Mengedukasi Masyarakat Ramah Investasi Asing

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Memacu investasi menjadi pilihan strategis  untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Masih lemahnya perekonomian global membuat indikator pertumbuhan ekonomi seperti belanja pemerintah, daya beli masyarakat, hingga ekspor sudah tak dapat lagi dijadikan tumpuan. Untuk itu, Indonesia harus berbenah diri agar mampu berebut peluang menarik investor asing masuk ke dalam negeri. Sebab di saat yang sama, Negara-negara  lain saat ini juga sudah lebih agresif dalam menjaring investor.
Itulah kondisi yang harus kita hadapi. Jadi mau tidak mau pemerintah harus terus berupaya mengakselerasi masuknya investasi asing ke dalam negeri. Kebijakan deregulasi hingga dibukanya keran asing menjadi cara pemerintah menggenjot investasi demi tercapainya target pertumbuhan ekonomi. Meski masih ada sebagian pihak alergi terhadap investasi asing di dalam negeri, harus disadari bahwa menolak atau alergi dengan investasi asing sungguh sudah bukan zamannya lagi. Sebab di banyak negara dunia saat ini juga sudah berlomba-lomba menggelar karpet merah untuk menarik investasi asing seluas-luasnya. Namun demikian, investasi asing dalam menggarap sektor bisnis di Tanah Air sepatutnya ada batasannya. Bahwa peranan investasi asing di dalam negeri tidak boleh dominan, tetapi tetaplah peran pengelolaan bisnis tetap dipegang dari dalam negeri.
Saat ini tren perdagangan global yang sedang mengalami pelemahan. Tentu, pemerintah berjibaku dengan berbagai macam cara agar investor asing menanamkan modalnya di negeri ini. Tingkat kompetisi yang tinggi antarnegara di kawasan mengharuskan Indonesia memiliki sisi positif yang lebih. Banyak yang bisa menjadi daya tarik bagi investor asing, di antaranya, insentif pajak, kemudahan perizinan, sarana dan prasarana logistik yang murah, infrastruktur yang bagus, birokrasi yang bersih, maupun sumber daya manusia yang andal. Investasi asing yang masuk diharapkan bisa mendorong ekonomi tumbuh, memberikan lapangan pekerjaan baru, mengurangi tingkat pengangguran, dan yang juga penting adalah alih teknologi.
Menangkap Investasi Asing
Era komoditas sudah selesai. Indonesia membutuhkan banyak pelaku bisnis di bidang industri, mulai dari industri pengolahan komoditas menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi hingga industri dasar, industri barang modal, industri elektronik, dan industri otomotif. ?Industri tekstil dan alas kaki juga masih dibutuhkan Indonesia.
Di sektor kuliner, beragam jenis makanan khas tersebar di pelosok nusantara. Tentu ini mendorong minat wisatawan asing untuk datang. Meski terkadang ada wisatawan mancanegara yang tetap menginginkan masakan negaranya. Dalam konteks inilah, pemerintah membolehkan investor asing menguasai 100 persen kepemilikan restoran dengan syarat nilai investasinya di atas Rp 10 miliar. Hanya investor asing dengan skala besar yang bisa membuka bisnis kuliner di lokasi-lokasi wisata tertentu. Tentu, kita berharap kehadiran investor asing tersebut tak menjadi predator bagi pengusaha kuliner dalam negeri. Kata kuncinya adalah kompetisi.
Dunia kini melihat Indonesia. Ketika negara-negara maju mengalami over capacity, Indonesia sebagai negara emerging market yang masih under capacity tentu akan menjadi incaran para investor. Ekonomi negeri ini diperkirakan segera bangkit dengan masuknya investasi asing, terutama investasi langsung. Kondisi over capacity di negara maju ditandai oleh berbagai jenis infrastruktur yang sudah terbangun dan produk yang tak bisa lagi dipasarkan di dalam negeri. Pabrik manufaktur kelebihan produksi karena lemahnya permintaan. Kelebihan kapasitas itu harus dialihkan ke negara yang masih under capacity seperti Indonesia.
Dalam kondisi ekonomi dunia yang kelebihan kapasitas, Indonesia harus melihatnya sebagai peluang. Perlambatan ekonomi bisa segera diakhiri dan akselerasi pembangunan mendapatkan momentum. Saat ini, perbaikan iklim investasi perlu tetap menjadi prioritas.
Bonus demografi dengan jumlah tenaga kerja produktif sekitar 170 juta orang atau 68 persen dari total penduduk masih merupakan daya pikat bagi investor. Upah pekerja pun masih relatif murah dibandingkan dengan negara lain dengan kondisi ekonomi setara. Kelompok kelas menengah sekitar 60 juta dengan belanja yang terus meningkat juga menjadi kekuatan ekonomi Indonesia. Investor mengincar negara dengan keunggulan seperti Indonesia. Dari sisi produksi, mereka bisa mendapatkan produk yang kompetitif. Dari sisi penjualan, mereka bisa mendapatkan pasar yang menarik. Indonesia akan dijadikan basis produksi sekaligus pasar.
Infrastruktur yang masih minim dapat dilihat sebagai peluang investasi. Indonesia membutuhkan dana investasi ribuan triliun rupiah untuk membangun infrastruktur transportasi–darat, laut, dan udara–, pembangkit listrik, telekomunikasi, dan air bersih. Di luar Jawa, ada empat pulau besar dengan infrastruktur transportasi sangat minim. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, membutuhkan investasi besar untuk membangun jalan raya, kereta api, pelabuhan, dan bandara.
Iklim Investasi Ramah dan Kondusif
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa iklim investasi mencerminkan sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara produktif dan berkembang. Lebih konkritnya lagi, iklim usaha atau investasi yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin di satu sisi, dan bisa menghasilkan keuntungan jangka panjang setinggi mungkin, di sisi lain (Stern, 2002).
Oleh karena itu, mendorong investasi amat penting untuk meningkatkan kapasitas perekonomian. Pemerintah harus terus berkomitmen menjaga iklim investasi yang ramah dan kondusif. Komitmen tersebut diwujudkan dengan terus berupaya menjaga stabilitas kondisi domestik sambil meminimalisir dampak ekonomi global. Ke depan, dengan fundamental ekonomi yang semakin baik, minat asing untuk berinvestasi di Indonesia diharapkan akan sangat besar. Apalagi, Indonesia telah memiliki peringkat investment grade dari beberapa lembaga pemeringkat yang kredibel. Pemerintah pun harus  terus mengupayakan percepatan pembangunan infrastruktur.
Pemerintah harus didorong untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif, seperti perbaikan iklim usaha dan investasi, insentif fiskal dan kemudahan kemudahan lain yang sifatnya non fiskal. Masih terjadinya arus penanaman modal asing (PMA) yang  keluar dari Indonesia mengisyaratkan buruknya iklim investasi di Indonesia.
Memang, untuk  perusahaan-perusahaan asing di industri-industri yang sifat produksinya footloose seperti elektronik, tekstil dan pakaian jadi sepatu, dan lainnya, yakni yang tidak terlalu tergantung pada sumber daya alam atau bahan baku lokal di Indonesia akan dengan mudahnya pindah ke negara-negara tetangga jika melakukan produksi di Indonesia tidak lagi menguntungkan bagi mereka.
Salah satu faktor yang tidak boleh dilupakan agar investor asing merasa nyaman berinvestasi di tanah air adalah membangun kesadaran masyarakat akan peran penting investor asing masuk tanah air. Upaya ini perlu dilakukan mengingat di beberapa wilayah seringkali respon masyarakat akan hadirnya investasi baru utamanya dari kalangan asing masih negatif. Banyak kasus yang menunjukkan betapa potensi besar yang dimiliki daerah acap menjadi tidak terkelola secara baik karena masyarakatnya cenderung alergi terhadap masuknya pihak luar utamanya asing dalam ikut mengelola potensi daerah yang dimiliki.
Contoh sederhana misalnya reaksi masyarakat di Sumenep Madura yang menolak investor asing yang akan mengelola lokasi wisata Batu Kapur di Desa Batuputih Daya Kecamatan Batuputih, Sumenep. Warga khawatir bila investor asing dibiarkan menguasai daerah maka seolah-olah akan mengancam tatanan masyarakat yang sudah mapan. Bahkan kemudian dikembangkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bahwa seolah-olah secara perlahan dapat mengusir warga setempat dari desa mereka. Contoh lain juga terjadi di Pandeglang, Jawa Barat, yakni masyarakatnya menggelar aksi menolak masuknya investor asing ke wilayah itu. Padahal di sisi yang lain, pemerintah daerah setempat begitu getol  mengampanyekan kepada para investor asing bahwa di wilayah tersebut nyaman untuk investasi. Bahwa terlepas dari adanya pihak-pihak lain yang ikut bermain dalam aksi tersebut, realitas tersebut memberi pesan kepada kita, bahwa ada agenda besar yang harus kita lakukan yakni melakukan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya kehadiran investor ke daerah termasuk di dalamnya adalah investor asing.
Nampaknya masih berkembang pemikiran yang menempatkan investor yang datang ke daerah baik lokal maupun asing sebagai target ‘pemerasan’. Oknum pelakunya bukan hanya kalangan bikrasi yang mengatasnamakan regulasi dan retribusi tetapi juga kalangan masyarakat awam yang dengan menggunakan berbagai cara untuk ‘memaksa’  investor memberikan rupiah kepada sekelompok kepentingan ini. Realitas itu bisa dengan mudah dibaca di berbagai daerah yang akan mendirikan industri/perusahaan selalu ada gangguan yang mengatasnamakan masyarakat setempat yang ujung-ujungnya adalah mendapatkan dana. Kondisi tersebut tentu harus dibenahi.  Bahwa selain sikap masyarakat yang perlu diedukasi agar lebih ramah terhadap investor asing, kebijakan pemerintah yang sering berubah dan lama implementasinya menjadi kendala utama bagi pemodal asing. Walaupun politik sudah cenderung stabil, peraturan yang sering direvisi membuat mereka harus berhati-hati saat perencanaan strategi investasi. Selain itu, persoalan sumber daya manusia dan sikap masyarakat yang belum mereka ketahui secara psikologis dan geografis, tentu akan menjadi tantangan tersendiri.

                                                                                                                  ———- *** ———–

Tags: