Mengembalikan Khittah Polri dan KPK

Nurul AzizahOleh:
Siti Nurul Azizah
Kru SKM Amanat UIN Walisongo Semarang dan Penerima Beasiswa Tafidh Monash Institute Semarang

Dalam sebuah negara tentunya terdiri dari berbagai lembaga-lembaga kenegaraan yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Namun apa daya, jika lembaga yang seharusnya memiliki tanggung jawab dalam mewujudkan bangsa yang aman dan nyaman tidak lagi bisa menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Bahkan tidak jarang diantara lembaga-lembaga itu ada yang memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu.
Dalam satu dekade ini, ada beberapa fakta yang mencengangkan berkaitan dengan lembaga-lembaga pemerintahan, terlebih lembaga pemerintahan yang bernama Polri dan KPK. Sebagai lembaga penegak hukum, Polri sudah seharusnya bisa membedakan sikap melanggar hukum atau tidak. Sedangkan KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi, dituntut agar dapat mengusut tuntas penyelewengan administrasi yang terjadi di negeri ini. Namun, kedua lembaga yang seharusnya ikut andil dalam mewujudkan negara yang sejahtera, malah saling menjatuhkan.
Dalam pekan ini masyarakat dibingungkan dengan adanya dua lembaga pemerintah yang saling berseteru yaitu Polri dan KPK. Wakil Ketua KPK Bambang Wijdojanto ditangkap oleh Bareskrim Polri pada jumat (23/1) malam atas dugaan tersangkut kasus sengketa pilkada Kota Waringin Barat pada tahun 2010. Namun pada Sabtu pagi (24/1) Bambang sudah dilepaskan oleh Bareskrim Polri setelah melewati pemeriksaan yang lama.  Penangkapan Bambang ini dicurigai sebagai upaya Polri untuk membalas KPK atas penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka..
Penetapan Komisaris Jendral Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut oleh pihak KPK, membuat citra Polri tercemar. Bagaimana tidak, Jendral Budi Gunawan menjadi calon tunggal Kapolri. Jika kita menelisik dengan cermat, memang tidak pantas jika seorang calon Kapolri tersandung kasus pencucian uang yang merugikan negara. Kejadian seperti ini menunjukkan bahwa ada sikap menyerang yang dilakukan lembaga pemerintahan tersebut.
Sebelumnya, politikus PDIP Hasto Kristiyanto memberikan pernyataan bahwa ketua KPK Abraham Samad menemui petinggi PDIP pada masa pilpres 2014 kemarin. Supaya Abraham Samad dijadikan wakil presiden Jokowi. Isu seperti ini hanya untuk kepentingan politik yang akan menggoyahkan kekuatan KPK dalam mengusut kasus korupsi di negeri ini.
Dengan adanya kejadian seperti ini menunjukkan bahwa sebagai lembaga tertinggi negara belum bisa menunjukkan independennya. Demi kepentingan politik maupun kelompok, lembaga pemerintah dijadikan sebagai cara untuk memperoleh keinginan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam lembaga tersebut. Sejatinya lembaga pemerintah dapat menunjukkan bahwa ia benar-beanar sebagai penegak hukum dalam negara ini. Bukan malah saling menjatuhkan demi kepentingan politik dan kelompok tertentu.
Save KPK
Penangkapan Bambang Wijdajanto dinilai sebagai target penangkapan oleh Polri. Sebab, sebelum adanya penangkapan ini, ketua KPK Abraham Samad mendapat serang dengan foto fullgar dengan Putri Indonesia 2014. Namun Abraham menjelaskan bahwa foto fullgar tersebut hanya sebuah rekayasa yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Penangkapan Bambang Polri karena dilaporkan Sugianto Sabran politisi PDIP.  Bambang disangka  melanggar pasal 242 juncto pasal 55 KUHP, karena dugaan menyuruh orang menyampaikan keterangan palsu dalam persidangan sengketa pilkada di Kota Waringan Barat. Keadaan seperti membuat masyarakat mencurigai akan adanya upaya Polri untuk membalas KPK. Sebab, calon tunggal kapolri Budi Gunawan oleh PDIP dijadikan tersangka oleh KPK atas pencucian uang. Seharusnya lembaga pemerintah mempunyai wewenang seperti KPK dibiarkan dahulu dalam mengusut kasus Budi Gunawan. Bukan malah mencampur tangan dengan melakukan penangkapan Bambang Wijdajanto oleh Polri.
Tugas dan kewajiban KPK sebagai lembaga pemerintah harus bisa memberantas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan tuntas. Menyelidiki dengan penuh objektif jika ada penyelewengan administrasi dalam tatanan di negeri ini dan  mengusut tuntas kasus korupsi hingga ke akar-akarnya. Pemimpin tidak sepantasnya memanfaatkan lembaga untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan politik.
Masyarakat juga harus andil dalam memperjuangkan KPK sebagai lembaga penuntas korupsi. KPK bukan suatu lembaga yang bisa di intervensi pihak luar, intervensi konglomerasi, bahkan intervensi dari media. Jika lengah dalam mengusut kasus korupsi maka akan semakin mudah terjadi penyelewengan di berbagi lembaga. KPK harus independen dalam menguak kasus korupsi. Lembaga yang tidak mudah goyah, meskipun banyak ancaman dari pihak luar.
Indonesia sebagai negara terkorup di Asia Tenggara. Julukan yang disematkan kepada negara tercinta ini sebenarnya tidak pantas. Sebab Indonesia dengan masyarakat yang mempunyai peradaban, masyarakat yang ramah, taat terhadap norma dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Namun apa dikata Indonesia sudah mulai rusak dengan adanya generasi korupsi.
Apa jadinya jika generasi penerus bangsa Indonesia sebagai koruptor. Merenggut uang negara demi keseanngan dan kepentingan pribadi, sungguh melanggar nilai-nilai agama. Selain itu, jika uang negara dikorupsi oleh bandar-bandar yang tidak bertanggung jawab, maka pembangunan dinegeri ini akan terhambat. Jaminan kesejahteraan terutama pendidikan dan kesehatan masyarakat akan terbelangkai. Betapa mirisnya korupsi di negeri ini. Namun apa daya, jika korupsi dinegeri ini belum bisa di ungkap sepenuhnya. Korupsi memang hanya untuk kepentingan pribadi maupun kelompok yang tidak memikirkan kelangsungan kehidupan orang lain.
Pemimpin Objektif
Presiden Joko Widodo diuji dalam kepemimpinannya saat ini. Sebab dua lembaga pemerintah yaitu Polri dan KPK. Dua lembaga tersebut sebagai penegak hukum, saling menyerang akibat kasus pencucian uang calon kapolri Budi Gunawan. Tidak sepantasnya Polri menyerang KPK menangkap Bambang Wijdajanto dengan dalih tersangkut kasus pilkada kota Waringin pada tahun 2010 silam.
Namun, presiden Jokowi belum mengambil langkah tegas terkait dengan masalah ini. Ia hanya mempersilahkan KPK dan Polri menyelesaikan persoalan ini dengan proses hukum yang objektif dan sesuai ketentuan UUD. Dalam menjalankan tugas diminta untuk tidak terjadi pergesekan antar Polri dan KPK.   (Wawasan 24/1)
Sebagai seorang pemimpin Jokowi berhak atas menghentikan tindakan polri terhadap KPK. Sebab lembaga paling inti di negeri ini berada dibawah Presiden. Sebagai lembaga penegak hukum Polri tidak boleh menyelewengkan kekuasaannya demi tercapainya kepentingan pribadi. Sikap objektif harus ditunjukkan oleh presiden Jokowidodo agar antar lembaga pemerintah ini tidak saling serang dan menjatuhkan.
Tugas pemimpin sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 30 bahwasannya, “sebagai seorang khalifah yang ditugaskan untuk menjaga bumi ini dari kerusakan”. Kerusakan dalam hal ini memiliki artian salah kaprahnya sifat kemanusian yang mengarah kepada kerakusan. Terlebih rasa rakus yang sudah seharusnya tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga yang bergerak untuk menjamin keselarasan bangsa, seperti KPK dan Polri. Kedua lembaga itu sudah seharusnya untuk mampu bersikap dewasa. Sebuah lembaga yang mampu membedakan antara kepentingan pribadi, organisasi maupun kelompok dengan profesionalisme kerja. Waallahu A’lam bi Alshawab.

                                                   ——————– *** ———————-

Rate this article!
Tags: