Mengelola Dana Haji

Foto Ilustrasi

Dana “titipan” biaya haji akan dikelola oleh lembaga yang terpisah dari Kementerian Agama. Presiden telah membentuk BPKH (Badan Penglola Keuangan Haji) yang akan bekerja efektif pada musim haji tahun (2017) ini. Calon jamaah haji menerima “keuntungan” hasil peng-usaha-an biaya haji yang dititipkan di bank BUMN. Selama ini keuntungan terhadap biaya haji, dikelola oleh pemerintah dengan nomenklatur DAU (Dana Abadi Umat).
Panitia seleksi telah menyerahkan 14 nama personel yang dikenal dedikatif untuk menjadi anggota dan pimpinan BPKH. Calon anggota BPKH direkrut dari berbagai profesi. Diantaranya, bidang arah investasi, bidang manajemen risiko, serta Litbang (Penelitian dan Pengembangan). Selanjutnya presiden akan menetapkan tujuh orang BPKH. Sisanya (7 nama lain) menjadi cadangan. Selain itu, kinerja BPKH akan dipantau secara melekat oleh lima orang Dewan Pengawas.
Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) BPKH, tak lain mengelola dana yang dititipkan oleh calon jamaah haji. Pengelolaan dana ini (wajib) tidak mengenal rugi, melainkan sekadar menyusutnya keuntungan. Penggunaan, “titipan” biaya haji bisa untuk meng-ongkosi pembangunan jalan tol, pembangunan bandara, dan pelabuhan. Juga bisa digunakan untuk peluncuran satelit (komersial) Indonesia.
Pengelolaan “titipan” biaya haji, di-skema berupa kerjasama BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang mengerjakan proyek nasional. Terutama yang padat modal. Keuntungan (bersih) atas kerjasama akan “dikembalikan” kepada calon jamaah haji. Dus, setiap rekening biaya haji akan bertambah besar. Manakala “titipan” biaya haji masih belum lunas, maka laba usaha dapat digunakan sebagai tambahan pelunasan. Sedangkan yang telah titip lunas, dapat memperoleh cash-bak.
Penyelenggaraan ibadah haji hingga kini masih menjadi domain (monopoli) pemerintah. Antaralain, karena ongkos naik haji (ONH) Indonesia tergolong cukup tinggi. Disebabkan banyak petugas yang dilibatkan. Tetapi setiap tahun selalu menyisakan “keuntungan” besar, termasuk hasil penghematan berbagai pos biaya (transportasi, dan penginapan). Sisa ONH ini dilindungi UU Nomor 17 tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Haji. Serta Keppres Nomor 52 tahun 1996.
Pada tahun 2001, presiden Gus Dur membuat Keppres Nomor 22 tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BP-DAU). Data per-akhir tahun 2014, jumlah DAU mencapai Rp 2,5 trilyun, plus dalam bentuk dolar AS senilai US$ 2,8 juta. Sejak tahun 1997, DAU digunakan untuk membantu pendidikan Islam, khususnya di pondok pesantren dan berbagai madrasah. Serta diberikan dalam bentuk program bantuan sosial kepada ormas Islam. Sampai memicu penyelewengan.
Dengan bertambahnya calon jamaah haji, niscaya “titipan” biaya haji (dan DAU) semakin besar. Jika jumlah calon jamaah haji sebanyak 221 ribu, dengan ONH rata-rata sebesar Rp 36 juta, maka “omzet” sangat besar. Anggaran haji bisa mencapai Rp 8 trilyun per-tahun. Tren peningkatannya sekitar 12% per-tahun (bertambah sekitar Rp 1 trilyun). Maka pengelolaan anggaran haji, dapat dijadikan model pem-biaya-an (talangan).
Model pengelolaan anggaran haji, niscaya berdasar syari’ah. Walau sebenarnya, tiada calon jamaah haji me-niat-kan “titipan” biaya hajinya ber-bunga. Bahkan mengkhawatirkan “bunga” bank menjadi unsur riba (sangat diharamkan). Menjadikan ibadah haji tidak sah, dan hanya bagai plesiran. Tetapi model pengelolaan biaya haji secara syar’i, di-halal-kan. Jumhur (mayoritas) ulama memperkenankan pengelolaan dana “titipan” ibadah haji.
Namun yang di-ingin-kan oleh calon jamaah haji, dana “titipan” biaya haji (serta DAU) seyogianya digunakan untuk membeli asrama haji di Arab Saudi. Bisa di Madinah, maupun di Makkah. Selama ini untuk menampung jamaah haji Indonesia, pemerintah selalu menyewa tempat (maktab) dengan biaya mahal. Kadang, tempat yang disewa tidak memadai. Kelak, ber-haji akan semakin mudah dan murah.

                                                                                                                    ———   000   ———

Rate this article!
Mengelola Dana Haji,5 / 5 ( 1votes )
Tags: