism, pluralism, demokrasi, pribumisasi Islam, dan lain-lain.
Terakhir, spiritual-mistik-transeksistensial terlihat pada diri Gus Dur manakala ia selalu berhubungan dengan perkara-perkara mistis. Semenjak hidup, ia sering “berkomunikasi” dengan para arwah, wali, dan lain sebagainya. Bahkan, kemistisan Gus Dur semakin kentara setelah dirinya menghadap Yang Maha Kuasa.
Secara umum, rangkaian pembahasan spiritual Gus Dur yang ada di dalam buku ini mengajak pembaca untuk menggali jejak sepiritual Gus Dur. Dengan begitu, pembaca akan dapat mengambil hikmah dari laku kehidupannya, antara lain adalah cinta kepada sesama dan kebersamaan dalam setiap perbedaan.
Selamat membaca!

                                                                                                             ——— *** ———

Rate this article!
Tags: