Mengatasi Cedera Kepala tanpa Harus Gunakan Silikon

Tim peneliti durameter dari air kelapa sedang melakukan pengujian di laboratorium untuk menghasilkan duramater (lapisan otak) buatan dari modifikasi bahan dasar air kelapa. Inzet:  Durameter buatan yang menyerupai kertas tisu.

Tim peneliti durameter dari air kelapa sedang melakukan pengujian di laboratorium untuk menghasilkan duramater (lapisan otak) buatan dari modifikasi bahan dasar air kelapa. Inzet: Durameter buatan yang menyerupai kertas tisu.

Mahasiswa Unair Ciptakan Lapisan Otak Buatan dari Nata De Coco
Kota Surabaya, Bhirawa
Nata de coco (air kelapa) dibuat sebagai bahan dasar pembuatan Lapisan otak buatan? Kedengarannya ganjil dan aneh, tapi ini benar dan nyata. Karena mahasiswa dari Universitas Airlangga (Unair) telah meneliti dan membuktikannya. Dengan inovasi ini, cedera kepala tidak lagi harus ditangani dengan silikon.
Kepala sebagai organ vital manusia menjadi sangat berbahaya jika mengalami cedera. Apalagi jika  membuat  duramater (lapisan otak) sampai mengalami robek, maka kematian yang akan menunggu. Di landasi hal itu, lima mahasiswa Fakultas Sain dan Teknologi Unair berhasil menciptakan durameter dari air kelapa yang sangat mudah dijumpai.
Kelima mahasiswa Unair tersebut antara lain Inas Fatimah, Fadila Nashiri, Karina Dwi Saraswati, Andini Isfandiary dan Fathania Nabilla. Ketua tim peneliti Inas Fatimah menjelaskan, sekitar 60% kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dimulai dengan terjadinya cedera kepala. Karena itu, cedera pada kepala sangat berbahaya. “Dari cedera kepala itulah duramater menjadi robek, sehingga terjadi akumulasi darah antara duramater dan permukaan dalam tengkorak (inner surface),” tutur Inas.
Untuk menangani kasus tersebut, dibutuhkan pembedahan dengan penggantian lapisan otak yang disebut duramater artificial. Sedangkan duramater yang selama ini digunakan adalah duramater yang  terbuat dari silikon. Padahal duramater yang terbuat dari silikon ini bersifat toksik, sehingga tidak aman apabila diaplikasikan ke dalam tubuh.
Dari situ, melalui riset yang dibimbing Dr Prihartini Widiyanti, kelima mahasiswa tersebut mencoba membuat duramater artificial yang bersifat biokompatible. Tujuannya, bahan ini dapat diterima oleh tubuh dengan baik tanpa harus menggunakan silikon. “Kami mencoba memanfaatkan limbah yang selama ini dibuang yaitu air kelapa, artinya dengan biaya yang terjangkau bagi masyarakat untuk digunakan sebagai lapisan otak buatan,” lanjut Inas.
Lebih lanjut Fadila Nashiri merinci proses pembuatan air kelapa hingga menjadi durameter itu. Mulanya, air kelapa difermentasikan dengan acetobacter xylinum sehingga menjadi selulosa bakteri. Kemudian, ditambahkan kolagen untuk meningkatkan biokompabilitas dan memicu pertumbuhan sel serta mengontrol kuat tariknya. “Hasil uji sitotoksisitas selulosa bakteri – kolagen – gliserol menunjukkan persentase batas minimal sel hidup yaitu lebih dari 60%. Ini menandakan bahwa duramater artificial tidak bersifat toksik sebagaimana sifat silikon,” jelas Fadilah.
Fadilah menjelaskan, setelah diuji menggunakan uji FTIR (Fourier Transform Infra Red), pada hasil inovasi ini ditemukan gugus C-O stretching yang merupakan penyusun kolagen. Hasil kekuatan tarik tersebut 12,942 Mpa, jadi sesuai dengan nilai tarik standar duramater artificial yaitu pada rentang 0,6 – 16 Mpa. Fadilah berharap, ke depannya duramater ini akan dikembangkan untuk uji coba aplikasi pada hewan.
Dari hasil penelitian yang dikemas dalam judul “Inovasi Duramater Artifisial Selulosa Bakteri – Kolagen dengan Plasticizer pada Kasus Trauma Kepala” ini, kelima mahasiswa tersebut berhasil menarik perhatian Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristek-Dikti. Dari situ, Dikti pun memberi dana pengembangan penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE). “Berdasarkan hasil uji secara invitro, membran selulosa bakteri, kolagen dan gliserol memiliki potensi sebagai kandidat duramater artificial yang baik,” pungkas Fadilah yakin. [Adit Hananta Utama]

Tags: