Mengenal Kiprah Pendekar Cilik di SMP Muhammadiyah 5 Tulangan, Sidoarjo

Para kader Tapak Suci di SMP Muhammadiyah 5 Tulangan, Sidoarjo memamerkan medali hasil kompetisi piala Paku Bumi 2018 di Bandung.

Pegang Prinsip Anarkis Hadapi Lawan, Humoris Hadapi Teman

Surabaya, bhirawa
Kekerasan hanya akan menimbulkan kekacauan. Apalagi dalam pendidikan, kekerasan adalah pantangan untuk dilakukan. Namun tidak jika kekerasan itu dikelola untuk mengasah potensi dan bakat. Melalui pencak silat misalnya, ‘kekerasan’ justru dapat menjadi cara berburu prestasi.
Seperti di SMP Muhammadiyah 5 Tulangan, Sidoarjo. Pencak silat dengan perguruan Tapak Suci menjadi salah satu favorit para siswa. Berlatih teknik maupun sabung adalah proses yang harus mereka hadapi secara rutin. Butuh tenaga ekstra keras, fisik yang kuat dan tubuh yang sewaktu-waktu siap dibuat lebam. Itu baru saat sesi latihan.
Ferlyn Bendaharaning Asyhar adalah salah satu kader putri Tapak Suci di sekolah tersebut. Dia mengaku harus anarkis jika ingin menang menghadapi lawan. Meskipun cewek, dia tidak sama sekali mau tampak lemah. Tendangan ikan terbang dan harimau adalah salah satu andalannya. “Tapi nggak boleh kelihatan galak. Di luar gelanggang harus humoris, di dalam arena baru anarkis hadapi lawan,” tutur Ferlyn lalu tertawa.
Prinsip itu pula yang berhasil mengantarnya sukses dalam beberapa laga. Terakhir, dia meraih medali emas di ajang Piala Paku Bumi 2018 di Bandung akhir Januari lalu. Kompetisi itu digelar tidak hanya diikuti pendekar dari Indonesia, melainkan juga atlet dari seluruh Asia dan Eropa. “Baru sekitar satu tahun ini aktif di Tapak Suci. Semester pertama menang di Jogjakarta dapat perunggu terus di Bandung ini langsung dapat emas,” tutur siswi kelas 8 ini.
Ferlyn mengaku, remaja seusianya masih cukup labil. Karena itu, dia baru sempat aktif di dunia pencak silat pada akhir semester saat duduk di kelas 7. Sebelumnya, dia pernah juga aktif di Tapak Suci saat baru duduk di kelas 2 SD. “Kalau sekarang sudah fokus ke Tapak Suci sampai jadi pendekar nanti,” tutur remaja 13 tahun itu dengan optimis.
Seperti halnya Ferlyn, Nevira Nuril Laily juga memiliki kegigihan serupa. Siswa kelas 8 itu berangkat ke gelanggang yang sama saat berburu medali Piala Paku Bumi 2018. Meski harus puas dengan medali perunggu, Nevira cukup puas dengan hasil itu. “Waktu itu kondisi saya agak kurang fit karena flu. Tapi masih tetap semangat untuk menang,” tutur Nevira.
Nevira mengaku sempat terkena bantingan di babak pertama hingga dia kalah poin. Namun, dia memaksimalkan babak kedua untuk melontarkan pukulan dan tendangan untuk mengurangi ketertinggalan angka. “Yang terpenting dari pencak silat itu latihan. Kalau kita mau menang kompetisi, latihan intensif bisa sampai tiga bulan sebelumnya,” tutur dia.
Dalam berlatih, Nevira mengaku harus paham dengan semua teknik. Baik bantingan, pukulan maupun tendangan. Bagaimana dengan sabung (duel)? Menurut dia, sabung belum sepenuhnya menentukan kemampuan. Sebab di arena, atlet harus memiliki mental dan teknik yang kuat.
“Kalau sabung dengan teman sendiri kan mudah. Bisa saja menang dengan mudah. Tapi di gelanggang, kita ditonton banyak orang,” tutur dia. Prinsipnya, lanjut Nevira, kompetisi tidak boleh dihadapi dengan meremehkan. Kalau meremehkan di awal, akhirnya pasti fatal.
Di antara para pendekar cilik yang relatif baru, ada satu yang cukup lama terjun ke dunia pencak silat di sekolah tersebut, dia adalah Fadillah. Sudah belasan medali yang dia koleksi sejak kelas 4 SD hingga duduk di bangku SMP sekolah tersebut. Kader Tapak Suci dengan sabuk kuning melati tiga itu mengaku senang dengan pencak silat karena hobi. “Hobinya berkelahi sejak kecil. Tapi bukan berkelahi yang beneran. Kadang sama bapak juga sering berkelahi seperti latihan sabung begitu,” tutur dia.
Dalam piala Paku Bumi, Fadillah sukses dengan meraih medali emas. Dia menang telak setelah mendapat dua kali bantingan. “Latihannya biasa aja, meskipun mau lomba juga santai. Kan kita sudah latihan rutin di sekolah,” tutur Fadillah.

Jadi Magnet Anak-anak Kampung Ikut Berlatih
Keberadaan ekstrakurikuler Tapak Suci di SMP Muhammadiyah 5 Tulangan, Sidoarjo bukanlah kegiatan ekskusif yang hanya bisa diikuti oleh siswa setempat. Jamak, anak-anak kampung yang tinggal di dekat sekolah ikut bergabung dalam latihan dan akhirnya pun bisa meraih prestasi.
“Perguruan kita ini terbuka. Selain menjadi ekstrakurikuler sekolah juga merupakan cabang perguruan Tapak Suci Tulangan,” tutur Nur Ramadhan, pelatih Tapak Suci SMP Muhammadiyah 5 Tulangan, Sidoarjo. Bahkan dari 18 atlet yang dikirimnya ke ajang piala Paku Bumi, lanjut dia, seluruhnya berhasil membawa pulang medali. Sepuluh di antaranya merupakan siswa dari SMP Muhammadiyah 5 Tulangan.
Nur, begitu dia disapa, melatih sekitar 20 kader aktif Tapak Suci di sekolah tersebut. Pemilik sabuk biru dasar itu mengaku, prestasi para kader yang dilatihnya harus terus dikejar. Itu menjadi salah satu cara dia menjaga agar perguruan tetap eksis. Di samping itu, regenerasi kader dan atlet terus berjalan. “Setiap tahun kita ikut kompetisi bisa sampai empat kali. Setelah bulan lalu ke Bandung, bulan depan ke Jogja,” tutur dia.
Dalam berlatih, Nur mengaku tidak ingin terlalu memaksakan diri. Dia lebih senang berlatih secara rutin dan bertahap dibanding mengebut latihan menjelang pertandingan. “Tetap ada latihan intensif, tapi kita jadwalkan teratur. Dua minggu menjelang kompetisi bahkan kita biasa istirahat. Hanya belajar strategi dari tayangan pertandingan yang sudah ada,” pungkas Nur. [tam]

Tags: