Mengawal Kualitas Demokrasi

Oleh:
Ani Sri Rahayu
Trainer P2KK dan Pengajar PPKn Universitas Muhammadiyah Malang 

Sejalan dengan berjalannya waktu, hajatan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden pada 17 April semakin dekat. Idealnya, hajatan pilpres bukan hanya dirayakan dengan “coblosan massal”. Lebih dari itu, pilpres harus dimaknai sebagai momentum pembelajaran demokrasi bagi rakyat melalui penggunaan hak politiknya untuk memilih pemimpin nasional yang diyakini mampu membawa kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik.
Kebermaknaan demokrasi
Partisipasi politik rakyat tidak hanya terhenti pada ramai-ramai memilih dalam pilpres. Gelaran pilpres hanyalah satu (tahap awal) dari serangkaian tahapan proses politik menuju demokrasi yang lebih berkualitas dan bermakna bagi keadaban publik.
Demokrasi bermula dari sebuah cita-cita masyarakat prademokratis untuk menjadi lebih sejahtera dan adil. Demokrasi juga sebuah jalan berkuasa berdasarkan legitimasi pilihan mayoritas rakyat. Namun, demokrasi tidak boleh berhenti pada cita-cita dan prosedur meraih kekuasaan. Ia juga harus membuat negara menjadi kuat menentukan kebijakannya sendiri, tanpa didikte kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan konstitusi. Negara berdaulat dalam ekonomi dan kekayaan yang dimilikinya.
Kebermaknaan dan kualitas demokrasi adalah ketika ia menyentuh sisi substansialnya. Kalah menang dalam pilpres hanyalah kegaduhan sisi formalitas instrumental dari demokrasi. Sementara itu, sisi substansial demokrasi terletak pada terwujudnya negara kesejahteraan, terjaminnya HAM, kebebasan yang dilindungi negara, mendapatkan hak hidup yang layak, dan kepemilikan akses terhadap upaya pengembangan potensi dan daya kehidupan setiap warga negara.
Di sinilah mengawal setiap tahapan proses demokrasi ini menjadi lebih urgen ketimbang merayakannya di bilik-bilik suara. Dengan kedaulatannya, rakyat kini harus berperan sebagai pengendali arah dan tujuan pemerintahan yang terbentuk dari hasil pilpres. Rakyat harus bersikap kritis terhadap pembentukan kabinet dan postur pemerintahan. Jangan sampai terjebak pada pola “bagi-bagi kekuasaan” yang bersandar pada politik transaksional.
Usia demokrasi kita masih muda. Untuk menghasilkan pemimpin yang lebih baik dari masa ke masa, demokrasi harus dipupuk dan didewasakan. Pemilu sejatinya sebuah batu ujian demokrasi apakah yang terpilih adalah pemimpin berintegritas yang mampu membumikan nilai-nilai demokrasi. Mesin demokrasi harus digerakkan oleh pemimpin yang menghayati nilai-nilai demokrasi dalam konsep dan laku, dalam praktik berbangsa dan bernegara.
Perhelatan akbar demokrasi
Supaya perjalanan pilpres menjadi sebuah pembelajaran yang demokrasi jujur harus kita akui bersama bahwa realitas itu tidaklah semudah membalikan telapak tangan. rintangan yang menghadang. Kualitas perhelatan akbar demokrasi itu betul-betul dipertaruhkan dalam menghadapi sepak terjang sebagian pihak yang benar-benar di luar keadaban.
Oleh sebab itu, sebagai kekuatan civil society harus mengawal, melakukan fungsi pengawasan secara ketat, menjadi bagian dari pressure group yang setiap saat bisa mengontrol kinerja pemerintahan. Berikut ini, ada beberapa langkah pressure group yang public bisa lakukan dalam mengawal demokrasi jelang pilpres.
Pertama, mengingat ajang pilpres sebagai kontestasi, pilpres semestinya disemarakkan dengan perlombaan gagasan, pertarungan ide, dan adu visi-misi. Namun, faktanya, kampanye sebagai bagian penting pilpres yang sudah berlangsung lebih dari tiga bulan justru disesaki dengan sensasi dan kontroversi. Seperti kita ketahui bersama, sejak start pada 23 September silam, kampanye sarat dengan berita bohong alias hoaks, ujaran kebencian, retorika-retorika pesimisme, dan narasi-narasi penyesatan. Strategi seperti itu bertebaran setiap saat dan celakanya bukan mereda, melainkan malah kian menggila. Realitas itulah yang harus kita minisisasi sedemikian rupa.
Kedua, mengawal demokrasi dan penegakan hukum meniscayakan komitmen dan integritas penuh para pemimpin negeri ini, terutama Presiden dan jajarannya, untuk melakukan langkah-langkah afirmasi dalam menegakkan keadilan substantif (imparsial, impersonal, dan non-tendensius).
Ketiga, kita memilih demokrasi agar semakin bersatu dan bermartabat sebagai bangsa. Harapannya, demokrasi akan melahirkan kepemimpinan yang kompeten dan sungguh-sungguh membela kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Keempat, jalan setapak demokrasi Indonesia masih panjang. Cita-cita menjadi negara demokrasi yang kuat dan disegani masih harus terus diperjuangkan. Proses alih generasi juga bermakna transformatif yang membutuhkan keringat dan pengorbanan para pemuda. Bila kaum muda masa kini acuh tak acuh dan cenderung menyumpah serapahi politik demokrasi, enggan berpartisipasi, maka kita akan semakin susah bermimpi akan Indonesia yang besar dan berdaulat. Oleh sebab, itu suara pemuda dipilpres bseok ini akan sangat menentukan.
Kelima, mengelola demokrasi kekinian yang dinamis sembari tetap fokus membangun negara-bangsa sebagai entitas ekonomi-politik yang inklusif, bersatu, berkarakter, dan berkemajuan.
Setidaknya melalui kelima langkah pressure group sebagai public bisa lakukan dalam mengawal demokrasi jelang pilpres Kita memilih demokrasi agar semakin bersatu dan bermartabat sebagai bangsa. Harapannya, demokrasi akan melahirkan kepemimpinan yang kompeten dan sungguh-sungguh membela kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Terlebih dalam situasi seperti sekarang, sejauh negara ini merdeka, kita justru semakin yakin bahwa Pancasila harus menjadi satu-satunya basis landasan moral-politik kita dalam menjalankan demokrasi. Apalagi masalah hoaks sangat kental mewarnai informasi akhir-akhir ini.
Kasus teranyar yang terjadi ialah mencuatnya hoaks perihal penemuan tujuh kontainer berisi kertas suara yang sudah dicoblos di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Dalam berita bohong yang diviralkan di media sosial itu disebutkan, puluhan juta kertas suara itu didatangkan dari Tiongkok. Berita sesat itu menghebohkan khalayak sekaligus membuat sibuk aparat. Jajaran Komisi Pemilihan Umum, Polri, hingga aparat Bea dan Cukai pun sigap bertindak untuk kemudian memastikan kabar tersebut tidak betul alias hoaks.
Hoaks penemuan puluhan juta surat suara yang telah dicoblos jelas bukan masalah ecek-ecek. Berita yag diedarkan tersebut sangat serius, karena sasaran yang dituju pelaku tak lagi sekadar rival mereka dalam kontestasi, tetapi sudah dalam taraf untuk mendelegitimasi kontestasi itu sendiri.
Pembuatan dan penyebaran kabar sesat soal penemuan puluhan juta surat suara yang sudah dicoblos ialah kejahatan tingkat tinggi dalam kontestasi. Mereka bukan lagi sekadar kriminal di media sosial, bukan pula sebatas pelanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, melainkan telah wewujud serupa teroris penghancur demokrasi. Peningkatan eskalasi politik yang cenderung divisif dalam Pilpres 2019 juga dapat merusak kohesi social, tercabiknya tenunan keutuhan dan kesatuan warga. Jadi upaya pencegahan eskalasi politik ini perlu dilakukan demi mengawal perjalanan perhelatan akbar demokrasi, sehingga suasana kondusif kita dapat saat pilpres 17 April mendatang. Amin…

———— *** ————-

Rate this article!
Tags: