Mengembalikan Kehangatan Ruang Keluarga

Oleh :
Retno Susilowati
Kolumnis; Pemerhati pendidikan anak 

“Ketika anak-anak menggunakan gawai (handphone) saat berada di meja makan, dan tidak saling berbicara satu sama lain, maka itu bukan lagi keluarga,”
Paus Fransiskus
Roma, Italia, November 2015

Ketika kecemasan publik terhadap anak-anak akibat gawai (handphone) digenggamannya belum meluas seperti hari ini, tiga tahun lalu (November, 2015) Paus Fransiskus sudah mengingatkannya. Kepada umat Katolik yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus, Vatikan Roma Italia, Paus mengingatkan betapa bahayanya ketika anak-anak lebih sibuk memegang gawai dan menonton televisi dibandingkan bicara satu sama lain di dalam rumah. Apa yang disampaikan Paus tersebut, semakin menemukan relevansi, dengan mencermati apa yang terjadi hari ini. Bahwa kemajuan teknologi informasi dengan gawai canggihnya –yang memiliki berbagai fitur dan layanan– telah merenggut kehangatan komunikasi dan interaksi dalam keluarga. Ruang-ruang keluarga yang awalnya begitu hangat kini menjadi dingin dan beku. Obrolan-obrolan dan canda tawa yang biasanya mewarnai ruang – ruang keluarga kini mulai jarang ditemui, Penyebabnya, anggota keluarga memilih beraktivitas di kamar masing-masing menikmati dunia baru lewat gawai dalam genggamannya.
Di wilayah lain, munculnya kriminalitas yang banyak melibatkan anak-anak, baik sebagai korban dan pelaku salah satunya adalah merupakan imbas dari pemakaian gawai anak-anak. Akses anak-anak terhadap konten gawai yang demikian bebasnya, ditambah dengan lemahnya kontrol dari lingkungan sekitarnya membawa dampak buruk bagi perilaku anak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Yohana Susana Yembise, secara khusus juga menegaskan adanya keterkaitan antara ponsel dengan perilaku anak. Oleh karena itu, saat peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli 2018 kemarin, Menteri PPPA ini mengharap pemerintah daerah membuat kebijakan yang mengatur interaksi anak dengan informasi melalui gawai, Kompas, (24/7).
Pernyataan Paus di atas serta ungkapan keprihatinan Menteri Yohana, sesungguhnya menemukan benang merahnya tentang perlunya perhatian serius terhadap anak-anak dalam menggunakan gawainya. Selain pihak sekolah yang punya peran besar, tentu keluarga sebagai benteng terakhir bagi anak dari pengaruh negatif gawai harus ambil peran.
Makna Penting Ruang Keluarga
Ruang keluarga dalam pengertian fisik, adalah ruang yang secara khusus didesain menjadi bagian dari tata ruang sebuah rumah. Di ruang keluarga inilah nantinya menjadi tempat seluruh anggota berkumpul untuk bersantai dan membicarakan apa saja yang menyenangkan. Sementara secara sosial, ruang keluarga adalah ruang yang bisa mempertemukan seluruh anggota keluarga untuk berbicara tentang apa saja. Ruang ini akan menjadi pusat lalu lintas informasi dan edukasi antara semua anggota orangtua. Umumnya ruang keluarga selalu didesain agar menjadi sudut yang nyaman (comfortable) dan tempat kumpul favorit bagi keluarga. Secara psikologis, lay out ruang keluarga diyakini mempunyai pengaruh terhadap hubungan kedekatan antaranggota keluarga.
Di Negara Jepang, fungsi dasar, ruang keluarga adalah ruang minum teh (cha sit shu) yang memiliki hierarki tertinggi di dalam rumah. Di negara-negara Barat (Eropa, red), ruang keluarga selain sebagai tempat bersantai, juga berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu. Sementara, sesuai kebudayaan timur, fungsi ruang keluarga di Indonesia adalah tempat untuk berkumpul dan bersantai bagi anggota keluarga inti. Dahulu, ruang ini hanya terdiri dari jejeran kursi dan meja, digunakan untuk duduk mengobrol.
Sesuai dengan perkembangan zaman, ruang keluarga memiliki fungsi tambahan, yaitu sebagai sarana hiburan, misalnya mendengarkan musik dan menonton TV. Bagi keluarga yang memiliki anak balita yang membutuhkan space lebih luas untuk bergerak, ruang keluarga seringkali didesain sedemikian rupa sehingga dapat menjadi area bermain anak. Perabot yang ada di area ini dikombinasikan dengan perangkat mainan anak-anak sehingga tidak mengurangi fungsi dari living room yang sebenarnya. Tak jarang juga, ruang keluarga digunakan sebagai ruang belajar atau ruang melakukan kegiatan hobi seperti ruang musik, melukis dan sebagainya.
Pergerakan peradaban yang bergulir yang ditopang oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan ruang keluarga juga mengalami pergeseran dari fungsi awalnya. Ia digunakan untuk menerima tamu, kerabat dekat, dan rekan kerja. Ruang ini tak jarang juga digunakan untuk pesta kecil, seperti arisan atau perayaan Lebaran, Natal, atau tahun baru.
Di sisi lain, kesibukan kehidupan di kota besar cenderung membuat ruang keluarga tidak dapat berfungsi sebagaimana desain awalnya. Terkadang ruangan ini hanya digunakan sebagai tempat persinggahan sementara. Penghuni rumah telah mempunyai kesibukan sendiri-sendiri. Semakin menipisnya waktu yang dimiliki akibat himpitan beban pekerjaan dan tuntutan lainnya, nyaris semua anggota keluarga mulai kehilangan waktu untuk sekadar bersantai di ruang keluarga. Implikasi, ruang-ruang privat seperti kamar tidurpun menjadi layaknya ruang keluarga. Berbagai sarana hiburan dan fasilitas lain yang biasanya ada di ruang keluarga bergeser masuk ke kamar-kamar pribadi. Dampak berikutnya anggota keluarga tidak lagi memandang penting untuk sekadar bertemu dan ngobrol dengan anggota keluarga lainnya. Masing-masing merasa nyaman dengan berada di kamar masing-masing. Ruang-ruang keluarga menjadi lengang, sepi dan beku.
Berbagai macam gawai berlomba diterbitkan dengan bermacam-macam fitur yg semakin mempermudah orang mengakses informasi tentang apa saja, di mana saja, kapan saja dengan mudah. Berbagai kemajuan jelas memberikan dampak dalam hidup manusia di zaman moderen ini. Tidak hanya dampak positif, melainkan dampak negatif. Dampak negatif yang paling signifikan adalah munculnya sikap ketergantungan yang berlebihan dalam diri manusia untuk terus menggunakan gawai.
Manusia seakan tidak bisa mnjalani hari tanpa mengubah status atau melihat status orang lain di media-media sosial. Hal ini jelas terjadi di berbagai lapisan masyarakat apalagi dalam keluarga, bahkan keluarga yan beragama sekalipun. Mulai muncul sikap acuh tak acuh antara setiap anggota keluarga karena hanya memikirkan apa yang harus diihat atau dicari di dunia maya melalui gawai. Muncul kemudian kata-kata satire yang berbunyi “kemajuan internet mendekatkan orang yang jauh tapi menjauhkan orang yg dekat”.
Menghangatkan Ruang Keluarga
Sesuai dengan fungsinya, rumah merupakan tempat tinggal seluruh anggota keluarga. Artinya, rumah menjadi satu kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Dalam sebuah tempat atau area, pasti memiliki pusat, tak terkecuali di rumah. Ya, pusat sebuah rumah ada pada ruang keluarga. Mengapa demikian? Tidak berlebihan memang jika kita menyematkan predikat ‘inti’ atau ‘pusat’ dari sebuah rumah adalah ruang keluarga. Sebab ruang keluarga memiliki kedudukan vital dalam sebuah rumah. Maka, di ruang keluargalah letak jantung sebuah rumah. Keharmonisan keluarga dapat dibentuk dan dibangun dari seberapa sering keluarga berkumpul dalam ruang keluarga dan menghabiskan waktu untuk sekadar mengobrol, bercerita, dan bertukar pikiran.
Ruang keluarga di sebuah rumah, tempat berkumpulnya semua penghuni rumah tanpa memandang usia atau kedudukan dalam rumah, entah dia masih kanak-kanak atau sudah tua, tak peduli itu majikan atau pembantu, semua penghuni rumah boleh mengunjungi ruang keluarga. Jika ruang keluarga nyaman, dan para penghuni rumah yang mengunjunginya pun saling menciptakan suasana yang nyaman, maka tentu ruang keluarga akan menjadi tempat utama yang paling menyenangkan di rumah tersebut.
Lantaran itu, dengan fungsi yang amat vital inilah, maka ruang keluarga layak mendapat perhatian khusus bagi penghuni rumah. Lengang dan hampanya ruang keluarga mengindikasikan tiadanya komunikasi di antara anggota keluarga. Kalau itu terjadi, maka meminjam pernyataan Paus Fransiskus, keluarga tersebut sudah tidak layak disebut sebagai keluarga.

———- *** ———-

Tags: