Mengelola Pendidikan Tak Bisa Gunakan Ego Sektoral

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Provinsi Bisa Berikan Tugas Pembantuan
Surabaya, Bhirawa
Perdebatan pasca pelimpahan wewenang mengelola pendidikan menengah SMA/SMK terus menghangat. Tidak hanya soal anggaran, melainkan juga seputar koordinasi antar pemerintah di provinsi dan kabupaten/kota. Muncul keyakinan bahwa pendidikan harus dikelola secara lintas sektoral.
Hal tersebut diungkapkan pakar pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya Martadi. Menurutnya, mengelola pendidikan SMA/SMK tidak boleh menggunakan ego sektoral. Sebab kenyataannya, pendidikan menengah tetap berdiri di wilayah kabupaten/kota. “Kabupaten/kota seharusnya tidak ditinggalkan sama sekali dalam pengelolaan pendidikan SMA/SMK ini,” kata dia, Minggu (9/10).
Hal tersebut juga bukan berarti harus melanggar aturan. Karena dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 20 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan, urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan provinsi diselenggarakan sendiri oleh provinsi dengan cara menugasi kabupaten/kota berdasarkan azas tugas pembantuan.
Untuk memberikan tugas pembantuan dari provinsi kepada kabupaten/kota, harus ditetapkan dengan peraturan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk  penugasan kepada desa harus ditetapkan dengan peraturan bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Martadi yang juga Ketua Dewan Pendidikan Surabaya mengaku, tugas pembantuan bisa dibuat dengan mendelegasikan urusan tertentu pada kabupaten/kota sejumlah. Misalnya seputar peningkatan kompetensi guru yang diserahkan ke daerah.
“Jadi misalkan pengurusan SMA/SMK, pemkab dan pemkot masih ikut menangani 30 atau 20 persen sisanya pemprov. Kemudian sama halnya untuk pendidikan dasar juga dibagi pemkot pemkab bisa menangani 70 atau 80 persen sisanya bisa pemprov,”terangnya.
Untuk urusan pendidikan dasar, peran provinsi tetap diperlukan dalam fungsi koordinasi. Namun, ia menegaskan pemprov tidak boleh intervensi dalan pengelolaan ini.  Sehingga kedua belah pihak bisa sinergi dengan adanya kesadaran berbagi tanggung jawab. “Yang dipahami masyarakat hanya bagaimana mendapat pelayanan pendidikan yang terbaik, tidak peduli wewenang siapa,” kata dia.
Secara de facto, dikatakannya, peserta didik berada di kabupaten kota.  Jadi kalau bisa berbagi dalam penanganan pendidikan itu akan lebih baik. Hal senada diungkapkan anggota DPRD Kota Surabaya Reni Astutik. Dia mengaku, jika tidak ada penugasan dari pemprov maka kabupaten/kota tidak dapat melakukan apa-apa. Sehingga jika terjadi permasalahan dalam sekolah di Surabaya tetap bisa ditangani bersama. Selain itu, jika ada koordinasi antara pemerintah kota atau kabupaten dengan provinsi, Dinas Pendidikan tidak perlu mangkir.
“Misalkan Pemkot Surabaya mengadakan penanggulangan narkoba untuk SMA/SMK, akan sulit dilakukan karena bukan wewenangnya lagi. Sekolah bisa saja tidak mau dilibatkan,” pungkasnya. [tam]

Tags: