Mengawal Partisipasi Pemilih Pilkada

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 tinggal berselang hari. Seperti publik ketahui bersama bahwa Pilkada kali ini dihadapkan pada sejumlah tantangan karena berbeda dengan sebelumnya yang harus digelar di tengah pandemi Covid-19. Menjadi logis adanya, jika pelaksanaan Pilkada 2020 ini menjadi sorotan dan pusat perhatian karena perhelatannya harus dengan protokol kesehatan ketat agar Pilkada 2020 tidak menjadi klaster penularan baru Covid-19 di tengah masyarakat.

Tantangan partisipasi pemilih Pilkada 2020

Salah satu tantangan berat dalam mewujudkan iklim demokrasi pada Pilkada 2020 di tengah pandemi adalah tingkat partisipasi pemilih. Merujuk data yang dikeluarkan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), yang berjudul “Global Overview of Covid-19: Impact on Elections”, setidaknya ada 50 negara dan wilayah yang menggelar pemilihan di tengah pandemi.

Merujuk data tersebut, terdapat dua dari tiga negara yang dijadwalkan menyelenggarakan pemilu pada tahun 2020 telah memutuskan untuk menunda agenda politik. Sebagian besar dari negara-negara tersebut merasa bahwa keselamatan dan kesehatan rakyat jauh lebih diutamakan. Sedangkan, sebagian negara lain berpikiran bahwa pemilu akan menjadi beban berat, mulai dari aspek biaya hingga masalah teknis pelaksanaan yang menyedot banyak sekali sumber daya manusia. Belum lagi persoalan penyediaan serta distribusi logistik pemilu, skema pengawasan pemilu, proses kampanye serta pemungutan dan penghitungan suara.

Masih merujuk data dari IDEA, meski di tengah pandemi rupanya masih ada lebih dari 30 negara yang tetap menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Salah satunya adalah negara kita Indonesia. Keputusan ini bisa dibilang sebagai suatu keputusan yang berisiko. Pasalnya, negeri ini mejadi salah satu dari negara-negara yang berani mengambil risiko mengadakan pemilihan di bawah ancaman pandemi Covid-19.

Keputusan tetap mengadakan pemilihan di bawah ancaman pandemi Covid-19 tentu akan berpotensi memunculkan permasalahan krusial bagi negara. Permasalahan tersebut, diantaranya adalah menyulut pada rendahnya partisipasi public untuk menggunakan hak suaranya. Salah satunya adalah keeganannya datang ke tempat pemungutan suara (TPS) karena penyebaran dan penularan Covid-19. Otomatis, jika realitas tersebut lebih dominan terjadi maka Pilkada 2020 ini sangat berpotensi kehilangan legitimasi dan berdampak pada kualitas demokrasi suatu negara. Namun, berlaku sebaliknya manakala partisipasi publik di Pilkada 2020 ini meningkat maka bisa dibilang akan menjadi legacy keberhasilan demokrasi di negeri ini.

Fakta tersebut, setidaknya bisa kita lihat dari pengalaman negara-negara lain yang tetap bersikukuh melaksanakan agenda pemilu mereka di tengah pandemi seperti Polandia, Singapura, dan Korea Selatan, yang diselenggarakan pada April hingga Juni. Negara-negara tersebut justru mendulang kesuksesan dalam partisipasi publik. Peningkatan tajam partisipasi publik dalam pemilu terjadi di Polandia. Tingkat partisipasi pemilih mengalami kenaikan signifikan hingga lebih dari 17 persen, dari 50,9 persen pada pemilu 2015 menjadi 68,2 persen pada 2020. Kemudian, diikuti Korea Selatan dan Singapura yang juga ada kenaikan angka partisipasi pemilu sebesar 8,2 persen dan 2,1 persen.

Lain halnya yang terjadi di Iran malah justru mengalami penurunan drastis pada partisipasi publik akibat pandemi Covid-19. Partisipasi pemilu legislatif yang diadakan pada 21 Februari lalu itu berada di angka 42,3 persen. Capaian tersebut jauh di bawah angka partisipasi pemilu legislatif Iran pada 2016 yang berada di kisaran 60 persen. Setelah Iran, ada juga Perancis yang menjadi salah satu negara dengan penurunan partisipasi pemilu yang anjlok.

Belajar dari beberapa pemilu yang diselenggarakan oleh negara ditengah pandemi, diketahui bahwa tingkat partisipasi publik berada di angka 40 persen. Itu artinya, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya dengan tingkat partisipasi publik 52 persen. Realitas tersebut,setidaknya bisa menjadi referensi negeri ini dalam mengawal partisipasi pemilih Pilkada 2020.

Menggugah kesadaran masyarakat

Menggungah kesadaran masyarakat di perhelatan Pilkada mendatang untuk menggunakan hak suara dan menjaga protokol kesehatan memang bukanlah perkara yang muda. Pasalnya, Pilkada kali ini memang sangat berbeda dari Pilkada sebelumnya, karena harus berbenturan dengan penyebaran dan penularan Covid-19. Namun, di sisi lain kita ingin mengawal partisipasi dan berhasilnya demokrasi di Pilkada 2020. Oleh sebab itu, melalui kesempatan kali ini, penulis berusaha memberikan kontribusi pemikiran agar kita bisa bersatu menggugah kesadaran masyarakat, akan pentingnya mensukseskan Pilkada 9 Desember mendatang, diantaranya.

Pertama, mengajak seluruh warga yang memiliki hak pilih di Pilkada Serentak 2020 untuk menggunakan hak pilihnya. Perlu menjadi kesadaran bersama bahwa mensukseskan pilkada adalah tanggungjawab bersama, tidak hanya KPU dan Bawaslu, tetapi peserta pemilu pun juga wajib meyakinkan masyarakat bahwa harus datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya.

Kedua, mensosialisasikan berbagai aturan terkait penggunaan hak suara di TPS. Misalnya, tidak diperbolehkan membawa handphone dan alat telekomunikasi lainnya ke bilik suara. Hal ini telah diatur dalam PKPU No 18 Tahun 2020 dan buku panduan kerja KPPS yang melarang pemilih membawa telepon genggam atau HP ke bilik suara. Realitas tersebut, perlu disosialisaikan secara baik dan ramah agar tidak terjadi kesalahpaman.

Ketiga, menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi tinggi di pilkada. Semua itu penting adanya, sebagai salah satu indikator demokrasi. Partisipasi pemilih akan menunjukkan seberapa besar legitimasi yang diberikan oleh rakyat atas proses dan hasil pilkada.

Keeempat, perlu menjadi kesadaran kolektif bagi kita masyarakat bahwa Pilkada 2020 adalah momentum emas masyarakat untuk menentukan pemimpin yang bisa membawa daerah kita masing-masing menuju lebih baik lagi. Itu artinya, masyarakat mesti sadar bahwa nasib masa depan daerah lima tahun ke depan ditentukan saat kita masyarakat mendatangi TPS.

Melalui keempat solusi pentingnya menggugah kesadaran masyarakat untuk mensukseskan Pilkada 2020 tersebut, besar kemungkinan jika terealisasikan dengan baik maka negeri akan memiliki predikat sukses mengawal demokrasi di tengah pandemi.

Rate this article!
Tags: