Mengembalikan Fungsi Radio

Suprihatin

(Dari Perayaan Hari Penyiaran Nasional)

Oleh:
Suprihatin
Penulis adalah Dosen Jurnalistik di Program Studi Ilmu Komunikasi Stikosa-AWS

Minggu, 1 April 2018, dunia media massa Indonesia mengenang momen penting dalam sejarah dunia penyiaran. Di tanggal yang sama, 85 tahun yang lalu Mangkunegara VII mendirikan Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1 April 1933 di Solo (www.kpi.go.id). Meski demikian, radio ini bukanlah radio yang pertama kali bersiaran, karena pada masa pemerintahan Belanda telah berdiri Bataviase Radio Vereniging di Batavia tanggal 16 Juni 1925. Saat itu, pemerintah Hindia Belanda membangun stasiun radio di berbagai daerah, yaitu salah satunya adalah PK2MN (Perkumpulan Komunitas Karawitan Mardi Raras Mangkunegaran di bawah asuhan Sri Mangkunegara VII tahun 1930. Atas inisiatif Ir. Sarsito Mangunkusumo, maka didirikanlah stasiun radio SRV tersebut (Susanti, 2011).Konten siaran SRV yang saat itu bertempat di gedung Pendapa Kepatihan Mangkunegaran berupa hiburan anak-anak, klenengan, dan wayang. Radio kala itu menjadi medium untuk mengembangkan kesenian dan budaya Jawa.
Peran radio sejak saat itu menjadi demikian penting. Radio boleh dikata menjadi simbol perlawanan bangsa ini melawan imperialisme. Melalui radio, gema dan semangat pantang menyerah terus dikobarkan, walau di dalam negeri sendiri upaya ini tidak direstui. Tokoh pers H. Mohd Said menyebut bahwa pers kala itu menjadi bagian dari unsur perjuangan selain lewat senjata dan diplomasi. Radio di masa-masa itu menjadi sarana menggalang dukungan rakyat terhadap upaya memperjuangkan kemerdekaan. Radio juga menjadi sumber informasi yang cepat dan masif dalam mengabarkan kondisi pemerintahan kepada publik. Bung Tomo, adalah salah satu tokoh sejarah yang aktif berorasi melalui radio. Salah satu siarannya yang menjadi sangat populer terjadi perobekan bendera Yamato, yang kemudian direlai oleh RRI Surabaya dan disiarkan ke seluruh Indonesia.
Masa-masa keemasan radio terjadi pada tahun 80 dan 90-an. Pada zaman itu, radio adalah sumber informasi dan hiburan paling diminati. Bahkan bertumbuhan komunitas-komunitas pecinta radio yang hidup karena kesamaan minat. Di tahun-tahun setelah itu, industri radio harus bergelut dengan berbagai regulasi dan aturan yang berkelitkelindan, seiring dengan dibentuknya Komisi Penyiaran. Radio mesti berjuang bukan hanya untuk bertahan menghadapi gemburan industri televisi, tetapi juga menghadapi ruwetnya birokrasi perizinan.
Keruwetan belum juga berlalu, radio kini menghadapi dilema baru yakni segmen pasar yang tidak jelas dan pendapatan iklan yang terus menurun. Radio bukan saja tak mampu menyaingi televisi, radio mesti berkompetisi dengan media online dan media sosial. Ada beberapa radio yang masih cukup potensial. Radio-radio ini bahkan tumbuh kian besar tanpa pesaing yang berarti. Konten yang dikembangkan adalah informasi lalu lintas dengan model jurnalisme warga. Melalui siaran interaktif, pendengar dapat melaporkan kejadian sehari-hari maupun kondisi jalan raya yang dihadapinya untuk disiarkan dan didengar oleh publik.
Di Jawa Timur, konsep radio seperti ini kemudian menjadi sangat populer dan ditiru oleh sebagian radio lain. Di luar itu beberapa radio memilih konten hiburan sebagai komoditas: musik, talkshow, ulasan gaya hidup. Radio yang memilih genre yang demikian itu umumnya mengambil segmen pasar remaja. Sebagian kecil radio lainnya, berada di persimpangan. Memilih konten entertainment, berarti bersaing ketat dengan radio-radio lain yang serupa. Sementara ketika memilih konten jurnalisme, industri radio terbentur dengan minimnya peminat dan iklan yang masuk. Alhasil beberapa radio yang masih mengandalkan informasi kerapkali hanya mengonversi berita dari internet dan media massa lain. Tak jarang radio-radio ini tidak memiliki reporter dan hanya mengandalkan berita dari sumber-sumber di internet. Hal ini sangat kontradiktif dengan kondisi radio di masa lalu yang diandalkan sebagai media yang paling cepat dan akurat dalam menyebarkan informasi. Berita yang hanya dihasilkan dari internet bagaimana bisa dipertanggungjawabkan akurasinya?
Radio Internet
Perkembangan teknologi kini membuka cakrawala baru dalam dunia industri penyiaran. Radio digital, atau radio internet tidak lagi membutuhkan frekuensi yang sudah habis dikapling-kapling oleh industri penyiaran termasuk oleh media yang belum berizin tapi sudah mengudara. Radio digital membawa masyarakat pada peradaban teknologi baru yang difasilitasi dengan apik oleh perangkat digital semacam handphone dan perangkat digital lain sehingga tetap memungkinkan radio untuk dinikmati generasi net, sebagai konsumen terbesar media ke depan. Perkembangan ini mesti diantisipasi oleh industri radio konvensional yang hanya mengandalkan hiburan semata. Sementara dari segi biaya infrastruktur dan sebagainya, jelas radio konvensional membutuhkan sumber daya yang luar biasa besar.
Selain itu, penting pula kiranya bagi dunia industri radio untuk mengembalikan khittah radio sebagai medium informasi yang mencerdaskan dan bernas. Sebagai contoh kasus, radio bisa menjadi medium yang sangat cepat dan akurat ketika terjadi bencana/musibah. Di negara-negara lain seperti Australia, yang sering mengalami bencana badai itu, radio berfungsi sebagai alarm warning system, memberi informasi kapan badai kira-kira akan tiba di suatu daerah, dan apa saja yang mesti dipersiapkan warga di daerah itu. Radio dalam konteks ini kemudian berfungsi bukan saja sebagai sumber informasi, namun juga menjadi jembatan komunikasi dari publik ke pihak lain atau dari pemerintah ke publik. Termasuk memberi petunjuk/tips mempertahankan/melindungi diri pada kondisi-kondisi krisis. Radio untuk kondisi masyarakat Indonesia sebenarnya juga tepat jika digunakan sebagai pelestari nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang sudah makin aus diterjang globalisasi. Dalam tulisan berjudul Radio Versus Etnomusikolog di buku Socrates di Radio (2006), saya menemui bahwa konsep tentang peran radio sebagai sentra dokumentasi dan pelestari musik etnik regional maupun nasional sudah pernah digagas dan dikembangkan. Walau hingga kini kita belum melihat wujudnya kecuali dalam program-program siaran RRI. Rasanya kita merindukan peran-peran radio yang semacam itu.

—— *** ———

Rate this article!
Tags: